Kamis, 09 Juni 2011

makalah konsep dasar TPA

BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan anak usia dini saat cukup menggembirakan, walaupun dapat dikatakan masih rendah. Berdasarkan data yang dikeluarkan Direktorat Pembinaan TK dan SD, yang mengungkapkan bahwa pada tahun 2007 Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD/TK  baru mencapai 26,68% dan sebagian besar pendidikan anak usia dini (PAUD) diselenggarakan oleh masyarakat (Swasta) yakni sekitar 98,7%.
Dari data di atas, dapat diungkapkan beberapa fakta antara lain masih rendahnya angka partisipasi kasar masyarakat dalam mengikuti PAUD/TK serta kurangnya perhatian pemerintah dalam mengembangkan pendidikan anak usia dini. Program PAUD/TK masih didominasi oleh kesadaran beberapa kelompok masyarakat dalam menyelenggarakan program PAUD/TK di daerahnya, tentunya dengan berbagai kendala, baik dari pendanaan maupun kualitas pembelajarannya.
Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), maka pengembangan pendidikan usia dini mulai dilakukan dengan baik. Baik peran pemerintah secara langsung maupun peran pemerintah untuk mendorong pengembangan PAUD yang lebih berkualitas. Dalam hal ini UU No, 20 Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa yang dimaksud pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Salah satu jenis layanan pendidikan anak usia dini adalah Taman Penitipan Anak (TPA) bagi anak usia 0-6 tahun. Layanan ini merupakan salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal yang diarahkan pada kegiatan pengasuhan anak bagi orang tua yang mempunyai kesibukan kerja, sehingga memerlukan sebuah layanan pengasuhan anak yang selain berfungsi untuk menjaga anak-anak mereka juga memberikan pendidikan yang sesuai dengan usia anak-anak mereka.
Taman Penitipan Anak merupakan bentuk layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Non-Formal yang keberadaannya terus berkembang jumlahnya. Pada awalnya Taman Penitipan Anak telah dikembangkan oleh Departemen Sosial sejak tahun 1963 sebagai upaya untuk mengisi kesenjangan akan pengasuhan, pembinaan, bimbingan, sosial anak balita selama ditinggal orang tuanya bekerja atau melaksanakan tugas. Sejak dibentuknya Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (Dit PADU) tahun 2000, maka pembinaan untuk pendidikan menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional. Kebijakan Direktorat PAUD untuk seluruh bentuk layanan PAUD termasuk TPA adalah memberikan layanan yang holistik dan integratif. Holistik berarti seluruh kebutuhan anak (kesehatan, gizi, pendidikan, perlindungan, berkembang dan mempertahankan kelangsungan hidup) dilayani dalam lembaga penyelenggara TPA. Integratif berarti semua lembaga TPA melakukan koordinasi dengan instansi-instansi Pembina.
Kajian yang lebih mendalam terhadap berbagai aspek dalam program PAUD terutama TPA harus terus dilakukan. Dalam hal ini uraian yang membahas hal itu diupayakan dengan tujuan mengembangkan pemahaman terhadap TPA sebagai salah satu bentuk PAUD. baik melalui kajian kepustakaan maupun pengalaman penulis dalam mengelola program PAUD.

B.     Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, rumusan masalah yang diajukan adalah: Bagaimana konsep dasar Taman Penitipan Anak (TPA)? Rumusan pertanyaan tersebut meliputi pertanyaan mengenai apa pengertian TPA, kelembagaan, dasar hukum, warga belajar dan tenaga pendidik dan kependidikannya.

C.    Metode dan Teknik penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode deskriptif analitik, yakni dengan mengungkapkan masalah-masalah yang dikaji kemudian dianalisis berdasarkan pengetahuan teoritik penulis. Teknik penulisan yang digunakan adalah kajian kepustakaan.



D.    Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN     :
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan     masalah, metode dan teknik penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Bab II berisi uraian masalah sekaligus kajiannya, berupa konsep dasar TPA.
BAB III PENUTUP
            Dalam bab penutup diuraikan kesimpulan dan saran penulis.













