Senin, 29 Agustus 2011

Tepuk Tangan (Gerak Dan Lagu, Senam Anak, Manfaat Tepuk Tangan dengan Lagu, Lagu Penjumlahan dan Menghitung, Lagu Ceria Permainan)

C

Tepuk tangan dua jari

G

Tepuk tangan empat jari

C Am F G

Tepuk tangan enam jari…

G C

Dan kudengar suara yang smakin keras

C

Tepuk tangan enam jari

G

Tepuk tangan delapan jari

C Am F G

Tepuk tangan spuluh jari

G C

Dan kudengar suara yang paling keras




Nyanyikan dan ajaklah buah hati untuk bertepuk tangan... Saya yakin, mereka akan gembira menyanyikan lagu ini... Apalagi bila disertai dengan gerakan kaki seperti berbaris dengan kaki dihentakkan sesuai dengan irama lagu...
Selamat Bernyanyi dan Belajar Angka....
Kak Zepe
Blog lagu, dongeng, pendidikan anak:
http://www.lagu2anak.blogspot.com
http://www.funchildsongs.blogspot.com(Zepe Heru Saputra S.S)

Tepuk Tangan (Gerak Dan Lagu, Senam Anak, Manfaat Tepuk Tangan dengan Lagu, Lagu Penjumlahan dan Menghitung, Lagu Ceria Permainan)

C

Tepuk tangan dua jari

G

Tepuk tangan empat jari

C Am F G

Tepuk tangan enam jari…

G C

Dan kudengar suara yang smakin keras

C

Tepuk tangan enam jari

G

Tepuk tangan delapan jari

C Am F G

Tepuk tangan spuluh jari

G C

Dan kudengar suara yang paling keras




Nyanyikan dan ajaklah buah hati untuk bertepuk tangan... Saya yakin, mereka akan gembira menyanyikan lagu ini... Apalagi bila disertai dengan gerakan kaki seperti berbaris dengan kaki dihentakkan sesuai dengan irama lagu...
Selamat Bernyanyi dan Belajar Angka....
Kak Zepe
Blog lagu, dongeng, pendidikan anak:
http://www.lagu2anak.blogspot.com
http://www.funchildsongs.blogspot.com(Zepe Heru Saputra S.S)

Cita-Citaku,( Lagu Anak Tentang Cita-cita Jadi Dokter, Lagu Profesi, Lagu Pekerjaan, Tematik, Pendidikan Anak Usia Dini, Lagu Mengajar Anak)

CITA - CITAKU


C G

Ku mau jadi dokter

Am G

Bila besar nanti

C G

Ku mau jadi insinyur

Am G

Saat aku dewasa

F G

Ku kan rajin belajar

C G

Dan pergi ke sekolah

F G

Agar tercapai semua

C

Cita-citaku….



Blog lagu, dongeng, pendidikan anak:
http://www.lagu2anak.blogspot.com
http://www.funchildsongs.blogspot.com
(Zepe Heru Saputra S.S)

angka 3 (three) bisa juga kita bentuk jadi gambar burung yang lain .gambar burung dari tiga ini di gambar dengan program paint .


Burung (BIRD)yang ada di indonesia cukup banyak jenisnya .burung yang sudah akrab dengan kita adalah burung yang sering di pelihara di rumah rumah.ada yang di pelihara karena bulunya yang bagus ,ada juga yang di pelihara karena pandai berkicau.jenis makanan burung bisa di lihat dari bentuk kaki dan paruhnya.burung pemakan biji bijian berbeda bentuk paruh dan kakinya dengan burung pemakan buah ,berbeda juga dengan burung pemakan daging .dan masih banyak lagi jenis burung dialam kita ini.


http://johan-ajis.blogspot.com/2011/08/angka-3-three-bisa-juga-kita-bentuk.html

mendongeng

Mendongeng
jaman sekarang televisi sudah hadir di setiap ruang keluarga ,bahkan menjadi hiburan murah yang tak pernah berhenti menyajikan berbagai hiburan yang bisa dipilih dengan mudah ,tinggal memencet nomer nomor tombol remote control dengan mudah acara demi acara bisa didapatkan .berbagai program televisi mulai dari filem kartun hingga sinetron yang tidak tepat untuk ditonton anak-anak dengan mudah bisa di dapatkan.
Bahkan seolah olah televisi sudah menjadi penghibur yang menenangkan anak ketika ibunya sedang sibuk di dapur.
Dongeng masih kurang mendapat tempat dalam dunia anak dibandingkan dengan acara acara televisi.tetapi tidak menutup kemungkinan ketika anak anak mulai diperkenalkan dengan dongeng mereka sangat menyukai dan berharap selalu di bacakan dongeng atau cerita.
Dengan mendengarkan cerita atau dongeng daya pikir dan imajinasi anak terasah dan berpeluang untuk berproses sesuai umur dan kemampuan anak .hal ini tidak bisa dicapai bila menonton televisi.
Apabila pendongeng atau penceritanya adalah orang tua maka hubungan antar orang tua dan anak menjadi lebih erat dan dongeng menjadi sarana komnikasi yang persuasif
Cerita atau dongeng merupakan media efektif menanamkan berbagai nilai etika pada anak,Bahkan mampu menumbuhkan rasa empati seperti nilai nilai kejujuran ,rendah hati,kesetia kawanan,kerja keras atau untuk menumbuhkan kebiasaan sehari- hari tentang pentingnya makan sayur dan menggosok gigi.

Dengan cerita atau dongeng anak dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai-nilai tanpa harus di perintah,mereka akan meneladani tokoh cerita dalam dongeng yang di sampaikan.
Dongeng juga merupakan langkah awal menumbuhkan minat baca pada anak ,yang dimulai dari membaca buku buku dongeng yang baru dibacakan,yang lama lama berkembang ke buku yang lain ,sains agama ataupun pengetahuan yang lain.
Kapan anak bisa dibacakan cerita atau dongeng ?
Sejak usia pra sekolah anak sudah bisa mendengarkan dongeng atau cerita. Dengan memilih cerita cerita sederhana ,misalnya dongeng binatang
Untuk anak usia Sekolah Dasar bisa kita pilihkan cerita yang mengandung pesan moral nilai nilai etika dan problem solving..
:keberhasilan suatu dongeng tidak hanya ditentukan oleh daya imajinatif tetapi juga kesadaran dan kemampuan pendongeng untuk membuat pertunjukan yang menarik.



Kak azis/.sumber Kak Agus Ds 
http://johan-ajis.blogspot.com/2011/04/mendongeng.html

pengertian dongeng


Pengertian DONGENG
PENGERTIAN DONGENG

Dongeng termasuk dalam cerita rakyat lisan. Menurut Danandjaja (1984) cerita rakyat lisan terdiri atas mite, legenda, dan dongeng. Mite adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohkan oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain, bukan di dunia seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Sedangkan legenda adalah cerita rakyat yang mempunyai cirri-ciri mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Legenda ditokohkan oleh manusia, walaupun kadang-kadang mempunyai sifat luar biasa dan sering kali dibantu oleh makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadinya belum terlalu lampau. Sebaliknya, dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga dongeng yang melukiskan kebenaran, berisi ajaran moral, bahkan sindiran.


Menurut Anti Aarne dan Stith Thompson, dongeng dikelompokkan dalam empat golongan besar, yaitu :

1. Dongeng binatang

Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang peliharaan atau binatang liar. Binatang-2 dalam cerita jenis ini dapat berbicara atau berakal budi seperti manusia. Di Negara-negara Eropa binatang yang sering muncul menjadi tokoh adalah rubah, di Amerika Serikat binatang itu adalah kelinci, di Indonesia binatang itu Kancil dan di Filipina binatang itu kera. Semua tokoh biasanya mempunyai sifat cerdik, licik dan jenaka.

2. Dongeng biasa
Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia atau biasanya adalah kisah suka duka seseorang, misalnya dongeng Ande-Ande Lumut, Joko Kendil, Joko Tarub, Sang Kuriang serta Bawang Putih dan Bawang Merah.

3. Lelucon atau anekdot
Lelucon atau anekdot adalah dongeng yang dapat menimbulkan tawa bagi yang mendengarnya maupun yang menceritakannya. Meski demikian, bagi masyarakat atau orang menjadi sasaran, dongeng itu dapat menimbulkan rasa sakit hati.

4. Dongeng Berumus
Dongeng berumus adalah dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng ini ada tiga macam, yaitu dongeng bertimbun banyak (cumulative tales), dongeng utk mempermainkan orang (catch tales), dan dongeng yang tidak mempunyai akhir (endless tales)

Pada mulanya kegiatan bercerita atau menuturkan cerita hanya dilakukan dan ditujukan untuk orang dewasa, misalnya para prajurit, nelayan, dan musafir yang sering kali tidur di tenda-tenda. Biasanya yang diceritakan adalah cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun temurun dari mulut ke mulut.

Na
mun, pada beberapa kebudayaan, para orang tua dan muda berkumpul bersama untuk mendengarkan dongeng yang dibawakan oleh seorang tukang cerita atau pendongeng yang di beberapa kebudayaan biasanya merangkap sebagai tabib. Selain menyampaikan hiburan, pendongeng biasanya juga menyampaikan atau mengajarkan adat kebiasaan dan moral kepada orang muda

Masyarakat Indonesia sudah mengenal dongeng sejak zaman dulu. Di Sumatra misalnya, ada orang yang biasa disebut “pelipur lara”. Pelipur lara adalah punggawa kerajaan yang bertugas menghibur raja, permaisuri, dan anggota keluarga istana lainnya. Di Aceh tukang cerita disebut “pmtoh (kope)”, sedangkan di Jawa ada yang disebut sebagai “tukang kentrung”. Tukang kentrung berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sambil membawa semacam tambur yang disebut “terbang”. Di Jakarta (Betawi) ada “syahibul hikayat”. Mereka mendongeng sambil diiringi alat-alat tersebut dan cerita-cerita yang dituturkan biasanya bersifat religius atau magis.

Pada perkembangan selanjutnya, kegiatan mendongeng kemudian diambil alih oleh para pengasuh anak, orang tua, serta nenek dan kakek, terutama sejak ditemukannya mesin cetak pada abad kelima belas atau tepatnya pada tahun 1450, sehingga penuturan cerita yang biasanya dilakukan oleh para penutur cerita tradisional semakin menyurut karena orang mulai membaca buku cerita sendiri.

Kini kegiatan bercerita atau menuturkan cerita secara lisan, yang biasanya dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya, lebih sering disebut mendongeng. Di Indonesia cerita-cerita yang didongengkan bermacam-macam, bisa berupa mite, legenda, atau dongeng. Cerita-cerita tsb kemudian menjadi bagian dari budaya masyarakat dan kegiatan mendongeng menjadi sebuah tradisi yang diturunkan secara turun temurun. Cerita atau dongeng yang disampaikan biasanya berisi pesan moral dan ajaran-ajaran budi pekerti bagi pendengarnya, dan biasanya disampaikan dengan bahasa kiasan atau dengan kalimat yang diperindah.

Dongeng berkembang terus baik bentuk maupun cirri-cirinya. Beberapa dongeng biasanya dihafalkan oleh si pendongeng hingga ia bisa menceritakannya ulang kepada para pendengar, dan akhirnya pendongeng akan selalu punya keinginan mendongeng. Dongeng itu sendiri banyak ragamnya, tergantung dari latar belakang budaya tempat dongeng itu berada atau berasal. Meski demikian, dongeng tidak seratus persen menjadi cerminan dan karakter masyarakat tempat dongeng itu berkembang. Boleh juga dikatakan dongeng dan mendongeng sebagai cerminan atau jejak akar budaya daerah tempat munculnya kebiasaan-2 dari kehidupan masyarakatnya. Namun, masyarakat di Jepang tidak menganggap cerita di dalam dongeng benar-benar terjadi. Hal ini disebabkan karena dongeng tidak terikat pada tempat dan waktu, dan juga tidak terikat siapa yang harus mendongeng.

