Minggu, 24 April 2011

METODE BCCT


"Kebutuhan Dasar Anak Yang Dipenuhi Agar Anak Bisa Fokus Bermain"

(Abraham Maslow)




* Bebas dari rasa lapar dan haus.

* Bebas dari rasa takut dan bahaya.

* Merasa diterima, dihargai dan dicintai oleh lingkungannya.

* Kebutuhan mengekspresikan diri sebagai individu yang khas / unik.

* Kebutuhan kebebasan bergerak.



Apakah yang dimaksud dengan Metode
“Beyond Center and Circle Time” ?

Suatu metode atau pendekatan dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini.
Dikembangkan berdasarkan hasil kajian teoritik dan pengalaman empirik.
Merupakan pengembangan dari metode Montessori, HighScope, dan Reggio Emilio.
Dikembangkan oleh Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT) Florida, USA.
Dilaksanakan di Creative Pre School Florida, USA selama lebih dari 25 tahun, baik utk anak normal maupun utk anak dg kebutuhan khusus.

MENGAPA
“Beyond Center and Circle Time”


Metode ini ditujukan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan anak.
Agar kecerdasannya dapat berkembang secara optimal, maka otak anak perlu dirangsang untuk terus berfikir secara aktif dgn menggali pengalamannya sendiri (bukan sekedar mencontoh atau menghafal).
Metode ini memandang bermain sbg wahana yang paling tepat dan satu-satunya wahana pembelajaran anak, karena disamping menyenangkan, bermain dalam setting pendidikan dapat menjadi wahana untuk berfikir aktif, kreatif.



Apa Ciri-ciri dari Metode
“Beyond Center and Circle Time” ?



# Pembelajarannya berpusat pada anak

# Menempatkan setting lingkungan main sebagai pijakan awal yang penting

# Memberikan dukungan penuh kpd setiap anak utk aktif, kreatif, dan berani
mengambil keputusan sendiri

# Peran guru sbg fasilitator, motivator, dan evaluator

# Kegiatan anak berpusat di sentra-sentra main yang berfungsi sbg pusat minat

# Memiliki standar operasional prosedur yang baku


Pemberian pijakan sebelum dan setelah anak main dilakukan dalam posisi duduk melingkar.

Tiga Jenis Bermain :

1. Sensorimotor atau Fungsional
2. Main Peran atau Simbolik
- Makro
- Mikro
3. Pembangunan
(Sifat cair dan terstruktur)

- Main Sensorimotor -
Kegiatan yang menggunakan gerakan otot kasar dan halus serta mengekspresikan seluruh indra tubuh untuk mendapatkan rasa dari fungsi indra.
Anak usia dini belajar melalui panca indranya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungannya.
Main sensorimotor penting untuk mempertebal sambungan antar neuron.

- Main Peran -
Kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda.
Kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang sendiri dengan sengaja dan fleksibel. (Vygotsky)
Melalui pengalaman main peran, anak diberi kesempatan untuk menciptakan kembali kejadian kehidupan nyata dan memerankannya secara simbolik.
( Main peran Makro dan Mikro )

- Main Pembangunan -
Sifat cair : penggunaan dan bentuk ditentukan oleh anak.
Terstruktur : Penggunaan dikontrol oleh bentuk dari bahan.
Bahan Sifat Cair/ Bahan Pembangunan
Bahan Alam yang Terstruktur
Air
Pasir Balok unit
Cat jari Balok berongga
Lumpur Balok berwarna
Pijakan Lingkungan
Mengelola awal lingkungan main dengan bahan-bahan yang cukup (tiga tempat main untuk setiap anak)
Merencanakan untuk intensitas dan densitas pengalaman
Memiliki berbagai bahan yang mendukung tiga jenis main
Sensorimotor, pembangunan dan main peran
Memiliki berbagai bahan yang mendukung pengalaman keaksaraan
Menata kesempatan main untuk mendukung hubungan sosial yang positif


Pijakan Pengalaman Sebelum Main

Membaca buku yang berkaitan dengan pengalaman atau mengundang nara sumber
Menggabungkan kosakata baru dan menunjukkan konsep yang mendukung standar kinerja
Memberikan gagasan bagaimana menggunakan bahan-bahan
Mendiskusikan aturan dan harapan untuk pengalaman main
Menjelaskan rangkaian waktu main
Mengelola anak untuk keberhasilan hubungan sosial
Merancang dan menerapkan urutan transisi main


Pijakan Pengalaman Main Setiap Anak

Memberikan anak waktu untuk mengelola dan meneliti pengalaman main mereka
Mencontohkan komunikasi yang tepat
Memperkuat dan memperluas bahasa anak
Meningkatkan kesempatan sosialisasi melalui dukungan hubungan teman sebaya
Mengamati dan mendokumentasikan perkembangan dan kemajuan main anak

Pijakan Pengalaman Setelah Main

Mendukung anak untuk mengingat kembali pengalaman mainnya dan saling menceritakan pengalaman mainnya.

Menggunakan waktu membereskan sebagai pengalaman belajar positif melalui pengelompokan, urutan, dan penataan lingkungan main secara tepat.