BAB II
KONSEP DASAR TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA)

A.       Pengertian Taman Penitipan Anak (TPA)
Tempat Penitipan Anak (TPA) merupakan salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang secara tegas diamanatkan oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa PAUD adalah  suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Dalam pelaksanaannya PAUD dapat dilaksanakan melalui jalur formal maupun jalur nonformal. Jalur formal antara lain melalui Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Anfal (RA) sedangkan jalur nonformal dapat berbentuk Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (Kober) dan bentuk lainnya yang sederajat.
Khususnya mengenai TPA menurut modul Pendidikan Anak Usia Dini yang dikeluarkan oleh Direktorat PAUD, yang dimaksud dengan TPA adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal sebagai wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja. TPA merupakan layanan PAUD yang menyelenggaran pendidikan sekaligus pengasuhan terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (dengan prioritas anak usia di bawah 4 tahun).
Dengan demikian, TPA merupakan salah satu bentuk layanan PAUD yang berusaha mengabungkan dua tujuan, yaitu tujuan pengasuhan karena orang tua anak bekerja serta tujuan pendidikan melalui program-program pendidikan anak usia dini. Dalam hal ini TPA merupakan solusi terbaik bagi orang tua yang keduanya bekerja yang diharapkan anak-anak mereka aman dan memperoleh pendidikan yang baik.
Oleh karena itu, dasar filsafat pendidikan di TPA dapat dirumuskan menjadi: Tempa, Asah, Asih dan Asuh.
  1. Tempa
Tempa adalah upaya mewujudkan kualitas fisik anak usia dini melalui upaya pemeliharaan kesehatan, peningkatan mutu gizi, olahraga secara teratur dan terukur, serta aktivitas jasmani sehingga anak memiliki fisik yang kuat, lincah, daya tahan dan disiplin tinggi.
  1. Asah
Asah berarti memberi dukungan kepada anak untuk dapat belajar melalui bermain agar memiliki pengalaman yang berguna dalam mengembangkan seluruh potensinya. Kegiatan bermain yang bermakna, menarik dan merangsang imajinasi, kreativitas anak untuk melakukan, mengekplorasi, memanipulasi, dan menemukan inovasi sesuai dengan minat dan gaya belajar anak.
  1. Asih
Asih merupakan pemenuhan kebutuhan anak untuk mendapatkan perlindungan dari pengaruh yang dapat merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak, misalnya dari perlakuan kasar, penganiayaan fisik dan mental dan eksploitasi.
  1. Asuh
Asuh merupakan proses pembiasaan yang dilakukan secara konsisten untuk membentuk perilaku dan kualitas kepribadian dan jatidiri anak dalam hal:
a.       Integritas, iman dan taqwa
b.      Patriotisme, nasionalisme dan kepeloporan
c.       Rasa tanggung jawab, jiwa ksatria, dan sportivitas
d.      Jiwa kebersamaan, demokratis, dan tahan uji
e.       Jiwa tanggap, daya kritis dan idealisme
f.       Optimis dan keberanian mengambil resiko
g.      Jiwa kewirausahaan, kreatif dan profesional.

B.        Kelembagaan TPA
            Seperti diuraikan di atas bahwa TPA merupakan salah satu bentuk PAUD nonformal dengan fungsi ganda, yaitu layanan pengasuhan dan layanan pendidikan. Pengertian PAUD nonformal adalah kelembagaan PAUD yang tidak diformalkan. Organisasi maupun kurikulumnya lebih bersifat fleksibel sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hal itu, menurut M. Solehhudin (1997:56) bahwa pendidikan prasekolah (sekarang dikenal dengan PAUD) memiliki karakteristik dan cara belajar tersendiri, program pendidikannya tampak tidak terstruktur, bersifat informal, dan bahkan kelihatan solah-olah ”tidak terencana”.
            Namun sesungguhnya, karakteristik di atas hanya salah satu wujud dari pendekatan pendidikan anak usia dini yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Sekarang ini, seiring perkembangan, jalur PAUD nonformal pun dewasa ini telah memiliki organisasi dan kurikulum yang lebih baik, sehingga mampu mencapai tujuan-tujuannya, baik tujuan kelembagaannya maupun tujuan pendidikan nasional itu sendiri.
            Adapun prosedur perizinan kelembagaan TPA , adalah sebagai berikut:
  1. Setiap lembaga TPA berkewajiban untuk mendaftarkan lembaganya ke Dinas Pendidikan c.q Bidang Pendidikan Non-Formal di wilayahnya. TPA yang sudah terdaftar dpat memberikan layanan kepada anak-anak sesuai ketentuan.
  2. Lembaga TPA yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam buku pedoman ini dapat mengajukan diri untuk memperoleh izin operasional. Izin operasional diatur oleh daerah setempat.
  3. Lembaga TPA yang telah memiliki program yang permanen dan pendidikan yang sesuai dengan ketentuan dalam Standar PAUD, berhak mengajukan akreditasi lembaga PAUD Non-Formal.
Administrasi yang harus dilengkapi, mencakup:

Administrasi kelembagaan:
a.                Visi, misi, dan tujuan lembaga yang disusun oleh Pengelola dan Pemilik Yayasan;
b.                Struktur Kepengurusan;
c.                Surat-surat berharga: Izin Pendirian dari Pejabat yang Berwenang, Akta Kepemilikian/Akta Kerjasama/Izin Penggunaan Bangunan, Izin Oparsional, dsb
Administrasi ketenagaan, mencakup:
a.       Data tenaga pendidik: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, mulai bertugas, bertugas di kelompok apa, dan pelatihan yang diterima;
b.       Data pengelola: Nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan,mulai bertugas, dan pelatihan yang diterima;
c.       Data tenaga administrasi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, mulai bertugas, dan pelatihan yang diterima;
d.      Data petugas lainnya bila ada.
Administrasi Anak, meliputi:
a.       Buku induk:nama anak, tempat dan tanggal lahir, anak ke berapa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, tanggal masuk;
b.      Buku catatan perkembangan anak/buku raport.
Administrasi Keuangan, mencakup:

a. Buku kas/bank;
c.       Buku Pengeluaran dan Penerimaan;
d.      Kartu Pembayaran/iuaran dari peserta didik;
e.       Buku inventaris barang;
f.       Buku untuk kearsipan lainnya.
Administrasi Program, meliputi:
a.       Rencana kegiatan semester, bulanan, harian;
b.      Formulir pendaftaran calon peserta didik;
c.       Buku komunikasi/penghubung antara pendidik dan orangtua;
d.       Jadwal kegiatan bermain;
e.       Pernyataan orangtua;
f.       Buku daftar hadir untuk anak;
g.      Buku daftar hadir untuk pendidik dan pengasuh;
h.       Buku tamu; dan
i.        Buku agenda kegiatan.

C.       Dasar Hukum TPA
Penyelenggaraan program PAUD di Indonesia mengacu pada aturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sebagai berikut.
  1. UUD 1945
  2. UU. No. 4 Tahun 1974 mengenai Kesejahteraan Anak
  3. UU. No. 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak
  4. UU. No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.
  5. PP. No. 19 Tahun 2005 mengenai Standar Pendidikan Nasional
  6. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009.
  7. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 13 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional.
  8. Peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini
  9. Rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009.
(M. Hariwijaya dan Bertiani ES, 2007:20-21).
Selain itu pada tahun 2009 diterbitkan Peratutan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 58 tahun 2009 tentang Standar pendidikan Anak Usia Dini, yang menetapkan beberapa standar PAUD sebagaima tertuang dalam pasal 1 ayat (1) Permendiknas tersebut, yaitu:
  1. Standar tingkat pencapaian perkembangan
  2. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
  3. Standar isi, proses, dan penilaian; dan
  4. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan.

D.    Tujuan TPA
Tujuan layanan TPA adalah:
a.       Memberikan layanan pembelajaran dan pengasuhan kepada anak-anak usia 0-4 tahun yang terpaksan ditinggal orang tuanya karena bekerja atau halangan lainnya.
b.      Memberikan layanan yang terkait dengan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya.

D. Kurikulum TPA
1. Prinsip-prinsip Dasar pengembangan kurikulum TPA
Dalam hal prinsip-prinsip pengembangan kurikulum TPA mengacu pada kurikulum PAUD secara umum. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, menetapkan beberapa prinsip pengembangan kurikulum TPA meliputi:
a.             Bersifat komprehensif, artinya kurikulum harus menyediakan pengalaman belajar yang meningkatkan perkembangan anak secara menyeluruh dalam berbagai aspek perkembangan.
b.            Didasarkan pada perkembangan secara bertahap, sehingga proses pembelajaran harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan usia anak dan tahapan perkembangan anak.
c.             Melibatkan orang tua sebagai pendidik utama, sehingga peran orang tua dalam menyusun rancangan kegiatan pembelajaran harus ditingkatkan agar tujuan PAUD lebih terarah dan tepat sasaran.
d.            Melayani kebutuhan anak, yakni mampu mengembangkan kemampuan, kebutuhan, minat, potensi setiap anak.
e.             Merefleksikan kebutuhan dan nilai-nilai yang dalam masyarakat
f.             Mengembangkan standar kompetensi anak sebagai upaya menyiapkan lingkungan belajar anak.
g.            Mewadahi layanan anak berkebutuhan khusus, sehingga semboyan pendidikan untuk semua dapat dilaksanakan.
h.            Menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat
i.              Memperhatikan kesehatan dan keselamatan anak, khususnya di lingkungan sekolah.
j.              Menjabarkan prosedur pengelolaan lembaga yang diungkapkan kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas.
k.            Manajemen sumber daya manusia yang terlibat dalam lembaga pendidikan anak usia dini.
l.              Penyediaan sarana dan prasarana yang optimal dan mampu menunjang proses pembelajaran.