Mendongeng harus dilakukan dengan cara-cara yang benar, seperti orang tua yang sedang memberi nasihat atau mengajarkan sesuatu kepada anaknya, yaitu harus dilakukan dengan cara lemah lembut dan penuh kasih sayang. Di beberapa Negara, seperti Indonesia, Jepang, atau Filipina, dongeng seringkali disampaikan dengan menggunakan alat peraga berupa boneka atau wayang (traditional puppet)

Seorang budayawan dan ahli sastra yang peduli akan pelestarian cerita-cerita rakyat, khususnya cerita bagi anak-anak Indonesia, Ibu Faizah Sulaiman Bustam Kamri, menyatakan bahwa sastra rakyat – khususnya sastra lisan – boleh dijadikan sumber pengajaran yang menarik bagi pengajaran bercerita. Di dalam kuliahnya, Ibu Faizah menegaskan bahwa di dalam bercerita juga diperlukan adanya ketertarikan pada sastra, dan kemampuan atau skillyang dimiliki seseorang akan membantu mengalirkan cerita menjadi sastra lisan. Secara tidak langsung penutur cerita dapat disebut sebagai pendongeng, karena biasanya ia sudah mampu untuk menguasai bagian-bagian yang harus dikuasai oleh seorang pendongeng, misalnya mengatur alur cerita dan juga mampu mengatasi emosi para pendengar dongengnya, dan terutama emosinya sendiri.

Hal penting yang akan Anda dapatkan saat mendongeng, yaitu secara tidak sadar Anda akan mengungkapkan imajinasi dan pikiran Anda dengan cara bermain dan gembira. Saat mendongeng, Anda akan dapat menumpahkan perasaan dan emosi positif, menunjukkan jati diri, bersosialisasi, memberikan pengetahuan kepada orang lain, memberikan kegembiraan kepada orang lain, menebarkan pesona yang terpendam dalam diri Anda yang selama ini belum terungkap, dan juga menciptakan pertemuan kecil yang amat bermanfaat.

Khusus bagi anak, dongeng dapat memberikan rangsangan bagi kecerdasan anak, karena melalui kegiatan bermain, bercanda, dan berinteraksi, maka kemampuan berpikir logis dan rasional akan terpacu sehingga membantu percepatan belajar anak (accelerated learning). Dampak positif yang nyata pada anak adalah munculnya perkembangan dan kemampuan emosi (emotional quotion) anak dengan sendirinya (tanpa paksaan) sehingga akan terbentuk sikap kreatif, ramah, mudah bergaul, spontan dalam merespons sekitarnya, dan terbangun empati pada lingkungan dan orang lain yang ada disekitarnya.

Ada baiknya kita menepis kesalahpahaman terhadap dongeng sebagai bualan, omong kosong, atau cerita bohong belaka. Sebaliknya, bila kita menaruh empati dan harapan positif pada dongeng, niscaya kita akan menggali dan mendapatkan manfaat yang berlimpah dari dongeng dan mendongeng.

Setelah memahami arti dongeng dan mendongeng, maka penulis akan mengajak pembaca utk melaksanakan dan merealisasikan keinginan untuk mendongeng yang selama ini terpendam.

Penulis, Kak Agus DS

http://johan-ajis.blogspot.com/2011/08/pengertian-dongeng.html

angka 4 (FOR) bisa di jadikan gambar rumah

angka empat ini bisa juga di jadikan gambar rumah

gambar ini di gambar menggunakan program Paint                                                                                                                  http://johan-ajis.blogspot.com/2011/08/angka-4-for-bisa-di-jadikan-gambar.html

10 Tips Mengatasi Anak Didik Jenuh Belajar di Kelas - (Agar anak tidak bosan belajar di sekolah) - By Kak Zepe, Penulis Lagu Anak

Agar Anak Tidak Jenuh Belajar Di Kelas

Sebagai pengajar, saya kadang menjumpai anak-anak didik saya terlihat  lesu atau bahkan tidak konsentrasi dalam belajar. Sehingga dampak yang paling buruk adalah anak-anak malah ngobrol sama temannya atau maen seenaknya sendiri. Mungkin sebagai pengajar anda juga pernah mengalami hal demikian. Apa langkah kita selanjutnya apabila kita menjumpai anak didik kita terlihat bosan dan malas belajar?

recgymnastics.com
1.Metode belajar sambil bermain
Hmmm…. Mungkin kita terlalu banyak memberikan materi pelajaran yang terlalu serius. Untuk yang satu ini, semua pendidik anak usia dini pasti tahu. Menggunakan metode belajar sambil bermain adalah suatu hal yang mutalk untuk diterapkan. Misalnya mengajarkan penjumlahan dengan cara menghitung jumlah pintu di sekolah, jumlah kursi di kelas, dan masih banyak cara yang lain.


2.Ubah posisi tempat duduk
Anak-anak memang pribadi yang cepat bosan. Apalagi bila mereka duduk di tempat yang itu-itu saja. Kita bisa mengubah posisi tempat duduk tiap anak setiap minggu atau setiap dua minggu, supaya anak bisa akrab tidak hanya dengan teman yang itu-itu saja, malainkan dengan setiap anak. Kita juga bisa mengubah posisi tempat duduk. Tidak hanya melulu anak harus menghadap papan tulis, kadang kita juga bisa mengubah formasi tempat  duduk menjadi sebuah lingkaran dan kita mengajar di tengah, kadang hanya memakai karpet, dan masih banyak lagi.

3. Adakan kegiatan outdoor
Kegiatan outdoor ini tidak melulu hanya maen-maen di luar kelas lho. Alangkah lebih baik bila kita juga sudah menyiapkan sebuah materi pelajaran yang menarik buat anak-anak. Misalnya cara menanam pohon ketela, cara menanam tanaman cabe, dan masih banyak lagi.

4.Belajar sambil bernyanyi
Kegiatan bernyanyi memang sangat diminati oleh anak-anak. Sebelum memulai memberikan materi, alangkah lebih baik bila kita mengajak anak-anak untuk bernyanyi terlebih dahulu. Lagu bisa berfungsi ganda. Yaitu bisa membangkitkan mood anak-anak, dan sebagai reminder. Remider yang saya maksud adalah agar anak-anak bisa lebih mudah dalam menyerap materi ilmu yang akan kita berikan, dan agar anak-anak lebih mudah mengingat materi pelajaran yang telah kita berikan (setelah selesai mengaja, anak-anak menjadi lebih mudah mengingatnya kembali). Misalnya sebelum kita mengajarkan anak-anak materi pengenalan huruf, kita ajak anak-anak menyanyikan lagu ABC.

5.Belajar sambil mendongeng
Mendongeng tidak hanya berfungsi sebagai peningkat kecerdasan imajinasi anak, namun dengan mendongeng, ternyata kita juga bisa memberikan suatu materi pelajaran. Misalnya pada saat kita mendongeng tentang seekor bebek, kita bisa menyelipkan materi pelajaran pengenalan angka dengan cara membuat angka dua menjadi seekor bebek. Selagi anak-anak asyik mendengar cerita kita, anak-anak pun bisa belajar mengenal angka.

6.Belajar sambil menari / bergerak
Sambil menari pun kita bisa mengajar anak-anak lho…  . Hmm… meskipun saya tidak pandai menari saya akan mencoba memberikan contoh. Misalnya dengan lagu ini: BIG, BIG, BIG. Nah… Dengan lagu ini, anak-anak tidak hanya bisa menari atau bergerak, tapi juga bisa belajar pengenalan nama hewan, lawan kata, dan tentu saja pelajaran bahasa Inggris.

7.Menggambar / mewarnai sambil belajar
Untuk yang satu ini, kita bisa mengajak anak-anak untuk menulis A sampai Z, di sebuah kertas gambar, lalu mendekorasi di bagian-bagaian yang kosong lalu mewarnainya. Atau bila anak-anak belum bisa menulis, kita bisa menyiapkan kopian gambar-gambar huruf, lalu meminta anak untuk mewarnainya, dan mendekorasi bagian kertas yang kosong.

8. Menghafal kata sambil bertepuk tangan
Dengan bertepuk tangan kita tidak hanya bisa meningkatkan kecerdasan motorik anak, namun juga bisa mentrasnfer ilmu. Misalnya dengan mengajak anak-anak untuk menyebutkan kata-kata dengan satu, dua, atau tiga suku kata. Lalu mengajak mereka untuk bertepuk tangan saat mengucapkannya. Misalnya: ru - mah, diucapkan dengan cara bertepuk tangan sebanyak dua kali seiring dengan suku kata yang diucapkan.

9.Free Time
Mungkin karena terlalu banyak kegitan yang kita buat untuk anak-anak, anak-anak menjadi malas belajar. Free Time atau waktu bebas juga sangat penting lho… Hal ini dilakukan agar anak-anak bisa merasa “bebas” dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk bereksplorasi secara bebas, dan mencegah ketegangan. Free time bisa dilakukan di dalam ruangan (bermain lego, balok, dll) ataupun di luar ruangan (maen ayuanan, mobil-mobilan, dll).

10. Mengatasi  masalah kita sendiri
Sadar atau tidak sadar, kadang hal yang membuat anak-anak menjadi bosan belajar adalah karena diri kita yang kurang bisa membawa anak-anak pada suasana belajar yang ceria. Nah… Kalau itu masalahnya, tentu lain soal lagi dan tentu saja lain solusinya. Lain waktu, saya akan mencoba membahas hal ini.

Karya Kak Zepe, lagu2anak.blogspot.com :)
http://networkedblogs.com/meGxd

gambar kratif dari angka tiga

buatlah angka 3 terbalik,lengkapilah dengan bentuk kepala dan tambahkan gambar buah angka tiga bisa kita jadikan gambar tupai,warnailah sesuai imajinasi,atau barangkali pernah melihat tupai warnail seperti yang pernah kau lihat.


 




warnai sesuai imajinasi
angka tiga juga bisa jadi gambar monyet


ikutilah langkah langkahnya


http://johan-ajis.blogspot.com/2011/08/gambar-kratif-dari-angka-tiga.html?spref=fb

Pentingnya Mengajar Anak Menulis Tanpa Menulis (Teori / Latihan menulis untuk anak TK dan PAUD) - By Kak Zepe, Pencipta Lagu Anak Usia Dini

Pentingnya Mengajar Anak Menulis Tanpa Menulis


b9design.ca
Saya pernah mengikuti kursus gitar di sebuah lembaga  musik. Saat pertama kali saya datang, sang guru tidak langsung mengajarkan teori bermain gitar.  Mengetahui jari-jari tangan saya terlihat lemah, dia mengajarkan beberapa tehnik menguatkan jari. Salah satunya dengan memainkan “do re mi fa sol la si do” mulai dari gerakan lambat, hingga cepat. Dalam hati saya bertanya,”Ini mah gampang… Belajar sendiri juga bisa.” Seiring perjalanan waktu, saya menyadari tujuan dari tehnik menguatkan jari tersebut. Ternyata setelah jari saya kuat, saya bisa lebih mudah menguasai tehnik bermain gitar yang lain.Bagaimana dengan tehnik belajar menulis untuk anak usia dini?



Secara teori,  anak-anak usia dini memang belum diijinkan menulis. Hal ini disebabkan karena dikhawatirkan anak-anak menjadi lemah dalam peningkatan kecerdasan yang lain. Misalnya kecerdasa sosial, motorik, emosional, dan lain-lain, karena otak sudah terbebani dengan teori-teori menulis yang tentu saja bisa membuat anak menjadi capek untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasan mereka yang lain.

Itulah kenapa PAUD dan TK, anak lebih banyak diajarkan “teori menulis” dengan cara mengajak mereka bermain wax (lilin  lembek), mewarnai, menggambar, meremas-remas kertas, senam jari, bertepuk tangan, dan permainan-permainan yang lain yang bertujuan untuk menguatkan jari anak-anak tanpa banyak memberikan teori. Bahkan ada beberapa pendidik PAUD yang  sengaja mengajak anak-anak untuk membawa pensil  berukuran besar saat  menggambar atau menulis, supaya apa? Supaya anak-anak bisa merasa lebih ringan saat menggunakan pensil berukuran lebih kecil.