PRINSIP - PRINSIP PEMBELAJARAN METODE BCCT

Dari Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia Dini dijelaskan bahwa:
Metode pembelajaran dengan Pendekatan Beyond Centers and Circle Times (BCCT) adalah metode pembelajaran anak usia dini melalui kegiatan bermain anak dalam sentra-sentra bermain dan saat-saat lingkaran. Pendekatan BCCT mendasarkan pada asumsi bahwa anak belajar melalui kegiatan bermain dengan benda-benda dan orang-orang disekitarnya (lingkungan biotik dan abiotik). Dalam kegiatan bermain, anak berinteraksi dengan lingkungannya, pengalaman bermain yang tepat dapat mengoptimalkan seluruh aspek tumbuh kembang anak, baik fisik, emosi, kognisi maupun sosial anak. Kegiatan bermain anak tersebut antara lain melalui tiga jenis kegiatan bermain yaitu main sensorimotor, main pembangunan dan main peran atau main simbolik
Main sensorimotor dijelaskan oleh Jean Piaget dan Sara Smilansky (1968) yang menyatakan bahwa anak usia dini belajar melalui kegiatan bermain dengan menggunakan panca indranya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungan mereka. Kebutuhan sensorimotor anak didukung ketika pada mereka disediakan kesempatan untuk berhubungan dengan bermacam-macam bahan dan alat permainan, baik di dalam maupun diluar ruangan. Kegiatan bergerak secara bebas, bermain di halaman, dilantai atau dimeja dengan kursi, menyediakan banyak kesempatan untuk berhubungan dengan banyak tekstur dan berbagai jenis bahan mainan yang berbeda akan mendukung setiap kebutuhan perkembangan anak. Pengalaman main sensorimotor pada anak usia dini merupakan rangsangan untuk mendukung proses kerja otak dalam mengelola informasi yang didapatkan anak dari lingkungan saat bermain, baik bermain dengan badannya ataupun dengan berbagai benda disekitarnya.
Main pembangunan dibahas oleh Jean Piaget (1962), Sara Smilansky (1968), dan Charles and Mary Wolfgang (1992). Jean Piaget menyatakan bahwa kesempatan main pembangunan membantu anak untuk mengembangkan keterampilan yang akan mendukung keberhasilan sekolahnya kelak. Dr. Charles Wolfgang dalam bukunya yang berjudul School for Young Children, menjelaskan suatu tahap yang berkesinambungan dari bahan yang paling cair atau messy seperti air, ke yang paling terstruktur seperti puzzle dan balok. Cat, crayon, spidol, playdough, air, pasir dianggap sebagai bahan main pembangunan sifat cair atau bahan alam. Sedangkan balok unit, leggo, balok berongga, bristle blocks, puzzle dan lainnya yang sejenis yang ditentukan dan mengarahkan bagaimana anak meletakkan bahan-bahan tersebut secara bersama menjadi sebuah karya, dianggap sebagai bahan main pembangunan yang terstruktur. Anak dapat mengekspresikan dalam bahan-bahan ini dengan mengembangkannya dari proses bermain sensorimotor pada usia di bawah tiga tahun ke tahap main simbolik pada anak usia 3 sampai 6 tahun yang dapat terlihat dalam hubungan kerjasama dengan anak lainnya dalam menciptakan karya nyata.
Erik H. Erikson menjelaskan bahwa anak menyusun pengalaman dengan membuat suatu keadaan yang semestinya dan menguasai kenyataan melalui ujicoba dan perencanaan di dalamnya. Dalam keadaan yang ia buat sendiri, anak memperbaiki kesalahannya dan memperkuat harapan-harapannya. Anak mengantisipasi keadaan-keadaan masa depan melalui ujicoba-ujicoba. Selanjutnya Erikson menjelaskan bahwa ada dua jenis main peran yaitu main peran mikro dan main peran makro. Selama tahap awal main peran, anak melakukan percobaan dengan bahan dan peran. Sebagai contoh, anak memakai baju dan melepaskannya, mendorong gerobak dan kereta barang, membawa boneka bayi mengelilingi ruangan sambil bernyanyi, membuka dan menutup lemari, mengisi dan membongkar mainannya dan sebagainya. Saat anak berkembang melalui pengalaman main peran, mereka juga “memeriksa egonya” belajar menghadapi pertentangan emosinya, memperkuat dirinya sendiri untuk masa depan, menciptakan kembali masa lalunya dan mengembangkan keterampilan khayalan. Tujuan akhir main peran adalah belajar bermain dan bekerja dengan orang lain. Hal ini merupakan latihan untuk pengalaman-pengalamannya di dunia nyata selanjutnya.
Main peran mikro adalah kegiatan bermain peran/role play dengan menggunakan bahan-bahan main berukuran kecil seperti rumah boneka lengkap dengan perabotnya dan orang-orangan sehingga anak dapat memainkannya, atau rangkaian kereta api dengan rel dan jalan dengan mobil, lapangan pesawat udara, kebun binatang dan orang-orang kemudian anak memainkannya lengkap dengan scenario yang biasanya disusun seketika dan dimainkannya bersama teman-temannya dalam satu session. Sedangkan main peran makro adalah main peran sesungguhnya dengan alat-alat permainan berukuran sesungguhnya dan anak dapat menggunakannya untuk menciptakan dan memainkan peran-peran, misalnya main dokter-dokteran maka alat permainan yang digunakan antara lain stetoskop mainan ukuran besar, replica jarum suntik, buku resep dan ballpoint, meja pendaftaran, petugas pendaftar, perawat yang membantu dokter, kamar periksa dan sebagainya yang semuanya dalam ukuran besar dan dapat dipergunakan seperti kegiatan sesungguhnya. Atau dalam skala besar misalnya kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, ada alat-alat rumah tangga, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, meja belajar, garasi dan sebagainya dan anak-anak ada yang berperan sebagai Bapak, Ibu, kakak, adik dan sebagainya.

Early Childhood Education: Judul-Judul Skripsi PG PAUD FKIP UR

Early Childhood Education: Judul-Judul Skripsi PG PAUD FKIP UR: "Untuk mempermudah mahasiswa menyusun karya ilmiah terutama dalam menyusun skripsi berikut dilampirkan Judul-judul skripsi yang telah pernah ..."