E. Komponen Kurikulum TPA
a.            Peserta didik
Sasaran pendidikan anak usia dini khususnya TPA adalah anak yang berada di sekurang-kurangnya berusia 3 bulan sampai 6 tahun, dengan prioritas anak yang kedua orang tuanya bekerja.
b.            Pendidik
1.      Guru
Kompetensi pendidik PAUD adalah sekurang-kurangnya memiliki kualifikasi akademik Diplomas Empat (D-IV) atau Sarjana (S-1) di bidang pendidikan usia dini, psikologi atau lainnya; dan memiliki sertifikat profesi guru PAUD. Kompetensi yang harus dimilikinya adalah memiliki kompetensi kepribadian, profesional, pedagogik dan sosial.
Adapun kewajiban guru adalah
a.       Menjadi teladan bagi pembentukan karakter anak
b.      Mengembangkan rencana pembelajaran sesuai dengan tahap perkembangan anak
c.       Mengelola kegiatan bermain untuk anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak dan minat anak
d.      Melaksanakan penilaian sesuai dengan kemampuan  yang dicapai anak.
2.      Guru Pendamping
Kompetensi pendidik PAUD adalah sekurang-kurangnya memiliki kualifikasi akademik Diplomas II PGTK atau SMA yang telah mendapat pelatihan PAUD. Kompetensi yang harus dimilikinya adalah memiliki kompetensi kepribadian, profesional, pedagogik dan sosial. Adapun kewajiban guru pendamping adalah membantu guru pendidikan dalam melaksanakan tugas-tugasnya di atas.


3.      Pengasuh
Kualifikasinya adalah minimal lulusan SMA sederrajat, sedangkan kompetensinya adalah: memahami dasar pengasuhan, terampil melaksanakan pengasuhan dan bersikap dan berperilkau sesuai dengan kebutuhan psikologis anak.
Adapun kewajiban pengasuh adalah:
a.       Membantu guru dan guru pendamping sesuai keperluannya
b.      Melakukan perawatan kebersihan anak
c.       Merawat kebersihan fasilitas yang digunakan anak
d.      Bersikap dan berperilaku sesuai kebutuhan psikologis anak.

c.       Pengelola
Pengelola TPA minimal mempunyai kualifikasi lulusan SMA dan mempunyai sertifikat pelatihan PAUD, serta telah berpengalaman menjadi guru PAUD minimal selama 2 tahun. Kompetensi yang harus dimiliki sama dengan kompetensi pendidikan TPA, serta kewajibannya adalah:
a.       Mengelola Rencana Anggaran Belanja Lembaga
b.      Mengelola dan mengembangkan lembaga dalam pelayanan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan
c.       Mengkoordinasikan pendidik dalam melaksanakan tugas di lembaganya
d.      Mengelola sarana dan prasarana yang dimiliki lembaga
e.       Menjalin kerjasama dengan lembaga lainnya.
d.      Ruang Lingkup Kurikulum
Kurikulum TPA mencakup seluruh aspek perkembangan anak, yakni:
a.       Nilai agama dan moral
b.      Fisik, motorik kasar, motorik halus dan kesehatan fisik
c.       Kognitif: pengetahuan umum dan sains, konsep bentuk, warna, ukuran dan pola, konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf
d.      Bahasa: bahasa yang diterima dan didengar, bahasa untuk mengungkapkan hasil fikiran/perasaan, dan keaksaraan.
e.       Sosial emosional.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum menu generik atau acuan lainnya yang sesuai.