Walaupun kadang kita  bisa sedikit-sedikit memberikan teori menulis, misalnya cara membuat  huruf A sampai Z, kita jangan memarahi atau menyalahkan mereka (apalagi dengan nada keras), yang bisa mengurangi mood mereka untuk belajar menulis atau bahkan bisa membuat anak-anak menjadi STRESS. 
Jadi bila buah hati kita belum bisa menulis dengan baik, jangan paksa mereka menulis (terutama yang berusia di bawah tujuh tahun). Namun biarlah mereka bermain dan melakukan aktivitas-aktivitas lain, yang bisa menguatkan otot-otot jari mereka. Saya yakin, kalau otot-otot jari mereka kuat, mereka pasti akan mampu menulis dengan baik dan lebih cepat. Seperti saya yang kini bisa bermain gitar dengan baik (meski tidak jago…. Hehehehe), semua karena jari-jari saya sudah cukup kuat untuk memainkan beberapa akord gitar.

Karya Kak Zepe, lagu2anak.blogspot.com
http://networkedblogs.com/mf2ny

TIps Guru Hari Pertama Mengajar (Tips Menghadapai Siswa Di Hari Pertama Mendidik)



Tips Guru Hari Pertama Mengajar

acesf.8m.com
Hari pertama mengajar, tentu saja merupakan hari yang sangat  menentukan bagi seorang guru atau pendidik anak usia dini. Kenapa? Karena meski anak-anak masih sangat polos, mereka juga tidak kalah dalam menilai seseorang. Malah justru karena kepolosan merekalah, seorang pendidik anak usia dini harus bisa memanfaatkan kesempatan ini sebagai ajang menarik hati para anak didik.

a. Materi pelajaran
    Yang pasti persiapan materi  mengajar haruslah benar-benar dipersiapkan baik-baik. Materi haruslah benar-benar yang menarik. Sebisa mungkin segala talenta yang kita  punya, bisa kita tunjukkan kepada anak-anak didik. Misalnya
bila anda pandai  bernyanyi,  persiapkanlah  lagu yang terbaik buat   anak-anak didik. Bila anda pandai kerajinan tangan, buatlah sebuah karya kerajinan tangan yang nantinya bisa menjadi media pengajaran buat anak-anak didik. Supaya mereka benar-benar tahu, kalau  kita patut dihormati dan dihargai sebagai  guru dengan menunjukkan kualitas diri kita. Karena pada hari pertama itulah, anak-anak biasanya juga ditanya sama orang tuanya,”Nak… gimana rasanya diajar sama Bunda Siti (bukan nama sebenarnya)?” Sehingga saat ditanya  sama orang tuanya, sang  anak bisa menjawab dengan jawaban yang luar biasa untuk didengarkan oleh orang tuanya.

b. Penampilan
Tampillah sebaik mungkin.  Penampilan ini tidak hanya berhubungan dengan pakaian kita,  malainkan juga “tindak tanduk” kita. Tampillah  sebaik mungkin,  bila perlu  pakai baju baru dan tubuh dan nafas  yang harus. Supaya anak-anak bisa betah berada di dekat kita.

c. Hati yang gembira
Semua orang pasti tidak pernah   lepas dari yang namanya masalah. Sebagai pendidik  anak usia dini, sebaiknya kita jangan membawa  urusan rumah  tangga kita ke dalam sekolah. Meski kita sedih, atau lagi marah, jangan sampai perasaan itu terbawa di kelas atau saat kita mengajar. Biasanya itu akan sangat mempengaruhi kualitas mengajar  kita di depan anak-anak.

d. Hati yang ikhlas
Kata bunda-bunda pendidik  PAUD, hati yang ikhlas adalah syarat  yang terpenting bagi seorang pendidik anak usia  dini. Karena dengan hati yang ikhlas,  masalah-masalah yang mungkin timbul di dalam kelas terasa menjadi  lebih ringan dan bisa terselesaikan dengan baik,  sehingga tubuh pun tidak mudah terasa  capek.


Karya Kak Zepe, lagu2anak.blogspot.com
http://networkedblogs.com/mhsvP

Jumat, 19 Agustus 2011


MEMBISIKKAN PESAN PERMAINAN SEDERHANA BERGUNA LUAR BIASA

(Modifikasi Permainan Tradisional Sebagai Sarana Pengembangan Kemampuan Anak)
Artikel ini telah dimuat pada :JENDELA (Jurnal Pendidikan dan Psikologi Indonesia)
Edisi 02, Mei 2009 MEDIA & ANAK-ANAK

PENDAHULUAN
Dunia anak adalah dunia bermain dan seringkali dikatakan bahwa bermain adalah “pekerjaan anak-anak”. Bermain memang merupakan alat belajar yang penting, karena bemain bagi anak tak ubahnya dengan belajar. Kedua hal ini yaitu belajar dan bermain sulit dibedakan karena anak belajar mengenal diri dan lingkungannya melalui bermain dengan alat maupun tanpa alat permainan. Selain itu, melalui bermain anak mampu membangun dunianya sendiri dengan imajinasinya dan mampu memahami kehidupan nyata melalui pengalaman yang diperolehnya ketika bermain.
Bermain merupakan salah satu sarana untuk tumbuh kembang dalam lingkungan budaya dan persiapan anak untuk belajar norma-norma dalam masyarakat.
Bermain juga merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang -ulang, biasanya dilakukan tanpa tujuan atau sasaran tertentu yang harus dicapai. Bermain dilakukan hanya untuk kesenangan saja. Jadi kegiatan apapun yang dilakukan anak demi untuk mendapat kesenangan dapat dikatakan sebagai bermain, baik dengan alat maupun tanpa alat. Alat yang digunakan untuk bermain disebut mainan. Selama ini kita sering menganggap bahwa yang dsebut mainan hanyalah boneka, mobil-mobilan, rumah-rumahan. Padahal yang bisa digolongkan sebagai mainan begitu luas. ” Segala benda yang dipakai untuk bermain dan menimbulkan rasa senang dalam diri anak, bisa disebut sebagai mainan “. Jadi apapun macamnya ( meja, kursi, panci, daun - daunan, kaleng, alat tulis, tanah, pasir, air, pelepah dan kayu ) dapat disebut sebagai mainan.
Pada saat ini, dimana teknologi canggih sudah merambah hampir seluruh wilayah tanah air seperti televisi, komputer dan internet mulai masuk ke rumah-rumah ditambah lagi dengan semakin menyempitnya lahan untuk arena bermain anak, maka kegiatan bermain anak– anakpun semakin berkurang. Anak lebih suka duduk diam di depan televisi untuk menonton ataupun bermain game atau permainan di dalam rumah lainnya yang bersifat individu. Hal ini banyak terjadi di daerah perkotaan. Sekarang ini jarang sekali kita melihat anak–anak di daerah perkotaan yang bermain–main bersama dengan teman–temannya, berlari–lari ataupun bersenang–senang berkelompok. Mereka umumnya sudah terlalu sibuk dengan kegiatannya masing–masing seperti sekolah, kursus piano, musik, les bahasa Inggris, les matematika, tennis, berenang ataupun kegiatan lainnya yang membuat anak tidak sempat menikmati indahnya dunia anak–anak melalui bermain dengan teman sebayanya.
Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau, budaya dan berbagai suku bangsa yang berbeda antara satu dengan lainnya memiliki banyak sekali permainan tradisional atau permainan rakyat. Kekayaan ini dimungkinkan karena setiap daerah biasanya memiliki ciri dan bentuk permainannya sendiri yang berbeda dengan daerah lainnya. Walaupun mungkin saja ada beberapa permainan tradisional suatu daerah mempunyai kemiripan dengan permainan daerah yang lainnya. Misalnya Sonda (Betawi) dengan Engklek (Jawa Tengah), Ultop (Sumatra Utara) dan Dor Pletok (Jawa Tengah).
Permainan tradisional/rakyat merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia, maka tugas kitalah untuk melestarikannya. Mengingat saat ini berbagai macam permainan tradisional tampaknya banyak yang mulai tergusur dengan hadirnya permainan– permainan impor yang lebih modern serta semakin menyempitnya lahan untuk bermain ditambah lagi dengan enggannya orangtua jika melihat anaknya bermain dengan sesuatu yang kotor dan tampak ‘jorok’
Pada artikel ini, penulis mencoba menyajikan sebuah permainan tradisional yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat yang lebih banyak bagi anak-anak yang memainkannya, yaitu Permainan Membisikkan Pesan. Permainan ini sering dimainkan oleh anak–anak dari berbagai tingkatan usia dan tidak membutuhkan peralatan ataupun arena permainan yang luas. .Oleh karena itu, selain untuk melestarikannya, Hasil modifikasi permainan ini juga dapat digunakan untuk kegiatan pembelajaran di sekolah (Taman Kanak–kanak maupun Sekolah Dasar) yang dapat membantu anak mengembangkan aspek–aspek perkembangannya secara menyeluruh dan terpadu secara optimal.
Sebelum membahas tentang permainan tersebut, mari kita tinjau sejenak beberapa teori tentang bermain.
Menurut Rebecca Isbell (Isbell,1995), “Play is children’s work and children want to play. In play, children develop problem solving skills by trying different ways of doing things and determining the best approach. In play children use language to carryout their activities, expanding and refining their language as they talk with and listen to the other children. When playing, they learn about other people as they try out different roles and adjust to working together. Play nurtures children’s development in all areas: Intellectual, social/emotional and physical “
Bermain bagi anak adalah apa yang mereka lakukan sepanjang hari, bermain adalah kehidupan dan kehidupan adalah bermain. Anak–anak tidak membedakan antara bermain, belajar, dan bekerja. Anak-anak adalah pemain alami, mereka menikmati bermain dan dapat berkonsentrasi dalam waktu yang lama untuk sebuah keterampilan. Bermain merupakan motivasi intrinsik bagi anak dan tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dalam bermain anak mengembangkan mentalnya dan menumbuhkan kemampuannya untuk memecahkan masalah dalam hidupnya (perkembangan sosial) dan mengembangkan motoriknya. Tidak ada satu definisi yang dapat menjelaskan arti bermain yang sebenarnya (Mayesky, 1990).
Permainan anak-anak merupakan wadah dasar dan indikator perkembangan mental. Bermain memungkinkan anak-anak untuk memajukan perkembangannya seperti sensorimotor, intelegensi pada bayi , mulai dari operasional sampai operasional konkrit pada anak pra sekolah juga mengembangkan kognitif, fisik, dan perkembangan sosial emosional (Maxim , 1992).
Menurut beberapa tokoh lainnya , arti bermain adalah: aktivitas bermain adalah kegiatan spontan yang tidak memiliki tujuan duniawi yang riil; menurut Plato, Aristoteles dan Frobel bermain merupakan kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak; dan Hurlock menganggap bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Bermain bagi anak, selain merupakan alat belajar juga merupakan kebutuhan bagi setiap anak. Manfaat bermain bagi anak adalah:
1. anak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri, baik perkembangan fisik (melatih keterampilan motorik kasar dan motorik halus), perkembangan psiko sosial (melatih pemenuhan kebutuhan emosi), serta perkembangan kognitif (melatih kecerdasan)
2. bermain merupakan sarana bagi anak untuk bersosialisasi;
3. bermain bagi anak-anak adalah untuk melepaskan diri dari ketegangan;
4. bermain merupakan dasar bagi pertumbuhan mentalnya;
5. melalui bermain anak-anak dapat mengeluarkan energi yang ada dalam dirinya ke dalam aktivitas yang menyenangkan;
6. melalui bermain anak-anak dapat mengembangkan imajinasinya seluas mungkin. Mereka bisa menjadi raja/ratu, dapat menjadi hewan, menerbangkan pesawat ataupun membangun gedung yang megah:
7. melalui bermain anak-anak dapat berpetualang menjelajah lingkungan dan menemukan hal-hal baru dalam kehidupannya;
8. melalui bermain anak dapat belajar bekerja sama, mengerti peraturan, saling berbagi dan belajar menolong diri sendiri dan orang lain serta menghargai waktu;
9. bermain juga merupakan sarana mengembangkan kreativitas anak;
10. bermain dapat mengembangkan keterampilan olah raga dan menari;
11. Melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada tugas tertentu.
Aspek–aspek perkembangan anak akan dapat berkembang atau dilatih ketika anak melakukan suatu permainan. Setiap permainan memiliki cara dan keistimewaan sendiri yang berbeda–beda dalam mengembangkan kemampuan setiap anak. Namun secara umum aspek yang dikembangkan ketika anak bermain atau melakukan suatu permainan adalah sebagai berikut. 1) Emosional, Anak dapat mengekspresikan perasaannya ketika bermain, menyalurkan rasa ingin tahu, kebanggaan, kesenangan, kesedihan, kemauan, berpusat pada diri sendiri, antusias dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. 2) Intelektual (kognitif), dapat berupa kesiapan anak, kemampuan untuk menggambarkan hubungan antara lingkungan, kesadaran pada perubahan lingkungan, kepekaan intelektual merupakan kemampuan berpikir dengan cara-cara yang rasional untuk memutuskan secara efektif, pemecahan masalah dan mempelajari jenis-jenis benda. 3) Fisik-motorik, merupakan kemampuan untuk mengkoordinasikan visual dan gerakan dengan cara mengontrol tubuh. Aspek perkembangan fisik meliputi motorik kasar (gerakan anggota tubuh seperti kaki, tangan dan kepala serta badan) dan motorik halus (kemampuan jari–jari tangan seperti menulis, menggambar, mewarnai dan lain–lain). Perubahan perkembangan fisik mudah diamati. 4) Sosial, merupakan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya, berkomunikasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, memahami berbagai aturan dalam masyarakat, bekerjasama, menjadi bagian dari kelompok, tolong–menolong, mau berbagi, memahami perasaan dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. 5) Bahasa, yang didefinisikan sebagai arti pengorganisasian berpikir, perasaan dan pemahaman kedalam ekspresi untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain. 6) Seni, merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari bahan-bahan yang ada yang dapat berguna, peningkatan kesadaran dan penggunaan pengalaman perseptual yang bervariasi dengan inti pada pengamatan visual dan penggunaan indra pada kegiatan bermain.. Bentuk-bentuk kreativitas dapat dihasilkan dari kebebasan mengeksplor, kebebasan emosi dan mencoba berbagai hal ketika anak bermain.