Early Childhood Education: Judul-Judul Skripsi PG PAUD FKIP UR

Early Childhood Education: Judul-Judul Skripsi PG PAUD FKIP UR: "Untuk mempermudah mahasiswa menyusun karya ilmiah terutama dalam menyusun skripsi berikut dilampirkan Judul-judul skripsi yang telah pernah ..."

Selasa, 19 April 2011

MENGENAL PERMASALAHAN PENDIDIKAN TK


Pemerintah saat ini sedang menggiatkan Pendidikan Anak Usia Dini yang dikenal dengan PAUD. Di setiap desa dibuka pendidikan ini minimal 1 kelompok, bahkan di beberapa desa bisa sampai 5 kelompok atau lebih. Disadari atau tidak, bahwa mendidik anak pada usia dini tidak kalah sulit dengan mendidik anak usia SMP dan SMA, bahkan sebagian orang mengatakan lebih sulit. Mereka berpendapat bahwa pendidikan di level ini meletakkan dasar-dasar sukses hidup dan kehidupan masa depan anak. Pendidikan di usia dini sasaran utamanya adalah pembentukan karakter anak, sedang pada sekolah menengah lebih cenderung pada aspek akademis. Pendidikan usia dini (PAUD dan TK) yang mengorientasikan diri pada unsure akademis saja adalah satu kekeliruan.

Belajar dan pembelajaran memiliki 4 tingkatan.
Pertama, belajar mata pelajaran. Anak-anak belajar materi pelajaran, seperti sains, Bahasa, PKN dan lainnya. Belajar pada tahap ini adalah tahap yang bobotnya terendah.
Kedua, belajar bagaimana belajar. Materi pelajaran di era informasi begitu banyak. Perkembangan informasi dan perubahan ilmu pengetahuan begitu cepat. Ilmu komputer berubah setiap hari, sains berubah setiap bulan dan seterusnya. Untuk bisa menyerap pertambahan/perubahan dan banyaknya informasi pengetahuan kita perlu memiliki cara bagaimana belajar. Dengan kemampuan ini, seseorang akan mampu mengikuti perubahan dan perkembangan ilmu yang begitu cepat.
Ketiga, belajar mengubah paradigma. Esensi dari semua belajar adalah perubahan perilaku yang lebih baik. Perubahan perilaku akan terjadi apabila diawali dengan adanya perubahan paradigma.
Keempat, belajar membersihkan hati. Tiga tahun terakhir disadari ternyata hanya mengubah paradigma saja masih belum cukup, karena motif-motif yang bersifat individual dan mengabaikan orang lain. Oleh karena itu belajar membersihkan hati dari motif-motif yang akan merugikan orang lain tidak boleh terjadi. Kebersihan niat dalam hati ternyata kunci utamanya. Level yang ketiga dan ke empat tersebut, dasar-dasarnya di letakkan mulai dari TK.  Semakin tinggi tingkatan sekolah, titik tekan mengarah pada level 2 dan satu. Ini berarti memilih atau menjadi  pendidik anak-anak PAUD dan TK tidak boleh sembarangan. Banyak permasalahan-permasalah yang ada di sekolah TK.
Berikut berbagai permasalahan yang pernah terjadi dan tercatat selama hampir 10 tahun di TK pada umumnya:
a. Permasalahan Anak
Permasalahan awal tahun
Awal tahun adalah kondisi yang paling berat, karena pada saat itu aneka latar belakang dan keadaan anak bercampur.Berikut perasalahan yang terjadi, diantaranya:
1. Tidak mau masuk kelas pada hari-hari pertama hingga sepekan
2. Menangis minta pulang tanpa alasan, belum memiliki seragam, pipis/buang air besar atau sebab lainnya pada hari-hari pertama
3. Perilaku agresif, seperti memukul, mengejek dan  memarahi teman-temannya
4. Tidak mau masuk ruang, kecuali dengan orangtuanya

Jumat, 15 April 2011

IMPLEMENTASI KONSEP MONTESSORI PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI



A. PENDAHULUAN
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah guru sering memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim.
Mencermati perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak usia dini, tampaklah bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan pada pendidikan anak usia dini, yakni: 1) materi pendidikan, dan 2) metode pendidikan yang dipakai. Secara singkat dapat dikatakan bahwa materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 menegaskan bahwa, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Menyikapi perkembangan anak usia dini, perlu adanya suatu program pendidikan yang didisain sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Kita perlu kembalikan ruang kelas menjadi arena bermain, bernyanyi, bergerak bebas, kita jadikan ruang kelas sebagai ajang kreaktif bagi anak dan menjadikan mereka kerasan dan secara psikologis nyaman. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini dikemukan bagaimana Mantessori mendisain program pembelajaran untuk anak usia dini.
B. PEMBAHASAN
Tokoh pendidikan anak usia dini, Montessori, mengatakan bahwa ketika mendidik anak-anak, kita hendaknya ingat bahwa mereka adalah individu-individu yang unik dan akan berkembang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang dewasa dan pendidik adalah memberikan sarana dorongan belajar dan memfasilitasinya ketika mereka telah siap untuk mempelajari sesuatu. Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa-masa yang sangat baik untuk suatu formasio atau pembentukan. Masa ini juga masa yang paling penting dalam masa perkembangan anak, baik secara fisik, mental maupun spritual. Di dalam keluarga dan pendidikan demokratis orang tua dan pendidik berusaha memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan yang dibutuhkan oleh anak. Oleh karena itu, baik dan tepat bagi setiap orang tua dan pendidik yang terlibat pada proses pembentukan ini, mengetahui, memahami perkembangan anak usia dini. Tapi sekolah kita belum memiliki based line data yang holistik yang dapat memberikan berbagai informasi tentang perkembangan behavior dan kesulitan belajar anak terhadap berbagai subkompetensi materi sulit. Informasi ini sangat diperlukan untuk melakukan treatmen secara berjenjang tentang perkembangan anak sejak usia dini sampai mereka dewasa (SLTA).
  1. Perkembangan Anak Usia Dini
Banyak pendapat dan gagasan tentang perkembangan anak usia dini, Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir. Bayipun harus dikenalkan pada orang-orang di sekitarnya, suara-suara, benda-benda, diajak bercanda dan bercakap-cakap agar mereka berkembang menjadi anak yang normal dan sehat. Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun-tahun kelahiran sampai usia enam tahun biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Tentu juga dipengaruhi seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak-anak usia dini. Karena perkembangan mental usia-usia awal berlangsung cepat, inilah periode yang tidak boleh disepelekan. Pada tahun-tahun awal ini anak-anak memiliki periode-periode sensitive atau kepekaan untuk mempelajari atau berlatih sesuatu. Sebagian besar anak-anak berkembang pada asa yang berbeda dan membutuhkan lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran mereka.
Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai berikut:
  1. Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap” pengalaman-pengalaman melalui sensorinya.
  2. Usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap).
  3. Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam).
  4. Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia sekitar 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4 – 6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca.
Pendapat Mantessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidkan Taman Siswa, Ki hadjar Dewantara, sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih (mengasihi), asah (memahirkan), asuh (membimbing). Anak bertumbuh kembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi yang damai dan harmoni. Ki Hadjar Dewantara menganjurkan agar dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk mencerdaskan (mengembangkan) pikiran, pendidikan untuk mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani), dan pendidikan yang meningkatkan keterampilan.
Tokoh pendidikan ini sangat menekankan bahwa untuk usia dini bahkan juga untuk mereka yang dewasa, kegiatan pembelajaran dan pendidikan itu bagaikan kegiatan-kegiatan yang disengaja namun sekaligus alamiah seperti bermain di “taman”. Bagaikan keluarga yang sedang mengasuh dan membimbing anak-anak secara alamiah sesuai dengan kodrat anak di sebuah taman. Anak-anak yang mengalami suasana kekeluargaan yang hangat, akrab, damai, baik di rumah maupun di sekolah, serta mendapatkan bimbingan dengan penuh kasih sayang, pelatihan kebiasaan secara alami, akan berkembang menjadi anak yang bahagia dan sehat.

  1. Pembelajaran Pada Taman kanak-Kanak
Anak taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4 tahun anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering mengulangi perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di taman kanak-kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain.
Sehubungan dengan ciri-ciri di atas maka tugas perkembangan yang diemban anak-anak adalah:
    1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain.
    2. Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri
    3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya
    4. Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau perempuan
    5. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari
    6. Mengembangkan hati nurani, penghayatan moral dan sopan santun
    7. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung
    8. Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diri.
Dengan adanya tugas perkembangan yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak yang selalu “dibungkus” dengan permainan, suasana riang, enteng, bernyanyi dan menari. Bukan pendekatan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat, apalagi dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiasaan yang tidak sederhana lagi seperti paksaan untuk membaca,menulis, berhitung dengan segala pekerjaan rumahnya yang melebihi kemampuan anak-anak.
Pada usia lima tahun pada umumnya anak-anak baik secara fisik maupun kejiwaan sudah siap untuk belajar hal-hal yang semakin tidak sederhana dan berada pada waktu yang cukup lama di sekolah. Setelah apada usia 2-3 tahun mengalami perkembangan yang cepat. Pada usia enam tahun, pada umumnya anak-anak telah mengalami perkembangan dan kecakapan bermacam-macam keterampilan fisik. Mereka sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti meloncat, melompat, menangkap, melempar, dan menghindar. Pada umumnya mereka juga sudah dapat naik sepeda mini atau sepeda roda tiga. Kadang-kadang untuk anak-anak tertentu keterampilan-keterampilan ini telah dikuasainya pada usia 4-5 tahun.
Montessori memberikan gambaran peran guru dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kecerdasan, sebagai berikut:
a. 80 % aktifitas bebas dan 20 % aktifitas yanag diarahkan guru
b. melakukan berbagai tugas yang mendorong anak untuk memikirkan tentang hubungan dengan orang lain
c. menawarkan kesempatran untuk menjalin hubungan social melalui interaksi yang bebas
d. dalil-dalil ditemukan sendiri, tidak disajikan oleh guru
e. atauran pengucapan didapat melalui pengenalan pola, bukan dengan hafalan
setiap aspek kurikulum melibatkan pemikiran
Montessori, mengatakan bahwa pada usia 3-5 tahun, anak-anak dapat diajari menulis, membaca, dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca. Ada suatu penelitian di Amerika yang menyimpulkan bahwa kenyataannya anak-anak dapat belajar membaca sebelum usia 6 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada sekitar 2 % anak yang sudah belajar dan mampu membaca pada usia 3 tahun, 6 % pada usia empat tahun, dan sekitar 20 % pada usia 5 tahun. Bahkan terbukti bahwa pengalaman belajar di taman kanak-kanak dengan kemampuan membaca memadai akan sangat menunjang kemampuan belajar pada tahun-tahun berikutnya.
Pendapat Montessori ini didukung oleh Moore, seorang sosiolog dan pendidik, meyakini bahwa kehidupan tahun-tahun awal merupakan tahun-tahun yang paling kreaktif dan produktif bagi anak-anak. Oleh karena itu, sejauh memungkinkan, sesuai dengan kemampuan, tingkat perkembangan dan kepekaan belajar mereka, kita dapat juga mengajarkan menulis, membaca dan berhitung pada usia dini. Yang penting adalah strategi pengalaman belajar dan ketepatan mengemas pembelajaran yang menarik, mempesona, penuh dengan permainan dan keceriaan, enteng tanpa membebani dan merampas dunia kanak-kanak mereka.
Salah satu hal yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan perkembangan kecerdasan anak adalah suasana keluarga dan kelas yang akrab, hangat serta bersifat demokratis, sekaligus menawarkan kesempatan untuk menjalin hubungan sosial melalui interaksi yang bebas. Hal ini ditandai antara lain dengan adanya relasi dan komunikasi yang hangat dan akrab. .
Pada masa usia 2 – 6 tahun, anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk menentukan keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian. Pada masa ini juga mencul rasa ingin tahu yang besar dan menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong untuk belajar hal-hal yang baru dan sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu. Guru dan orang tua hendaknya memberikan jawaban yang wajar. Sampai pada usia ini, anak-anak masih suka meniru segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya.
Perlu diingat juga bahwa minat anak pada sesuatu itu tidak berlangsung lama, karena itu guru dan orang tua harus pandai menciptakan kegiatan yang bervariasi dan tidak menerapkan disiplin kaku dengan rutinitas yang membosankan. Anak pada masa ini juga akan berkembang kecerdasannya dengan cepat kalau diberi penghargaan dan pujian yang disertai kasih sayang, dengan tetap memberikan pengertian kalau mereka melakukan kesalahan atau kegagalan. Dengan kasih sayang yang diterima, anak-anak akan berkembang emosi dan intelektualnya, yang penting adalah pemberian pujian dan penghargaan secara wajar.
Untuk memfasilatasi tingkat perkembangan fisik anak, pada taman kanak-kanak perlu dibuat adanya arena bermain yang dilengkapi dengan alat-alat peraga dan alat-alat keterampilan lainnya, karena pada usia 2- 6 tahun tingkat perkembangan fisik anak berkembang sangat cepat, dan pada umur tersebut anak-anak perlu dikenalkan dengan fasilitas dan alat-alat untuk bermain, guna lebih memacu perkembangan fisik sekaligus perkembangan psikis anak terutama untuk kecerdasan.
Banyak penelitian menyatakan bahwa orang-orang yang cerdas dan berhasil pada umumnya berasal dari keluarga yang demokratis, suka melakukan uji coba, suka menyelidiki sesuatu, suka berpergian (menjelajah alam dan tempat), dan aktif, tak pernh diam dan berpangku tangan. Ingat keterampilan tangan adalah jendela menuju pengetahuan. Dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan uji coba (trial and error), mangadakan penyelidikan bersama-sama, menyaksikan dan menyentuh sesuatu objek, mengalami dan melakukan sesuatu , anak-anak akan jauh lebih mudah mengerti dan mencapai hasil belajar dengan mampu memanfaatkan atau menerapkan apa yang telah dipelajari.
C. KESIMPULAN
Dalam mengimplementasikan konsep Montessori terhadap program pendidikan bagi anak usia dini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kukrikulum pada pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak.
2. Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu.
3. Kompetensi akademis merupakan alat untuk mencapai tujuan,dan manipulasi dilihat sebagai materi yang berguna untuk poengembangan diri anak, Montessori menganjurkan perlu adanya area yang berbeda mewakili lingkungan yang disediakan, yaitu:
a. Practical life memberikan pengembangan dari tugas organisasional dan urutan kognisi melalui perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa syukur dan saling menghormati, dan koordinasi dari pergerakan fisik,
b. The sensorial area membuat anak mampu untuk mengurut, mengklasifikasi dan menerangkan impresi sensori dalam hubungannya dengan panjang, lebar, temperatur, masa, warna, titik, dan lain-lain.
c. Mathematics memanfaatkan pemanipulasian materi agar anak mampu untuk menginternalisasi konsep angka, symbol, urutan operasi, dan memorisasi dari fakta dasar
d. Language art yang di dalamnya termasuk pengembangan bahasa lisan, tulisan, membaca, kajian tentang grammar, dramatisasi, dan kesusesteraan anak-anak. Keahlian dasar dalam menulis dan membaca dikembangkan melalui penggunaan huruf dari kertas, kata-kata dari kertas pasir, dan berbagai prestasi yang memungkinkan anak-anak untuk menghubungkan antara bunyi dan simbul huruf, dan mengekpresikan pemikiran mereka melalui menulis.
e. Cultural activies membawa anak-anak untuk mengetahui dasar-dasar geografis, sejarah dan ilmu sosail. Musik, dan seni lainnya merupakan bagian dari kurikulum terintegrasi.
4. Lingkungan pendidikan anak usia dini menggabungkan fungsi psiko-sosial, fisik dan akademis dari seorang anak. Tugas pentingnya adalah untuk menyediakan dasar yang awal dan umum, dimana di dalamnya termasuk tingkah laku yang positif terhadap sekolah, inner security, kebiasaan untuk berinisiatif, kemampuan untuk mengambil keputusan, disiplin diri dan rasa tanggung jawab anggota kelas lainnya, sekolah dan komunitas. Dasar ini akan membuat anak-anak mampu untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang lebih spesifik dalam kehidupan sekolah mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Atkitson, R.L., dkk. Introduction to Psychology., New York: Harcourt Brace Javanovich, Ich., 1983.

Henry N, Siahan., Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak, Bandung: Angkasa , 1986

Steven Carr Reuben, Ph.D., Children of Character, a parent guide, Santa Monica: Canter and Associates, Inc, 1997.