Sekilas tentang Permainan Membisikkan Pesan
Permainan Membisikan Pesan merupakan permainan tanpa alat, sehingga bisa dimainkan kapan saja. Permainan ini merupakan permainan yang bersifat kompetitif antara dua kelompok anak dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3–10 anak terdiri dari anak laki-laki maupun perempuan, sehingga menimbulkan kebanggaan bagi kelompok yang memperoleh kemengangan lebih banyak. Biasanya kelompok yang kalah akan menantang kembali untuk bermain keesokan harinya.
Cara memainkan permainan ini adalah peserta bisa dibagi dalam dua kelompok. Tiap kelompok duduk dalam suatu barisan dari depan ke belakang. Pemimpin akan membisikkan sebuah kata/kalimat singkat ke telinga anak pertama, tanpa mengulanginya. Anak pertama tersebut meneruskan pesan tersebut pada orang kedua di belakangnya tanpa mengulangi kata/kalimat tersebut. Anak kedua meneruskan pada anak ketiga dan seterusnya. Pemimpin akan mengecek kembali kata/kalimat tersebut pada anak yang terakhir, apakah sesuai dengan pesan aslinya. Orang terakhir dari kelompok yang dapat menyebutkan pesan sesuai dengan aslinya keluar sebagai pemenang.
Aspek yang dikembangkan dalam permainan ini adalah: Bahasa (melatih indra pendengaran yaitu dengan berusaha mendengar suara yang sangat pelan (bisikan) dan memahami pesan yang harus disampaikan; Sosial (melatih kebersamaan, kekompakan, kerja sama, dan merasakan dirinya menjadi bagian dari kelompoknya serta mempunyai peran dalam kelompoknya dan sportivitas); Emosional (melatih anak untuk mengungkapkan perasaan, meluapkan kegembiraan jika menang, menahan diri untuk tidak membisiki pesan dengan keras, memotivasi teman serta tidak mudah menyerah).
 
http://mychildworlds.blogspot.com/2009_10_01_archive.html

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI INDONESIA MELALUI PROGRAM PEMBELAJARAN AUDIO INTERAKTIF UNTUK GURU DAN ANAK DIDIK

Menggali Potensi Audio dan Radio Interaktif dalam Memberikan Layanan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia

Oleh:
Drs. Denny Setiawan, M.Ed., Dra. Sri Tatminingsih, dan Afnidar, SPd., M.Sc.

Paper/Makalah ini telah diseminarkan dalam
Persidangan Antar Bangsa Pembangunan Malaysia- Indonesia Sempena dan Peluncuran Alumni UKM Cawangan Indonesia
4-5 April 2009, Hotel Park Lane - Jakarta


ABSTRAK

Dewasa ini pemerintah Indonesia melalui Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini sedang menggalakkan program pendidikan anak usia dini yang mencakup usia 0 – 8 tahun. Dalam upaya penggalakkan program tersebut, pemerintah Indonesia menghadapi berbagai masalah, diantaranya yang menonjol adalah bagaimana membuat sebanyak mungkin anak usia dini ikut dalam program pengembangan anak usia dini dan bagaimana menciptakan program pendidikan anak usia dini yang berkualitas. Berbagai model pembelajaran telah dijajagi oleh pemerintah Indonesia untuk menemukan model pembelajaran anak usia dini yang sesuai dan berkualitas serta dapat diaplikasikan di berbagai kondisi daerah di Indonesia. Menanggapi hal tersebut, pada tahun 2006 Pemerintah Amerika Serikat melalui program Decentralized Basic Education 2 (DBE2) yang dikelola oleh USAID mengajak Universitas Terbuka (UT) dan Pusat Teknologi informasi dan Komunikasi Pendidikan (PUSTEKKOM) mengembangkan program pembelajaran untuk pembelajaran anak usia Taman Kanak-kanak melalui teknologi sederhana yaitu audio interaktif. Program tersebut secara simultan dapat digunakan untuk melatih guru atau calon guru TK yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan anak usia dini dan mengembangkan potensi anak didik secara optimal. Keikutsertaan berbagai pihak yang kompeten dalam pengembangannya, membuat program ini mampu mencapai kualitas yang tinggi dalam bidang pengembangan anak usia dini, khususnya usia 5-6 tahun. Teknologinya yang sederhana membuat program ini dapat diaplikasikan di berbagai kondisi daerah di Indonesia. Tulisan ini merupakan kajian tentang kemungkinan penerapan secara luas program IAI dan IRI di Indonesia dalam rangka memecahkan masalah pemerataan dan peningkatan layanan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia
Pendahuluan

Dewasa ini Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini tengah gencar-gencarnya mengembangkan dan menyebarluaskan pendidikan anak usia dini (PAUD) ke seluruh pelosok Indonesia. Gerakan sadar PAUD ini dimulai dari timbulnya kesadaran pemerintah akan perlunya memperhatikan pendidikan anak sejak usia dini. Dalam upaya pemerataan dan peningkatan kualitas layanan PAUD, Pemerintah Indonesia menghadapi serangkaian masalah yang rumit. Berbagai model pendidikan jarak jauh telah dijajagi namun sampai saat ini tidak satupun model yang secara luas telah diaplikasikan ke seluruh pelosok Indonesia. Tulisan ini akan menguraikan peranan potensial yang dapat dimainkan oleh teknologi sederhana dalam membantu pemerintah Indonesia mensukseskan program layanan PAUD dan mendiskusikan apakah penggunaan CD player dan radio dapat menawarkan cara dengan biaya yang efektif (cost-effective) menuju pencapaian layanan PAUD berkualitas tinggi.

Sementara itu, program pembelajaran audio dan radio interaktif telah mencapai keberhasilan di dunia dalam beberapa dekade belakangan ini. Dengan pertimbangan tersebut, dalam rangka membantu Pemerintah Indonesia mengembangkan dan memeratakan layanan PAUD, The United States Agency for International Development (USAID) bermitra dengan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia sedang mengimplementasikan program percontohan pembelajaran audio interaktif atau interactive audio instruction (IAI) untuk anak usia 5-6 tahun dan guru TK di tujuh provinsi. Tulisan ini mendiskusikan potensi IAI untuk menyampaikan layanan PAUD berkualitas tinggi dan kemungkinan mengambil program percontohan IAI sebagai sarana untuk memperluas layanan PAUD ke seluruh Indonesia. Tulisan ini menyimpulkan, dengan melihat pada tantangan pendidikan dasar yang lebih luas, pembelajaran audio dan radio interaktif dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dasar Indonesia.



Latar Belakang

Berbagai studi yang dilakukan secara luas, telah secara jelas menunjukkan peranan PAUD dalam mengembangkan keterampilan kecakapan sekolah; akan tetapi di Indonesia, tingkat penerimaan anak usia 4-6 tahun secara nasional dalam pelayanan PAUD masih sangat rendah. Angka statistik menunjukkan bahwa anak berusia 4-6 tahun yang mendapat layanan PAUD bervariasi antara 8, 15 dan 20 persen (World Bank, 2006). Hal ini berarti bahwa mayoritas anak Indonesia tidak mendapatkan layanan PAUD.

Jika dilihat dari besarnya investasi yang telah ditanamkan pemerintah Indonesia dalam pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa seluruh investasi Indonesia dalam pendidikan masih sangat kecil dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Investasi untuk pendidikan anak usia dini lebih kecil lagi, dimana pelayanan utama disediakan hampir 100% justru oleh sektor swasta. Pengguna utama pelayanan anak usia dini adalah anak dari masyarakat berpenghasilan besar (Unesco, 2005). Sementara anak yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah tidak dapat menikmati program kesiapan sekolah sebelum masuk ke Sekolah Dasar. Berbagai studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara banyaknya anak yang mendapat layanan PAUD dengan rendahnya tingkat droup out sekolah dan anak yang mengulang kelas. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila kita melihat bahwa di Indonesia, di daerah dengan droup out sekolah yang tinggi, anak-anak yang mendapat layanan PAUD masih sangat rendah (Unesco, 2005).

Menyadari pentingnya PAUD, Departemen Pendidikan Nasional menaruh perhatian besar pada penyediaan layanan PAUD di seluruh Indonesia, yaitu mengupayakan layanan yang lebih luas dan lebih berkualitas. Rencana stratejik Departemen Pendidikan Nasional menyatakan bahwa di akhir tahun 2009 paling sedikit terdapat satu lembaga PAUD di setiap kabupaten. Untuk itu pemerintah merencanakan untuk memberikan dana lebih dari 50% kepada lembaga PAUD yang melayani anak dari keluarga berpenghasilan rendah. Di lain pihak, pelatihan dan peningkatan kemampuan pendidik PAUD, termasuk guru Taman Kanak-kanak (TK), merupakan prioritas penting lainnya dari pemerintah. Direncanakan pada tahun 2009 akan dilatih 65.000 orang terdiri dari pengelola dan guru PAUD (The World Bank, 2006, No:2)

Selaras dengan tujuan PAUD yang dicanangkan pemerintah Indonesia, USAID Decentralized Basic Education Program’s Teaching and Learning Component (DBE 2) telah bermitra dengan dua institusi di bawah Departemen Pendidikan Nasional yaitu Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) dan Universitas Terbuka (UT), dalam rangka mengembangkan program audio interaktif. Program ini, yang meliputi paket audio dan bahan ajar cetak untuk TK dan lembaga PAUD, mempunyai target anak usia 5-6 tahun dan guru TK dengan mengikuti kurikulum nasional TK Indonesia. Program ini didisain untuk memenuhi kebutuhan guru dan pendidik PAUD yang berpendidikan rendah dan tidak terlatih di Indonesia, dan secara simultan menyediakan materi kegiatan yang relevan dan berkualitas tinggi kepada anak TK. Seluruh program audio ini berbasis metodologi IAI yang mendorong belajar-mengajar aktif di TK.

Program percontohan IAI akan dilakukan selama 3 tahun dan akan menguji efektifitas model IAI ini dengan melibatkan kurang lebih 200 TK di 7 propinsi di Indonesia. Hasilnya akan menunjukkan apakah IAI merupakan pendekatan yang efektif termasuk dari segi biaya untuk memenuhi tujuan Departemen Pendidikan Nasional dalam memperluas dan meningkatkan kualitas pelayanan PAUD. Proyek percontohan IAI saat ini sedang diimplementasikan di 200 TK (baik TK nasional maupun Islami) dan lembaga PAUD di 7 propinsi, yaitu Aceh, Sumatra Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara.



Apakah IAI itu?
IAI adalah sebuah metode pendidikan berbasis audio yang secara aktif melibatkan anak yang didisain secara hati-hati, dan direkam pada kaset, CD atau MP3 player. Pendekatan berbasis audio memungkinkan kualitas yang tinggi dan relatif murah untuk didistribusikan secara luas. Materinya sesuai dengan muatan lokal karena diproduksi dan diujicoba di Indonesia dengan kontrol kualitas yang dilakukan secara ketat. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua anak menerima materi yang telah distandarisasi. IAI juga dikenal dengan nama Pembelajaran Radio Interaktif atau Interactive Radio Instruction (IRI), perbedaan yang utama dengan IAI adalah program IRI disiarkan melalui radio. IRI dikembang pada tahun 1970an untuk memecahkan masalah prestasi belajar yang rendah dalam bidang matematika di SD Nicaragua. Sejak itu, banyak pemerintah di dunia telah mengadopsi metodologi ini untuk memberikan berbagai macam mata pelajaran kepada anak dengan berbagai latar belakang yang berbeda, termasuk masyarakat yang sulit terjangkau dan jauh dari sekolah formal. Jika digunakan dengan benar, IAI/IRI dapat menjadi sumber belajar yang efektif untuk melatih guru dan anak secara simultan, membangun keterampilan guru dan membuat mereka mampu memainkan peranan yang lebih aktif, sehingga terjadi proses belajar mengajar yang lebih interaktif.

Studi tentang program IAI dan IRI di lebih dari 24 negara selama 25 tahun terakhir secara jelas menunjukkan perbaikan yang konsisten dalam prestasi sekolah. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa anak yang menerima IAI/IRI dalam kegiatan belajar informal menunjukkan prestasi yang sama atau lebih baik dari mereka yang belajar di sekolah negeri. Penelitian juga mengindikasikan bahwa anak di sekolah negeri yang menggunakan IRI menunjukkan prestasi yang lebih baik dari mereka yang belajar di sekolah yang tidak menggunakan IRI (Education Development Center, 2007)

IAI/IRI telah terbukti menjadi mekanisme yang efektif untuk melatih komunitas pendidik yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru dan guru yang hanya mendapat sedikit pendidikan guru, menjadi guru yang lebih baik. IAI/IRI juga dapat menyediakan pendidikan kepada mereka yang tidak terjangkau oleh pendidikan konvensional–seperti mereka yang hidup di daerah terpencil atau mereka yang tidak mampu masuk ke sekolah konvensional. Pada tahun belakangan ini, program IAI/IRI telah didisain dan diimplementasikan di pra-sekolah, SD dan luar sekolah serta guru dan komunitas pendidik di berbagai negara, termasuk India, Mesir, Zambia, Nigeria and Honduras.

Penting untuk dicatat bahwa program IAI/IRI tidak didisain untuk merubah struktur pendidikan yang ada, tetapi apabila berhasil diaplikasikan, dapat menjadi sistem belajar yang melengkapi dan memperkuat kurikulum nasional. Program IAI/IRI didisain secara hati-hati sehingga dapat diaplikasikan dalam berbagai setting, termasuk formal dan non-formal.

Mengapa pembelajaran audio interaktif merupakan pilihan yang menjanjikan untuk menjembatani kesenjangan PAUD di Indonesia?

Sejumlah pengalaman global secara jelas menunjukkan bahwa jika dikembangkan dengan hati-hati dan diaplikasikan secara efektif, program IAI/IRI dapat membantu pemerintah dalam menjawab tantangan-tantangan dalam pendidikan, termasuk penyediaan layanan pendidikan berkualitas tinggi.

Kualitas

Tujuan program percontohan IAI adalah mengembangkan kualitas belajar mengajar PAUD dan meningkatkan kesiapan sekolah melalui:
menyediakan materi kegiatan berkualitas tinggi yang mengikuti kurikulum TK Nasional
secara simultan melatih guru dan mengajar anak
memfasilitasi belajar aktif dengan pendekatan berbasis PAKEM

Dalam rangka menjamin program yang berkualitas untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, proyek DBE 2 mengikuti suatu proses pengembangan yang sistematis dan telah terbukti efektif. Materi didisain berdasarkan praktek PAUD yang telah dikenal baik di Indonesia, mengikuti kurikulum nasional dan menggunakan materi PAUD yang kaya yang telah tersedia di Indonesia, termasuk lagu, cerita dan permainan. Untuk menjamin agar materi relevan dengan berbagai setting di Indonesia, tim pengembang yang terdiri dari unsur DBE 2, Pustekkom dan UT, bekerja secara dekat dengan berbagai stakeholder PAUD di Indonesia, termasuk orang-orang dari Direktorat PAUD, Ikatan Guru Taman Kanak-kanak (IGTK), perguruan tinggi yang menyelenggarakan program PAUD, dan guru-guru TK dari berbagai propinsi.

Suatu tim penulis naskah dari Pustekkom bertanggung jawab menulis naskah program audio yang kemudian diedit oleh ahli materi dari UT. Program diproduksi di Pustekkom dan diuji coba di dua atau tiga TK yang berbeda sebelum revisi dan produksi akhi dilakukan. Proses ini membantu menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dalam program audio sesuai dan dapat dinikmati semua anak dan guru sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Semua materi cetak juga melewati evaluasi formatif dan proses revisi.

Masing-masing TK dan lembaga PAUD yang berpartisipasi dalam program percontohan menerima paket materi yang meliputi:
• 1 CD player dan batere
• 106 CD berisi 40 menit program IAI
• Petunjuk Guru
• Empat Poster
• Lembar Kerja Anak
• Kartu nomor dan kartu huruf
• Gunting dan crayon

Guru TK yang berpartisipasi dalam program percontohan, mendapatkan pelatihan minimal dua kali yaitu cara menggunakan paket tersebut dan cara meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan IAI.

Biaya

Studi yang luas mengidentifikasikan bahwa pengembangan dan penggunaan IAI/IRI berbiaya rendah jika dibandingkan dengan penyediaan layanan program yang berkualitas lainnya. Ketika dibandingkan dengan model penyampaian pendidikan konvensional dan teknologi lainnya, model IAI/IRI membuktikan lebih murah dalam hal pembiayaan. Biaya program televisi misalnya, biasanya sepuluh kali lebih tinggi per murid dari pada program radio (The World Bank, 2005, No: 52)

Praktis
UT saat ini menyediakan in-service training kepada kurang lebih 10,000 guru TK/PAUD dengan menggunakan pendekatan multi-media untuk menyampaikan materi yang sebagian besar bersifat teori. UT sedang menjajagi program percontohan IAI sebagai sarana untuk memperluas in-service training programnya, dan menambah elemen “belajar sambil melakukan” pada program pelatihannya. Model in-service UT yang dikembangkan berdasarkan program percontohan akan sangat membantu Departemen Pendidikan Nasional dalam mencapai target pelatihan dan upgrading 65,000 guru PAUD pada tahun 2009.

Dapatkah pembelajaran audio and radio interaktif membantu Pemerintah Indonesia menjawab tantangan pendidikan dasar?

Pemerintah Indonesia mempunyai rencana upgrading guru yang ambisius, membutuhkan lebih dari satu juta guru untuk menambah kualifikasi mereka pada tahun 2015. Dapatkah IAI/IRI menjadi sumber belajar yang murah yang dapat membantu pemerintah Indonesia memenuhi kebutuhan upgrading? Studi yang dilakukan di sejumlah negara mengindikasikan bahwa program IAI/IRI merupakan sarana yang efektif dalam mendukung pengembangan guru. Beberapa negara, termasuk Africa Utara, Guinea and Nigeria, sekarang telah mengimplementasikan IAI/IRI dengan sukses berdasarkan program pelatihan guru pre-service dan in-service. Dan, seperti telah dibicarakan sebelumnya, UT sedang mencari kemungkinan untuk guru PAUD dan mencoba mengintegrasikan program IAI ke dalam program pelatihan guru in-servicenya. Mempertimbangkan hal itu maka pendekatan IAI/IRI dapat lebih murah biayanya dari pada pelatihan tatap-muka traditional (face-to-face training). Program audio berbasis pelatihan guru akan menjadi pilihan yang menarik untuk dieksplorasi oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Dapatkah model IAI/IRI diaplikasikan untuk memecahkan masalah perluasan akses dan distribusi pendidikan dasar? Sistem belajar berdasarkan audio telah terbukti dapat menjadi sarana yang efektif untuk mencapai jumlah murid yang banyak yang terisolasi oleh jarak dan infrastruktur yang miskin. Hal ini didukung oleh fakta bahwa IAI/IRIdapat diaplikasikan dengan efektif , baik dalam setting formal maupun non-formal oleh guru atau fasilitator orang dewasa lainnya. IAI/IRI adalah metode yang telah terbukti menyediakan pendidikan berkualitas tinggi pada populasi yang sulit dijangkau dan jauh dari sekolah. Studi menunjukkan bahwa tingkat prestasi anak pedesaan yang menggunakan program IAI/IRI hampir sama tingginya dengan prestasi anak-anak diperkotaan. (The World Bank, 2005, No:52)

Di banyak bagian di Indonesia, kelas multigrade menimbulkan tantangan bagi guru. Di Papua, sebagai contoh, sekolah umumnya hanya mempunyai satu guru, meskipun pemerintah sudah berusaha meningkatkan pendapatan dan fasilitas guru sebagai insentif. (The World Bank, 2005, No:52). Meskipun sampai sekarang mayoritas program IAI/IRI hanya didisain untuk memenuhi satu tingkat kelas saja, namun tidak tertutup kemungkinan untuk mengaplikasikan IAI/IRI dalam memfasilitasi pembelajaran multigrade. Di India, sebagai contoh, program IRI yang didanai USAID telah dikembangkan untuk mendukung pembelajaran science dan matematika untuk mengombinasikan kelas lima/enam. Di Costa Rica, sebuah program IRI dikembangkan untuk guru kelas lima-enam.

Sementar ini, Indonesia, dalam menghadapi tantangan yang besar dalam rangka mengembangkan model PAUD yang komprehensif dan mencapai tujuan pendidikan dasar, telah memiliki sumber yang diperlukan untuk menjawab tantangan tersebut secara efektif. Tim DBE 2, Pustekkom dan UT telah mengantisipasi bahwa program percontohan IAI tidak hanya menunjukkan efektivitas IAI sebagai sebuah model untuk menjembatani kesenjangan PAUD di Indonesia, tetapi juga menunjukkan potensi IAI dan IRI untuk membantu Departemen Pendidikan Nasional dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dasar.




DAFTAR PUSTAKA
World Bank, (2004) “Early Childhood Education and Development in Indonesia An Investment for a Better Life,” Working Paper Series No. -2.

UNESCO, (2005) “Policy Review Report: Early Childhood Care and Education in Indonesia,” Early Childhood and Family Policy Series, Number 10.

Education Development Center, (2007). “Proof of Concept Study: Testing the Use of Interactive Radio Instruction (IRI) for Entrepreneurship Training with Adults,”.

The World Bank, (2005). “Improving Educational Quality through Interactive Radio Instruction,” Africa Region Human Development Working Papers Series No. 52,. 
 
http://mychildworlds.blogspot.com/2009_10_01_archive.html
GAME BASED TUTORIAL
(Research and Development in Early Childhood Education Students of Universitas Terbuka)
Sri Tatminingsih (tatmi@mail.ut.ac.id)
Denny Setiawan (dennys@mail.ut.ac.id)


This study aims to enhance students' understanding of the Kindergarten Curriculum and Learning Materials subject by using games at face to face tutorials as well as to make tutors find and adopt the effective game-based tutorials in the tutorial activities generally conducted for UT students especially the students of S1 program of early childhood education. This research was conducted in two tutorial classes at one of the student study groups at UPBJJ Serang. Each class was given a different treatment or a different game. This research used action research methods and methods of research and development. The subjects of the action research was the fourth semester students of early childhood education programs who were taking Kindergarten Curriculum and Instructional Materials course. In this study, researchers acted as instruments that play a role in monitoring and recording any behaviors occurred during the research process. Tutors’ reflection was another instrument used in this research and together with together with field notes were used as input for next cycle. Other instruments used in this research were pre-test and post-test as means of measuring the success of learning. Two cycles actions were performed t in each class. From the field notes and the reflections can be figured out that there was an increasing understanding of students to the learning materials. This was confirmed by the comparison between the results of pre-test and post-test that was significant. Field notes and reflection showed that in addition to the improved understanding, there was also enjoyment and enthusiasm of the students in following the lectures. This was caused by the game as a substitute for the usual method of tutorial such as lectures, discussions, etc. The cycles were terminated when tutors and researchers felt that the students had increased understanding of the learning material, and also the collaboration between tutors and researchers had found a type of game that most effective to apply in face-to-face tutorials.
Key words: game-based tutorials, student understanding, the subject matter book

INTRODUCTION

Open University (UT) is a college that conducted Distance Learning System. With this system, interaction between students and lecturers are characterized by physical separation and bridged by media such as print and non-printed materials. Therefore, students require high self-reliance for learning. It means that the initiative to study is determined entirely by students themselves so they determine the time and the way of their own learning. Independent study can be done individually or in groups with printed or non printed teaching materials as learning resources. Success in learning is totally determined by students' ability to effectively learn (Team UT, 2005). Effective learning can only be achieved if the students have self-discipline, strong initiative and enough motivation to learn.