Theo Riyanto FIC., dkk., Pendidikan Pada Usia Dini., Grasindo, Jakarta, 2004

Karakteristik Anak Usia Dini

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.          Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini sangat penting bagi di perguruan tinggi di sekolah dasar. Dengan pendidikan anak usia dini akan tercipta keserasian hubungan antara siswa dengan guru.
Di samping itu kami mengambil judul karakteristik anak usia dini karena kami ingin tahu lebih mendalam karakteristik anak usia dini mulai dari umur 0 – 8 tahun.
1.2.          Tujuan Pembahasan
  1. Menjelaskan pentingnya memahami anak usia dini.
  2. Menjelaskan karakteristik perkembangan anak usia dini.
  3. Menjelaskan kondisi yang mempengaruhi anak usia dini.
  4. Menjelaskan pola perkembangan anak usia dini.
  5. Menjelaskan cara belajar anak usia dini.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.          Pentingnya Memahami Anak Usia Dini
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan pondasi dan masa kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya. Sedemikian pentingnya usia tersebut maka memahami karakteristik anak usia dini menjadi mutlak adanya bila ingin memiliki generasi yang mampu mengembangkan diri secara optimal.
Pengalaman yang dialami anak pada usia dini akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan selanjutnya. Pengalaman tersebut akan bertahan lama. Bahkan tidak dapat terhapuskan, walaupun bisa hanya tertutupi. Bila suatu saat ada stimulasi yang memancing pengalaman hidup yang pernah dialami maka efek tersebut akan muncul kembali walau dalam bentuk yang berbeda.
Beberapa hal menjadi alasan pentingnya memahami karakteristik a anak usia dini. Sebagian dari alasan tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut :
  1. Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia, sebab usia tersebut merupakan periode diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu perlu pendidikan dan pelayanan yang tepat.
  2. Pengalaman awal sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya, disamping itu dasar awal akan cepat berkembang menjadi kebiasaan. Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal yang positif.
  3. Perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa, dibanding dengan sepanjang usianya. Bahkan usia 0 – 8 tahun mengalami 80% perkembangan otak dibanding sesudahnya. Oleh karena itu perlu stimulasi fisik dan mental.

Ada banyak hal yang diperoleh dengan memahami karakteristik anak usia dini antara lain :
  1. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
  2. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
  3. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
  4. Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
  5. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuan.

2.2.         Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut :
  1. Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
  1. Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.
  2. Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
  3. Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.
  1. Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain :
  1. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
  2. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
  3. Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
  4. Usia 4 – 6 tahun

Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
  1. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.
  2. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu.
  3. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
  4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
  5. Usia 7 – 8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :
  1. Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan induktif.
  2. Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.
  3. Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.
  4. Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.

2.3.         Kondisi Yang Mempengaruhi Anak Usia Dini
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kondisi anak usia dini, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
  1. Faktor bawaan
  2. Faktor lingkungan
Pertama, faktor bawaan adalah faktor yang diturunkan dari kedua orangtuanya, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Faktor bawaan lebih dominan dari pihak ayah daripada ibu atau sebaliknya. Faktor ini tidak dapat direkayasa oleh orangtua yang menurunkan. Dan hanya ditentukan oleh waktu satu detik, yaitu saat bertemunya sel sperma dan ovum. Oleh karena itu, saat ovulasi merupakan saat paling berharga untuk sepanjang hidup manusia, karena pada saat itulah diturunkan sifat bawaan yang akan terbawa sepanjang usia manusia.
Kedua, faktor lingkungan yaitu faktor yang berasal dari luar faktor bawaan, meliputi seluruh lingkungan yang dilalui oleh anak. Lingkungan dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu lingkungan dalam kandungan dan lingkungan di luar kandungan.
Lingkungan dalam kandungan sangat penting bagi perkembangan anak. Karena perkembangan janin dalam kandungan mengalami kecepatan luar biasa, lebih cepat 200.000 kali dibanding perkembangan sesudah lahir. Oleh karena itu lingkungan yang positif dalam kandungan akan berpengaruh positif bagi perkembangan janin, demikian juga sebaliknya.
Lingkungan di luar kandungan, juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak usia dini. Sebab anak menjadi bagaimana seorang anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Lingkungan luar kandungan dibedakan menjadi tiga hal yaitu :
  1. Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi dengan anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia ini menjadi landasan bagi anak untuk melalui proses selanjutnya.
  2. Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring bertambahnya usia, anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan bermain bersama. Kondisi teman sebaya turut menentukan bagaimana anak jadinya.
  3. Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan sekolah pada usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan di sekolah besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Sekolah yang baik akan mampu berperan secara baik dengan memberi kesempatan dan mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan yang sesungguhnya.