UT provides teaching materials created to be learned independently. In addition to the use of instructional print materials, students can also use multimedia, such as Computer Assisted Instruction (CAI) and audio / video programs. UT also provides learning support services such as tutorials, namely face to face tutorial, online tutorial, and distance tutorial via radio and television.

Face to face tutorial is the most widely provided and utilized tutorial, especially utilized by students of Basic Education Program. The students of Basic Education Program, including they who are studying in Early Childhood Education S1 Program are grouped based on learning groups and within one semester each group has three courses. One of them is Kindergarten Curriculum and Learning Materials Course (PAUD4207).

In a course that has face to face tutorials, students have opportunities to meet their tutor eight times for one semester. During the tutorial activities a tutor mostly uses lecture method in which the tutor explains and conveys learning materials taken from modules while students just listen to the tutor, and jot down what they think important. The style of this tutorial frequently happens because of several factors, including a tendency of students’ reading interests is relatively low, especially for they who are learning while working. Most of their times are spent for working and doing household chores so that they do not have time to read the learning materials. These types of tutorials potentially can make the students feel bored and may feel difficult to understand the learning materials.

Basically every human, both kid and adult, loves to play or does a game. Adults usually do a game to refresh body and mind after working. Adult games, for example fishing, sports or recreation, perform certain regions. The game is a recreational activity with the aim of having fun, leisure, or mild exercise. Games are usually done alone or together (http://id.wikipedia.org/wiki/Games)

According to the Great Dictionary of Indonesian Language (Dictionary Drafting Team, 2001), tutorial is: (1) a coached class done by a teacher (tutor) for a student or a small group of students or (2) additional instruction through tutoring. Meanwhile the definition of tutor is: (1) people who give lessons to someone or a small number of students (at home, not at school) or (2) lecturer who guide a number of students in a lesson. Based on these constraints, a tutorial means to teach others or to provide learning assistance to someone. Learning aid can be given by older people or the same age (Wardani, 2005).

At the Department of Basic Education (PGSD, Pendor and PAUD) the implementation of the tutorial is based on the following provisions: (Pendas Program Catalog, 2007) 1) there are 8 meetings for each course; 2) duration one meeting is 120 minutes; 3) the presence and activity of students in a tutorial has a contribution to tutorial grades or scores; 4) there are three tasks to do by student in a tutorial, these are on the third, the fifth and seventh meeting. Tutorial task is one form of evaluation to measure students' ability, after attending some tutorial activities. The form can be essay tests, performance test or other tasks;

Brain based learning (Asep Sapa'at, 2008) offers a concept to create a learning-oriented that can empower brain potentials. Three main strategies can be developed in the implementation of brain based learning. Firstly, create a learning environment that challenge students' thinking abilities. For example, through puzzles, simulation games, and so forth. Secondly, create a fun learning environment. For example learning activities conducted by a group discussion with interesting games. Howard Gardner (in De Porter, 1999) states that a person will learn with all of his abilities, if he like what he learn then he will be happy to involve in it. Third, create a situation of active and meaningful learning for students (active learning). Theory of Transactional Analysis from Eric Berne (Christian Leadership Network, 2008), states that basically human personality has three elements, namely elements of the children (play, adventurous, experimental - anything considered to be fun), adult elements (realistic, full consideration), and elements of a parent (protective, advise). The third element should be balanced so that someone can be psychologically healthy. Based on these theories, it is clear that every human being basically has an element of personality as a child. It means, human beings also have a childlike nature, where they also like to play or to do a game.

Playing is not only among children. Adult needs also to play. However, if some adult play, then a lot of people will consider them as childish. Playing is necessary and very important for adults. If an adult plays a game (computers, sports, puzzles, etc.) it means that he knows how to make himself fun in a positive way. A desire to play should be used by everyone for their own health, both physically and psychically.

Here are some theories about the play (Janet Moyles, 1995)

1. Play refers to a voluntary, intrinsically motivated activity that is normally associated with pleasure and enjoyment. Play may consist of fun, pretense, and fantasy, among friends or in private or interplay. Playing is natural for humans and animals particularly in cognitive and social emotional development of children activities. Playing often uses equipment, animals, or toys in the context of learning and creativity. Some games have been clearly set objectives and rules of the game while others have no structure at all.

2. The concept of play cannot be defined as a single concept. Play is a series of activities. In general, the word play is used as an opponent to parts of human life like sleeping, eating, working, washing, worship and so forth.

3. Several different experts define play as different definitions. Some of them are as follows.
a. David Reisman believes that play is a quality (different with an activity).
b. Mark Twain claims that play and work are words used to describe the same activity in different environments.
c. James Findlay, (a social educator) defines play as a meta intelligence . He said that play is a background, together with, and change some multiple intelligents.
d. Bryan Sutton Smith states that play can also be seen as an exercise activity in life. For example: child's play to fight. According to him, playing, sometimes, can be dangerous. For example: extreme sports.
e. Johan Huizinga, define play as follows.
1) Play is an activity undertaken consciously outside the common habits of human life because it is not serious. But play also involves an intensive and tiring.
2) Play is also an activity associated with non-material interests. Play has no meaning when the material benefits gained.
3) Play is also conducted within the limits of space and time, according to the rules.
4) Playing also encourages the composition of position in a social group, for example, there are a chairperson, members and other components.
5) According to him playing, that is in an atmosphere of human behavior, is arranged in several different roles.

f. Stephen Nachmanovitsch, states that play is a root and foundation of creativities in art and science in everyday life. Improvisation, composition, writing, drawing, theater, discovery- all single behavior is a form of creative play and as the beginning of the growth cycle of human creativities and it is a major life function.
Instructions for Activities Before Playing The Game
1. Divide students into several groups. Each group consists of 10 persons.
2. At the first meeting, conduct an orientation to intorduce the lesson and the game to students. Between the first and second meetings the students are asked to read module 1 and 2 and create some questions and answers from those modules (independent tasks). Each student must create 2 questions for module 1, and 2 questions for module 2. Later, the questions and answers created in one group should include all modules so that every student will not create the same questions and answers. Questions and answers are posted on cards (20X10 cm2 sized) in the same color with lottery card. This questions and answers will be played at second meeting.
3. At the second meeting the students are asked to read module 3 and 4 and create questions and answers from those modules. Like at the first meeting, each student must create 2 questions for module 3 and 2 questions for module 4. Questions and answers are posted on cards as in previous meetings. Furthermore, at third meeting, students will undertake the games that have been played before that is using module 1 to 4. This activity wil be done until module 12 and every game prepared one week before the game is played.

The Tools
1. Lottery cards, colored and laminated, with the size of 5 x 5 cm,
2. Question and answer cards with the size of 20X10 cm2 and have the same color with the lottery cards.
3. Message cards, consists of important/foreign words that can be found in the modules for example, "instructional design". These words are written on HVS paper with the size of proximity 5 cm width and length according to the length of the words or sentences.
4. Boxes or containers to place cards, different card is placed in diferent box or container

Game Execution
1. Tutor act as a leader and referee / judge.
2. All students are divided into two groups, each group leaded by a student.
3. Each group stay in a line with squat position from front to back and every player faces backwards while holding the shoulders of a player who is in front of her. The distance between the two groups is more and less 3 m.
4. The leader delivers messages that is confidential to the first player in each group,
5. After the first players understand their own the message, the leaders give a sign to begin, for example, by a count of "one, two, three ... go!", Then the two players directly and immediately whisper the message to second players.
6. If the second players understand the message they must say "Hup!" So that the third players hear them and immediately turn in the same manner as the second players and the second players whisper the message to the third players and so on until the last players. If the last players have understood the message, they must immediately ran to the front with a zigzag way to the location of lottery card.
7. The fastest player from one of the group will take one lottery card that facing backwards (confidential).
8. The player shows his lottary card to the leader.
9. The leader take a card with the same color and number with the lottary card drawn by the player then read the questions contained in the question and answer cards.
10. Group which a player who have the question and answer card must have a negotiation among the group members to appoint one of them to answer.
11. If the answer is correct then the group gets 1 point.
12. The game is repeated again until a certain time. Player who have a position behind, should be at the first turn on next round.
13. The winning group is the group that received the highest point.
DISCUSSION
This study uses Research and Development (R and D) method. Subjects or participants in this study are:
1. a researcher that act as a planner and implementer of the research,
2. a tutor of the Kindergarten Curriculum and Learning Materials subject at Serpong.
3. twenty two students who are studying at semester 2009.2 who are taking the curriculum and learning materials course. Main data is collected in the form of words and actions or behavior of the students and the tutor during the course (learning activities) using the game in tutorial classes. Data is collected by observation techniques. Other data sources such as documents, books, students’ score records, are treated as additional data.
Results of analysis and reflection at the end of the study can be described into the following descriptions.
1. All students working on their respective duties properly.
2. Message cards that contain difficult/strange words or phrases make the students better understand the difficult words or sentences in English, especially after the tutor explain the meaning of the words / phrases. They are also easier to remember.
3. Students feel very happy in the tutorial of this semester because it is very interesting and they do not feel bored or sleepy.
4. They feel that they gradually have more control to the content of the modules. They can also learn from their fellow about the content of the modules, especially when discussing the answer to the questions.
5. Tutor explanations about the answers to the questions have strengthen student understanding of the content of the modules and they are easier to remember.
6. Questions compiled by the artificial tutor students increasingly make the student enthusiasm for learning to deal with UAS.

In addition to the results of such reflection, qualitative data showed that the mastery of respondents to the Kindergarten Curriculum and Learning subject material has increased significantly. The increase was varied from 0 to 38 points.
Based on these results, it was considered that the research have completed the preliminary stage because all students have achieved significant improvement in the mastery of course material. Thus, this study is considered to have successfully achieved the expected goals in tutorial activities or in other words the application of game-based tutorials can help improve students’ mastery of Kindergarten Curriculum and Learning subject materials.

CONCLUSIONS

After trying to apply game-based tutorials in Preliminary research, the following results were obtained.
1. There is an increasing student understanding of content / material of Kindergarten Curriculum and Learning subject (PAUD4207) materials.
2. Students stated that the game-based tutorial is very fun activity that is not boring. In addition, they can better master the content of the modules with an easier way.
3. The tutor stated that the game-based tutorial model makes tutorial more have varied activities. The tutor tends to not too much explaining the content of the modules. Although the preparation of the tutor and the students should be better and a bit complicated, but the achievements and results in accordance with the expectations of students' understanding of subject matter is more in depth.

SUGGESTIONS / RECOMMENDATIONS

Based on these conclusions, the suggestion conveyed is that the study of Game-Based Tutorial should be continued to the next research phases (second and third phase of the study). The game-based tutorial use in the tutorial activities can be a model for face to face tutorials in broadly scope of distance learning at the Open University.