2.4.         Pola Perkembangan Anak Usia Dini
Perkembangan setiap anak memiliki pola yang sama, walaupun kecepatannya berbeda. Setiap anak mengikuti pola yang dapat diramalkan dengan cara dan kecepatannya sendiri. Sebagian anak berkembang dengan tertib tahap demi tahap, langkah demi langkah. Namun sebagian yang lain mengalami kecepatan melonjak. Di samping itu ada juga yang mengalami penyimpangan atau keterlambatan. Namun secara umum setiap anak berkembang dengan mengikuti pola yang sama. Beberapa pola tersebut antara lain :
  1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik mengikuti hukum perkembangan yang disebut “cephalocaudal” dan “proximodistal”. Hukum cephalocaudal menyatakan bahwa perkembangan dimulai dari kepala kemudian menyebar ke seluruh tubuh sampai ke kaki. Sedangkan hukum proximodistal menyatakan bahwa perkembangan bergerak dari pusat sumbu ke ujung-ujungnya atau dari bagian yang dekat sumbu pusat tubuh ke bagian yang lebih jauh.
  1. Perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju ke tanggapan khusus
Bayi pada awal perkembangan memberikan reaksi dengan menggerakkan seluruh tubuh. Semakin lama ia akan mampu memberikan reaksi dalam bentuk gerakan khusus. Demikian seterusnya dalam hal-hal lain.
  1. Perkembangan berlangsung secara berkesinambungan
Proses perkembangan diawali dari bertemunya sel sperma dan ovum yang disebut ovulasi, dan terus secara berkesinambungan hingga kematian. Kadang perlahan, kadang cepat, kadang maju terus, kadang sejenak mundur. Satu tahap perkembangan menjadi landasan bagi tahap perkembangan selanjutnya. Tidak ada pengalaman anak yang sia-sia atau hilang terhapus. Hanya tertutupi oleh pengalaman-pengalaman berikutnya.
  1. Terhadap periode keseimbangan dan tidak keseimbangan
Setiap anak mengalami periode dimana ia merasa bahagia, mudah menyesuaikan diri dan lingkungannya pun bersikap positif terhadapnya. Namun juga ada masa ketidakseimbangan yang ditandai dengan kesulitan anak untuk menyesuaikan diri, sulit diatur, emosi negatif dan sebagainya. Pola tersebut bila digambarkan ibarat spiral yang bergerak melingkar dengan jangka waktu kurang lebih 6 bulan, hingga akhirnya anak menemukan ketenangan dan jati diri.
  1. Terhadap tugas perkembangan yang harus dilalui anak dari waktu ke waktu
Tugas perkembangan adalah sesuatu yang harus dilakukan atau dicapai oleh anak berdasarkan tahap usianya. Tugas perkembangan bersifat khas, sesuai dengan tuntutan dan ukuran yang berlaku di masyarakat. Misalnya bayi lahir dia akan melaksanakan tugas perkembangan berguling, tengkurap, duduk, berdiri, berjalan, bermain dan seterusnya. Kualitas dan kuantitas tugas perkembangan antara satu daerah berbeda dengan daerah lain.
2.5.         Cara Belajar Anak Usia Dini
Anak pada usia dini (0 – 8 tahun) memiliki kemampuan belajar yang luar biasa. Khususnya pada masa kanak-kanak awal. Keinginan anak untuk belajar menjadikan ia aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca inderanya untuk dapat memahami sesuatu, dan dalam waktu singkat ia akan beralih ke hal lain untuk dipelajari. Lingkungan lah yang kadang menjadikan anak terhambat dalam mengembangkan kemampuan belajarnya. Bahkan seringkali lingkungan mematikan keinginannya untuk bereksplorasi.
Cara belajar anak mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia. Secara garis besar dapat diuraikan cara belajar anak usia dini mulai dari awal perkembangan.
  1. Usia 0 – 1 tahun
Anak belajar dengan mengendalikan kemampuan panca inderanya. Yakni pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba dan perasa. Secara bertahap panca indera anak difungsikan lebih sempurna. Hingga usia satu tahun anak ingin mempelajari apa saja yang dilihat dengan mengarahkan seluruh panca indera. Hal itu nampak pada aktivitas anak memasukkan segala macam benda ke dalam mulut sebagai bagian dari proses belajar.
  1. Usia 2 – 3 tahun
Anak melakukan proses belajar dengan lebih sungguh-sungguh. Ia memperhatikan apa saja yang ada di lingkungannya untuk kemudian ditiru. Jadi cara belajar anak yang utama pada usia ini adalah meniru. Meniru segala hal yang ia lihat dan ia dengar. Selain itu perkembangan bahasa anak pada usia tersebut sudah mulai berkembang. Anak mengembangkan kemampuan berbahasa juga dengan cara meniru.
  1. Usia 4 – 6 tahun
Kemampuan bahasa anak semakin baik. Begitu anak mampu berkomunikasi dengan baik maka akan segera diikuti proses belajar anak dengan cara bertanya. Anak akan menanyakan apa saja yang ia saksikan. Pertanyaan yang tiada putus. Saat demikian kognisi anak berkembang pesat dan keinginan anak untuk belajar semakin tinggi. Anak belajar melalui bertanya dan berkomunikasi.
  1. Usia 7 – 8 tahun
Perkembangan anak dari berbagai aspek sudah semakin baik. Walau demikian proses perkembangan anak masih terus berlanjut. Anak melakukan proses belajar dengan cara yang semakin kompleks. Ia menggunakan panca inderanya untuk menangkap berbagai informasi dari luar. Anak mulai mampu membaca dan berkomunikasi secara luas. Hal itu menjadi bagian dari proses belajar anak.
 

BAB III
P E N U T U P

Kesimpulan
  1. Pentingnya memahami anak usia dini mempunyai 3 alasan yaitu usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia, pengalaman awal sangat penting, dan perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa.
  2. Karakteristik perkembangan anak usia dini secara lebih rinci akan diuraikan sebagai berikut : usia 0 – 1 tahun, usia 2 – 3 tahun, usia 4 – 6 tahun, usia 7 – 8 tahun.
  3. Kondisi yang mempengaruhi anak usia dini secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor bawaan dan faktor lingkungan.
  4. Pola perkembangan anak usia dini dibagi menjadi 5 yaitu : perkembangan fisik, perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju tanggapan khusus, perkembangan berlangsung secara berkesinambungan, terdapat periode keseimbangan dan ketidakseimbangan, dan terdapat tugas perkembangan yang harus dilalui anak dari waktu ke waktu.
  5. Cara belajar anak usia dini mulai dari usia 0 – 1 tahun, usia 2 – 3 tahun, usia 4 – 6 tahun dan usia 7 – 8 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