REFERENCES

Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), p.216
Asep Sapa’at (2008). Brain Based Learning. Mathematich. UPI . Bandung. http://www.lpidd.net/web/download/Brain%20Based%20Learning.pdf
Aronson, E. (2007). Explore the Jigsaw Classroom. Tersedia pada http://www.jigsaw.org. Diakses pada tanggal 15 Juli 2007.
Asma, Nur. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas.
Christian Leadership Network,( 2008). Meningkatkan Sensitivitas Pemimpin: Menguasai Analisis Transaksi. Yuwana Lestari Indonesia. http://lead.sabda.org/_pdf/sensitivitas_pemimpin.pdf
DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike. (1999). Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan Jakarta: Kaifa
Fertobadhes, (2006). Bermain . Wordpress. 18 Juli 2006. http://fertobhades.wordpress.com/2006/07/18/bermain/,
Moyles Janet. (1995). Just Playing. Open University Press.
Moyles, Janet R. (Editor). (1995). The Excellence of Play. Open University Press.
Pusat Bahasa Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Universitas Terbuka (2007). Katalog Program Pendas. Jakarta: Universitas Terbuka.
Robin Mc. Taggart, (1991). Action Research A Short Modern History. Victoria: Deakin University.
Wardani, IGAK, (2005). Program tutorial dalam sistem pendidikan tinggi Terbuka dan jarak jauh. http://www.ut.ac.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Permainan

Disajikan dalam Seminar International "Integrating Technology Into Education" pada tanggal 18 May 2010 di UTCC- Universitas Terbuka.
Seminar berlangsung 2 hari 18-18 May 2010 di Auditorium Dikti dan UTCC-Universitas Terbuka dengan penyelenggara IPTPI yang bekerjasama dengan OUM (Open University of Malaysia, Binus University, Widyatama University (Bandung), Pustekkom, Seamolec, Universitas Terbuka dan Direktorat Pendidikan Tinggi- Kementrian Pendidikan Nasional.

Tatminingsih

terjemahannya :

PERMAINAN BERBASIS TUTORIAL (Penelitian dan Pengembangan di Early Siswa Pendidikan Anak Universitas Terbuka) Sri Tatminingsih (tatmi@mail.ut.ac.id) Denny Setiawan (dennys@mail.ut.ac.id)

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang Kurikulum TK dan subjek Bahan Pembelajaran dengan menggunakan permainan di muka dengan muka tutorial serta untuk membuat tutor menemukan dan mengadopsi game berbasis tutorial yang efektif dalam kegiatan tutorial umumnya dilakukan bagi mahasiswa UT khususnya mahasiswa program S1 pendidikan anak usia dini. Penelitian ini dilakukan di dua kelas tutorial di salah satu kelompok mahasiswa belajar di UPBJJ Serang. Setiap kelas diberi perlakuan yang berbeda atau permainan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan dan metode penelitian dan pengembangan. Subyek dari penelitian tindakan adalah mahasiswa semester keempat program pendidikan anak usia dini yang mengambil Kurikulum TK dan Instructional Material program. Dalam studi ini, peneliti bertindak sebagai instrumen yang memainkan peran dalam monitoring dan merekam setiap perilaku terjadi selama proses penelitian. Refleksi tutor 'adalah instrumen lain yang digunakan dalam penelitian ini dan bersama-sama dengan bersama dengan catatan lapangan digunakan sebagai masukan untuk siklus berikutnya. Instrumen lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test dan post-test sebagai sarana untuk mengukur keberhasilan belajar. Dua siklus tindakan dilakukan t di setiap kelas. Dari catatan lapangan dan refleksi dapat mengetahui bahwa ada peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Hal ini dikonfirmasi oleh perbandingan antara hasil pra-test dan post-test yang signifikan. Catatan lapangan dan refleksi menunjukkan bahwa selain peningkatan pemahaman, ada juga kenikmatan dan antusiasme siswa dalam mengikuti kuliah. Hal ini disebabkan oleh permainan sebagai pengganti metode biasa tutorial seperti ceramah, diskusi, dll siklus dihentikan ketika tutor dan peneliti merasa bahwa para siswa telah meningkat pemahaman tentang materi pembelajaran, dan juga kolaborasi antara tutor dan peneliti telah menemukan suatu jenis permainan yang paling efektif untuk menerapkan di wajah-to-face tutorial. Kata kunci: permainan berbasis tutorial, pemahaman siswa, buku materi pelajaran
PENDAHULUAN
Universitas Terbuka (UT) adalah perguruan tinggi yang dilakukan Sistem Belajar Jarak Jauh. Dengan sistem ini, interaksi antara mahasiswa dan dosen dicirikan oleh pemisahan fisik dan dijembatani oleh media seperti cetak dan non-materi cetak. Oleh karena itu, siswa memerlukan kemandirian yang tinggi untuk belajar. Ini berarti bahwa inisiatif untuk belajar ditentukan sepenuhnya oleh siswa sendiri sehingga mereka menentukan waktu dan cara belajar mereka sendiri. Studi independen dapat dilakukan secara individual atau dalam kelompok dengan dicetak atau non bahan ajar cetak sebagai sumber belajar. Keberhasilan dalam belajar adalah benar-benar ditentukan oleh kemampuan siswa untuk secara efektif belajar (Tim UT, 2005). Belajar yang efektif hanya dapat dicapai jika siswa memiliki disiplin diri, inisiatif yang kuat dan motivasi yang cukup untuk belajar.
UT menyediakan bahan ajar yang dibuat harus dipelajari secara mandiri. Selain penggunaan bahan cetak instruksional, siswa juga dapat menggunakan multimedia, seperti Instruksi Bantuan Komputer (CAI) dan audio / video program. UT juga menyediakan layanan dukungan pembelajaran seperti tutorial, yaitu tutorial tatap muka, tutorial online, dan tutorial jarak jauh melalui radio dan televisi.
Wajah ke tutorial wajah adalah tutorial yang paling banyak disediakan dan digunakan, terutama digunakan oleh mahasiswa Program Pendidikan Dasar. Para mahasiswa Program Pendidikan Dasar, termasuk mereka yang belajar di Pendidikan Anak Usia Dini Program S1 dikelompokkan berdasarkan kelompok belajar dan dalam satu semester masing-masing kelompok memiliki tiga program. Salah satunya adalah TK Kurikulum dan Pembelajaran Kursus Material (PAUD4207).
Dalam kursus yang telah tatap muka tutorial, siswa memiliki kesempatan untuk bertemu guru mereka delapan kali untuk satu semester. Selama kegiatan tutorial tutor kebanyakan menggunakan metode ceramah di mana tutor menjelaskan dan menyampaikan materi pembelajaran yang diambil dari modul sementara siswa hanya mendengarkan guru, dan menuliskan apa yang mereka pikir penting. Gaya tutorial ini sering terjadi karena beberapa faktor, termasuk kecenderungan minat siswa membaca adalah relatif rendah, terutama bagi mereka yang belajar sambil bekerja. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk bekerja dan melakukan pekerjaan rumah tangga sehingga mereka tidak punya waktu untuk membaca materi pembelajaran. Jenis tutorial dapat berpotensi membuat siswa merasa bosan dan mungkin merasa sulit untuk memahami bahan pembelajaran.
Pada dasarnya setiap manusia, baik anak-anak dan dewasa, suka bermain atau tidak permainan. Dewasa biasanya melakukan permainan untuk menyegarkan tubuh dan pikiran setelah bekerja. Game dewasa, untuk olahraga memancing misalnya, atau rekreasi, melakukan daerah-daerah tertentu. Permainan adalah kegiatan rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, rekreasi, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersama-sama (http://id.wikipedia.org/wiki/Games)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kamus Tim Drafting, 2001), tutorial adalah: (1) kelas dilatih dilakukan oleh seorang guru (guru) untuk siswa atau kelompok kecil siswa atau (2) instruksi tambahan melalui les. Sementara itu definisi guru adalah: (1) orang yang memberi pelajaran kepada seseorang atau sejumlah kecil siswa (di rumah, bukan di sekolah) atau (2) dosen yang membimbing sejumlah mahasiswa dalam pelajaran. Berdasarkan kendala ini, tutorial sarana untuk mengajar orang lain atau untuk memberikan bantuan belajar seseorang. Bantuan belajar dapat diberikan oleh orang tua atau usia yang sama (Wardani, 2005).
Di Departemen Pendidikan Dasar (PGSD, Pendor dan PAUD) pelaksanaan tutorial didasarkan pada ketentuan sebagai berikut: (Pendas Program Katalog, 2007) 1) ada 8 pertemuan untuk tiap kursus; 2) durasi satu pertemuan adalah 120 menit ; 3) kehadiran dan aktivitas mahasiswa dalam tutorial memiliki kontribusi terhadap nilai tutorial atau nilai; 4) ada tiga tugas yang harus dilakukan oleh siswa dalam tutorial, ini berada di ketiga, pertemuan kelima dan ketujuh. Tugas tutorial adalah salah satu bentuk evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa, setelah menghadiri beberapa kegiatan tutorial. Bentuknya bisa berupa esai tes, tes kinerja atau tugas lainnya;
Pembelajaran berbasis otak (Asep Sapa'at, 2008) menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi dapat memberdayakan potensi otak. Tiga strategi utama dapat dikembangkan dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis otak. Pertama, menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa. Misalnya, melalui teka-teki, permainan simulasi, dan sebagainya. Kedua, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Misalnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh sebuah diskusi kelompok dengan permainan menarik. Howard Gardner (dalam De Porter, 1999) menyatakan bahwa seseorang akan belajar dengan semua kemampuannya, jika ia seperti apa yang dia belajar maka dia akan senang untuk melibatkan di dalamnya. Ketiga, menciptakan situasi pembelajaran aktif dan bermakna bagi siswa (belajar aktif). Teori Analisis Transaksional Eric Berne dari (Kristen Kepemimpinan Jaringan, 2008), menyatakan bahwa pada dasarnya kepribadian manusia memiliki tiga unsur, yaitu unsur anak-anak (bermain, petualang, eksperimental - apa pun dianggap menyenangkan), unsur-unsur dewasa (realistis, penuh pertimbangan ), dan unsur-unsur orang tua (pelindung, menyarankan). Elemen ketiga harus seimbang sehingga seseorang dapat sehat secara psikologis. Berdasarkan teori ini, jelas bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki unsur kepribadian sebagai seorang anak. Ini berarti, manusia juga memiliki sifat kekanak-kanakan, di mana mereka juga ingin bermain atau melakukan permainan.
Bermain tidak hanya antara anak-anak. Dewasa perlu juga untuk bermain. Namun, jika beberapa dewasa bermain, maka banyak orang akan menganggap mereka sebagai kekanak-kanakan. Bermain perlu dan sangat penting untuk orang dewasa. Jika orang dewasa memainkan permainan (komputer, olahraga, teka-teki, dll) itu berarti bahwa dia tahu bagaimana membuat dirinya menyenangkan dengan cara yang positif. Keinginan untuk bermain harus digunakan oleh setiap orang untuk kesehatan mereka sendiri, baik secara fisik maupun psikis.
Berikut adalah beberapa teori tentang bermain (Janet Moyles, 1995)
1. Bermain mengacu pada aktivitas, sukarela intrinsik termotivasi yang biasanya berhubungan dengan kesenangan dan kenikmatan. Bermain dapat terdiri dari menyenangkan, kepura-puraan, dan fantasi, antara teman-teman atau dalam interaksi pribadi atau. Bermain adalah alami bagi manusia dan hewan khususnya dalam perkembangan emosional kognitif dan sosial dari kegiatan anak-anak. Bermain sering menggunakan peralatan, hewan, atau mainan dalam konteks belajar dan kreativitas. Beberapa game telah jelas menetapkan tujuan dan aturan permainan sementara yang lain memiliki struktur sama sekali.
2. Konsep bermain tidak dapat didefinisikan sebagai konsep tunggal. Bermain adalah serangkaian kegiatan. Secara umum, permainan kata digunakan sebagai lawan untuk bagian dari kehidupan manusia seperti tidur, makan, bekerja, mencuci, ibadah dan sebagainya.

3. Beberapa ahli mendefinisikan berbeda bermain sebagai definisi yang berbeda. Beberapa dari mereka adalah sebagai berikut. a. David Reisman percaya bahwa bermain adalah kualitas (yang berbeda dengan aktivitas). b. Mark Twain mengklaim bahwa bermain dan bekerja adalah kata-kata digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang sama dalam lingkungan yang berbeda. c. James Findlay, (seorang pendidik sosial) mendefinisikan bermain sebagai intelijen meta. Dia mengatakan bahwa bermain merupakan latar belakang, bersama dengan, dan mengubah beberapa beberapa intelligents. d. Bryan Sutton Smith menyatakan bahwa bermain juga dapat dilihat sebagai suatu kegiatan latihan dalam kehidupan. Misalnya: permainan anak-anak untuk melawan. Menurut dia, bermain, kadang-kadang, bisa berbahaya. Sebagai contoh: olahraga ekstrim. e. Johan Huizinga, mendefinisikan bermain sebagai berikut. 1) Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar di luar kebiasaan umum dari kehidupan manusia karena tidak serius. Namun bermain juga melibatkan intensif dan melelahkan. 2) Bermain juga merupakan aktivitas yang terkait dengan kepentingan non-materi. Bermain tidak memiliki arti ketika manfaat materi yang diperoleh. 3) Bermain juga dilakukan dalam batas-batas ruang dan waktu, sesuai dengan aturan. 4) Bermain juga mendorong komposisi posisi dalam kelompok sosial, misalnya, ada seorang ketua, anggota dan komponen lainnya. 5) Menurut dia bermain, yang dalam suasana perilaku manusia, yang diatur dalam beberapa peran yang berbeda.

f. Stephen Nachmanovitsch, menyatakan bahwa bermain adalah akar dan fondasi kreativitas dalam seni dan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Improvisasi, komposisi, menulis, menggambar, teater, penemuan-semua perilaku tunggal adalah suatu bentuk bermain kreatif dan sebagai awal dari siklus pertumbuhan kreativitas manusia dan itu adalah fungsi besar dalam hidup.

Petunjuk untuk Kegiatan Sebelum Bermain Game 1. Bagilah siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang. 2. Pada pertemuan pertama, melakukan orientasi intorduce pelajaran dan permainan untuk siswa. Antara pertemuan pertama dan kedua siswa diminta untuk membaca modul 1 dan 2 dan membuat beberapa pertanyaan dan jawaban dari modul tersebut (tugas mandiri). Setiap siswa harus membuat 2 pertanyaan untuk modul 1, dan 2 pertanyaan untuk modul 2. Kemudian, pertanyaan dan jawaban dibuat dalam satu kelompok harus mencakup semua modul, sehingga setiap siswa tidak akan membuat pertanyaan yang sama dan jawaban. Pertanyaan dan jawaban yang diposting pada kartu (20X10 berukuran cm2) dalam warna yang sama dengan kartu lotre. Ini pertanyaan dan jawaban akan dimainkan di pertemuan kedua. 3. Pada pertemuan kedua siswa diminta untuk membaca modul 3 dan 4 dan menciptakan pertanyaan dan jawaban dari modul tersebut. Seperti pada pertemuan pertama, setiap siswa harus membuat 2 pertanyaan untuk modul 3 dan 2 pertanyaan untuk modul 4. Pertanyaan dan jawaban yang diposting pada kartu seperti pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya, pada pertemuan ketiga, siswa akan melakukan permainan yang telah dimainkan sebelumnya yang menggunakan modul 1 sampai 4. Kegiatan ini wil dilakukan sampai 12 modul dan setiap pertandingan disiapkan satu minggu sebelum pertandingan dimainkan.
Tools 1. Undian kartu, berwarna dan laminasi, dengan ukuran dari 5 5 cm x, 2. Pertanyaan dan kartu jawaban dengan ukuran 20X10 cm2 dan memiliki warna yang sama dengan kartu undian. 3. Pesan kartu, terdiri dari kata-kata penting / asing yang dapat ditemukan dalam modul misalnya, "desain instruksional". Kata-kata ini ditulis pada kertas HVS dengan ukuran kedekatan 5 cm lebar dan panjang sesuai dengan panjang dari kata-kata atau kalimat. 4. Kotak atau wadah untuk menempatkan kartu, kartu yang berbeda ditempatkan dalam kotak atau wadah yang berbeda
Permainan Eksekusi 1. Tutor bertindak sebagai pemimpin dan wasit / hakim. 2. Semua siswa dibagi menjadi dua kelompok, setiap kelompok dipimpin oleh seorang mahasiswa. 3. Setiap kelompok tinggal di sebuah garis dengan posisi jongkok dari depan ke belakang dan setiap pemain wajah mundur sambil memegang bahu seorang pemain yang di depannya. Jarak antara dua kelompok lebih dan kurang 3 m. 4. Pemimpin memberikan pesan yang bersifat rahasia untuk pemain pertama dalam setiap kelompok, 5. Setelah pemain pertama memahami pesan mereka sendiri, para pemimpin memberikan tanda untuk memulai, misalnya, dengan hitungan "satu, dua, tiga ... pergi!", Kemudian dua pemain secara langsung dan segera berbisik pesan ke kedua pemain. 6. Jika pemain kedua memahami pesan mereka harus mengatakan "Hup!" Sehingga pemain ketiga mendengar mereka dan segera berpaling dengan cara yang sama sebagai pemain kedua dan pemain kedua bisikan pesan ke pemain ketiga dan seterusnya sampai pemain terakhir. Jika pemain terakhir telah memahami pesan, mereka harus segera lari ke depan dengan cara zigzag ke lokasi kartu undian. 7. Pemain tercepat dari salah satu kelompok akan mengambil satu kartu lotere yang menghadap ke belakang (rahasia). 8. Pemain menunjukkan kartu lottary kepada pemimpin. 9. Pemimpin mengambil kartu dengan warna yang sama dan nomor dengan kartu lottary ditarik oleh pemain kemudian membaca pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam pertanyaan dan kartu jawaban. 10. Kelompok yang pemain yang memiliki pertanyaan dan kartu jawaban harus memiliki negosiasi antara anggota kelompok untuk menunjuk salah satu dari mereka untuk menjawab. 11. Jika jawabannya benar maka kelompok mendapat 1 poin. 12. Permainan diulang lagi sampai waktu tertentu. Pemain yang memiliki posisi di belakang, harus pada pergantian pertama pada putaran berikutnya. 13. Kelompok pemenang adalah kelompok yang menerima titik tertinggi.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan Penelitian dan Pengembangan (R dan D) metode. Subjek atau peserta dalam penelitian ini adalah: 1. seorang peneliti yang bertindak sebagai perencana dan pelaksana penelitian, 2. tutor dari Kurikulum TK dan Bahan Belajar subjek di Serpong. 3. dua puluh dua siswa yang belajar di semester 2009.2 yang memakai kurikulum dan pembelajaran saja bahan. Data utama dikumpulkan dalam bentuk kata-kata dan tindakan atau perilaku siswa dan guru selama (kegiatan belajar) menggunakan game di kelas tutorial. Data dikumpulkan dengan teknik observasi. Sumber data lain seperti dokumen, buku, catatan skor siswa, diperlakukan sebagai data tambahan.

Hasil analisis dan refleksi pada akhir penelitian dapat digambarkan dalam uraian berikut.
1. Semua siswa mengerjakan tugas masing-masing dengan baik. 2. Pesan kartu yang berisi kata-kata yang sulit / aneh atau frase membuat siswa lebih memahami kata-kata sulit atau kalimat dalam bahasa Inggris, terutama setelah guru menjelaskan arti dari kata / frase. Mereka juga lebih mudah untuk diingat. 3. Siswa merasa sangat senang dalam tutorial semester ini karena sangat menarik dan mereka tidak merasa bosan atau mengantuk. 4. Mereka merasa bahwa mereka secara bertahap memiliki kontrol lebih besar dengan isi dari modul. Mereka juga dapat belajar dari sesama mereka tentang isi dari modul, terutama ketika membahas jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan. 5. Tutor penjelasan tentang jawaban atas pertanyaan telah memperkuat pemahaman siswa tentang isi modul dan mereka lebih mudah untuk diingat. 6. Pertanyaan disusun oleh para siswa guru buatan semakin membuat semangat siswa untuk belajar untuk berurusan dengan UAS.
Selain hasil refleksi seperti itu, data kualitatif menunjukkan bahwa penguasaan responden ke Kurikulum Belajar TK dan materi subjek telah meningkat secara signifikan. Kenaikan ini bervariasi 0-38 poin.
Berdasarkan hasil ini, dianggap bahwa penelitian telah menyelesaikan tahap awal karena semua siswa telah mencapai perbaikan yang signifikan dalam penguasaan materi kursus. Dengan demikian, penelitian ini dianggap telah berhasil mencapai tujuan yang diharapkan dalam kegiatan tutorial atau dengan kata lain aplikasi game berbasis tutorial dapat membantu meningkatkan siswa penguasaan Kurikulum TK dan Belajar bahan subjek.
KESIMPULAN

Setelah mencoba untuk menerapkan permainan berbasis tutorial dalam penelitian awal, hasil berikut diperoleh. 1. Ada pemahaman siswa meningkatkan isi / materi Kurikulum TK dan subjek Belajar (PAUD4207) bahan. 2. Siswa menyatakan bahwa tutorial permainan berbasis aktivitas yang sangat menyenangkan yang tidak membosankan. Selain itu, mereka dapat lebih menguasai isi modul dengan cara yang lebih mudah. 3. Tutor menyatakan bahwa model tutorial permainan berbasis membuat tutorial lebih memiliki berbagai kegiatan. Tutor cenderung tidak terlalu banyak menjelaskan isi dari modul. Meskipun persiapan guru dan siswa harus lebih baik dan sedikit rumit, namun prestasi dan hasil sesuai dengan harapan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang lebih mendalam.
SARAN / REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang disampaikan adalah bahwa studi Game Berbasis Tutorial harus dilanjutkan ke tahap penelitian berikutnya (tahap kedua dan ketiga penelitian). Game berbasis tutorial digunakan dalam kegiatan tutorial dapat menjadi model untuk tutorial tatap muka dalam luas lingkup pembelajaran jarak jauh di Universitas Terbuka.
REFERENSI

Arief Furchan, Pengantar Penelitian Pendidikan Dalam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), p.216 Asep Sapa'at (2008). Otak Pembelajaran Berbasis. Mathematich. UPI. Bandung. http://www.lpidd.net/web/download/Brain% 20Learning.pdf 20Based% Aronson, E. (2007). Jelajahi Kelas Jigsaw. Tersedia PADA http://www.jigsaw.org. Diakses Tanggal 15 Juli PADA 2007. Asma, Nur. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas. Kepemimpinan Kristen Jaringan, (2008). Meningkatkan sensitivitas Pemimpin: Menguasai Analisis Transaksi. Yuwana Lestari Indonesia. http://lead.sabda.org/_pdf/sensitivitas_pemimpin.pdf DePorter, Bobbi murah Hernacki, Mike. (1999). Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman murah Menyenangkan Jakarta: Kaifa Fertobadhes, (2006). Bermain. Wordpress. 18 Juli 2006. http://fertobhades.wordpress.com/2006/07/18/bermain/, Moyles Janet. (1995). Hanya Bermain. Open University Press. Moyles, Janet R. (Editor). (1995). Keunggulan Play. Open University Press. Pusat Bahasa Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka. Tim Universitas Terbuka (2007). Katalog Program Pendas. Jakarta: Universitas Terbuka. Robin Mc. Taggart, (1991). Aksi Penelitian Sejarah Singkat modern. Victoria: Deakin University. Wardani, IGAK, (2005). Program tutorial Dalam, Sistem Pendidikan Tinggi Terbuka murah jarak Jauh. http://www.ut.ac.id http://id.wikipedia.org/wiki/Permainan
Disajikan Dalam, Seminar Internasional "Mengintegrasikan Teknologi Pendidikan Ke" PADA Tanggal 18 Mei 2010 di UTCC-Universitas Terbuka.
Seminar berlangsung 2 hari 18-18 Mei 2010 di Auditorium Dikti murah UTCC-Universitas Terbuka DENGAN Penyelenggara IPTPI Yang bekerjasama DENGAN OUM (Open University Malaysia, Binus University, Universitas Widyatama (Bandung), Pustekkom, SEAMOLEC, Universitas Terbuka Direktorat Pendidikan Tinggi murah- Kementrian Pendidikan Nasional.
 

http://mychildworlds.blogspot.com/search?updated-min=2010-01-01T00%3A00%3A00%2B07%3A00&updated-max=2011-01-01T00%3A00%3A00%2B07%3A00&max-results=1