—    Bruse, Tina, Early Childhood Education, London : Holder & Stoughton, 1987.
—    Depdikbud, Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kanak, 1994.
—    Ebbeck, Marjory Ann, Early Childhood Education, Melbourne : Longman Cheshire, 1991.
—    Hurlock, Elizabeth B., Perkembangan Anak, Jilid I dan Ikan Mas,
Jakarta : Erlangga, 1992.
—    Makalah Seminar, Mengembangkan Potensi Anak Usia Dini di Ambarukmo Palace Hotel Yogyakarta, 24 September 1998.
—    Padmonodewo, Soemiarti, Buku Ajar Pendidikan Pra Sekolah, Depdikbud, Dirjen Dikti.
—    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Pra Sekolah.
—    Sholehuddin, M. Drs. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah, IKIP Bandung, 1997.
—    Sudjud, Aswarni, Konsep Pendidikan Pra Sekolah, FIP IKIP Yogyakarta, 1997.
sumber: http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/04/makalah-karakteristik-anak-usia-dini.html


Apa yang bisa dilakukan orangtua dalam membangun karakter anak?
sumber : Ibu Ratna Megawangi (Pakar pendidikan karakter)

• Fase usia 0-3 tahun . Peran orangtua begitu besar, karena landasan moral dibentuk pada umur ini. Cinta dan kasih sayang dari orangtua sangat dibutuhkan anak sepanjang fase ini. Memasuki usia 2-3 tahun, anak sudah dapat diperkenalkan pada sopan santun serta perbuatan baik-buruk. Biasanya anak pada usia ini mencoba-coba melanggar aturan dan agak sulit diatur, sehingga memerlukan kesabaran orangtua.

• Fase usia 4 tahun. Anak mengalami fase egosentris. la senang melanggar aturan, memamerkan diri, dan memaksakan keinginannya. Namun anak mudah didorong untuk berbuat baik, karena ia mengharapkan hadiah (pujian) dan menghindari hukuman. la sudah memiliki kemampuan berempati. Contoh pendidikan karakter: memberikan pujian agar anak berperilaku baik dan memberikan arahan yang jelas ("Anak yang baik, tidak akan memukul temannya."), memberikan aturan atau sanksi yang jelas ("Anak yang berteriak tidak sopan, tidak akan mendapat kesempatan menggambar di papan tulis.").

• Fase 1 (umur 4,5-6 tahun). Anak-anak lebih penurut dan bisa diajak kerja sama, agar terhindar dari hukuman orangtua. Anak sudah dapat menerima pandangan orang lain, terutama orang dewasa; bisa menghormati otoritas orangtua/guru; menganggap orang dewasa maha tahu; senang mengadukan teman-temannya yang nakal. Namun jika pada fase ini perilakunya masih seperti fase 0 berarti perkembangan karakternya tidak optimal.

Anak-anak pada fase ini sangat mempercayai orangtua/ guru, sehingga penekanan pentingnya perilaku baik dan sopan akan sangat efektif. Namun pendidikan karakter pada fase ini harus memberi peluang pada anak untuk memahami alasan-alasannya. Orangtua tidak cukup hanya mengatakan, misalnya, "Mencuri itu tidak baik." Namun juga perlu memberikan perspektif "Bagaimana kalau kawanmu mencuri mainan kesukaanmu?".

• Fase 2 (usia 6,5 - 8 tahun). Anak merasa memiliki hak sebagaimana orang dewasa; tidak lagi berpikir bahwa orang dewasa bisa memerintah anak-anak; mempunyai potensi bertindak kasar akibat menurunnya otoritas orangtua/ guru, dalam pikiran mereka; mempunyai konsep keadilan yang kaku, yaitu balas-membalas ("Kalau si A berbuat baik pada saya, saya akan baik pada dia"); memahami perlunya berperilaku baik agar disenangi orang lain; sering membanding-bandingkan dan minta perlakuan adil.

Bagaimana mengajarkan pendidikan karakter pada anak usia ini? Berikan pengertian betapa pentingnya "cinta" dalam melakukan sesuatu, tidak semata-mata karena prinsip timbal balik. Tekankan nilai-nilai agama yang menjunjung tinggi cinta dan pengorbanan. Ajak anak kita merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Bantu anak kita berbuat sesuai dengan harapan-harapan kita, tidak semata karena ingin dapat pujian atau menghindari hukuman. Ciptakan hubungan yang mesra, agar anak peduli terhadap keinginan dan harapan-harapan kita. Ingatkan pentingnya rasa sayang antaranggota keluarga dan perluas rasa sayang ini ke luar keluarga, yakni terhadap sesama. Berikan contoh perilaku dalam hal menolong dan peduli pada orang lain.

Manfaat Yoga Untuk Kreatifitas Anak



Manfaat yoga untuk kreatifitas anak ternyata sangat banyak karena mampu mengasah otak anak untuk lebih terangsang beraktifitas lebih lincah dari biasanya. Yoga adalah suatu gerakan seni olah tubuh dan pernapasan yang terkenal dari India. Gerakan yoga adalah gerakan untuk melatih otototot tubuh disertai olah napas.Melalui gerak tubuh yang disertai teknik pengaturan napas dan pemusatan konsentrasi, fisik akan lebih sehat, bugar, dan kuat, bahkan emosi pun lebih seimbang.

Gerakan yoga untuk anak memang harus diajarkan secara pelan dan bertahap karena tidak semudah itu juga anak-anak bisa menerima, mengerti, dan mengikuti gerakan yoga.Gerakan yoga untuk anak-anak cukup berbeda dibandingkan yoga untuk orang dewasa.
Yoga juga mengoptimalkan penggunaan otak kiri dan kanan sehingga intelektualitasnya bisa lebih terasah dan sinkron.Tentu ini akan membuat anak lebih fokus dan bisa meningkatkan konsentrasi sehingga otak dan kecerdasannya berkembang dan potensi yang dimilikinya pun tergali.

Selain itu, yoga bermanfaat membentuk emosi yang seimbang. Keterampilan sosial, membangun rasa percaya diri, dan membantu mengatasi stres, mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak, mempertajam dan memperluas kesadaran anak.Yoga yang dilakukan dengan baik dan teratur dapat membantu anak untuk menjadi lebih tenang.