F. Pengelolaan Kegiatan Layanan
1.      Pengelompokan Peserta
Kegiatan pengasuhan dan bermain di TPA dilakukan dengan cara dikelompokan berdasarkan usia, sebagai berikut:
a.       Kelompok usia 3 bulan - < 2 tahun
b.      Kelompok usia 2 tahun - < 4 tahun
c.       Kelompok usia 4 tahun - < 6 tahun
2.      Jumlah dalam Kelompok
Jumlah anak dalam kelompok di lembaga TPA disesuaikan dengan kemampuan lembaga dengan memperhatikan jumlah guru/pendamping/pengasuh yang tersedia dan luas ruangan yang dimilikinya.
3.      Alokasi Waktu Layanan

Waktu layanan TPA disesuaikan dengan kebutuhan lapangan, dengan alokasi sebagai berikut:
a.       TPA full Day: 6-8 jam per hari, minimal 3 kali dalam seminggu
b.      TPA setengah hari: 4-5 jam per hari, minimal 3 kali dalam seminggu
c.       TPA non reguler: 1-3 jam per hari

          G. Kegiatan Pembelajaran Harian
                          Kegiatan anak di TPA dapat diatur sebagai berikut:
1.      Kegiatan penyambutan
      Kegiatan ini merupakan transisi anak dari rumah untuk melakukan kegiatan pembelajaran di TPA
2.      Kegiatan anak bermian bebas
3.      Kegiatan anak di sentra bermain
      Kegiatan ini dilakukan bersama pendidik yang mencakup
a.       Penataan lingkungan bermain
b.      Pijakan sebelum bermain
c.       Pijakan selama bermain
d.      Pijakan seusah bermain atau mengingat kembali setelah bermain (recalling) dan
e.       Mebereskan/merapikan kembali
4.      Makan bersama
5.      Tidur siang/istirahat
6.      Mandi sebelum pulang ke rumah
7.      Kegiatan untuk menyerahkan anak kepada orang tua  
Contoh Jadwal di TPA
08.00  anak datang
09.00  main di luar (pengalaman gerakan kasar)
09.40  transisi (toilet training)
10.00  kegiatan di sentra
12.00  makan bersama
12.30  transisi
12.40  persiapan tidur siang
15.00  mandi
15.30  bermain bebas
16.00  pulang


H.  Layanan Kesehatan dan Gizi
1. Layanan Kesehatan
a.  Layanan kesehatan di TPA dilakukan secara langsung dan tidak langsung
b. Layanan kesehatan langsung berupa pemeriksaan kesehatan anak yang dilakukan oleh tenaga medis secara berkala misalnya pemeriksaan gigi, pemberian vitamin A, penimbangan, imunisasi dan penanganan darurat. Untuk kegiatan ini lembaga TPA dapat bekerja sama dengan Posyandu atau Puskesmas terdekat.
c. Layanan kesehatan tidak langsung berupa pemeliharaan kebersihan lingkungan dan alat main, pengatuan cahaya dan ventilasi, ketersediaan air bersih untuk kegiatan bermain ataupun untuk toileting, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, dsb.

2. Layanan Gizi
a. Layanan gizi dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi yang seimbang bagi anak di TPA
b. layanan gizi dilakukan melalui pemberian makanan yang sehat dan bergizi tinggi, dengan memperhatikan variasi makanan, catatan kebutuhan dan sensitivitas jenis makanan untuk setiap anak.
c. sangat dianjurkan bagi para pengelola TPA untuk mengkonsulasikan menu gizi seimbang dengan petugas kesehatan gizi terdekat.

I.                                        Indikator Keberhasilan TPA
a.       Tingkat kehadiran mencapai 80%
b.      Tingkat kehadiran pendidik/pengasuh mencapai 90%
c.       Program berjalan sesuai dengan visi, misi dan tujuan lembaga
d.      Memiliki ratio pendidik sesuai dengan yang ditetapkan.
e.       Kualiifikasi pendidik/pengasuh minimal mencapai 60%
f.       Memiliki kurikulum, perencanaan program, hasil perkembangan anak yang diadministrasikan dengan baik.
g.      Tersedia sarana 3 (tiga) jenis main (sensorimotorik, peran dan pembangunan) sesuai dengan  tahapan perkembangan anak
h.      Data pribadi (tumbuh kembang) anak terekam dengan baik.







                              








BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a.       Sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan anak usia dini  adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
  1. TPA adalah salah satu bentuk layanan PAUD pada jalur pendidikan nonformal sebagai wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja. TPA merupakan layanan PAUD yang menyelenggaran pendidikan sekaligus pengasuhan terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (dengan prioritas anak usia di bawah 4 tahun).

B.     Saran
Dalam hal ini penulis menyarankan agar pemerintah meningkatkan perannya dalam pendidikan anak usia dini, baik dari pendanaan, perekrutan tutor yang sesuai dengan kualifikasi maupun membuka ruang seluas-luasnya kepada masayarakat untuk mengembangkan PAUD khususnya TPA yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya.



















DAFTAR KEPUSTAKAAN
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2007. Undang-undang No.20 Tahun 2009 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas:Jakarta.

Depdiknas, 2009. Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:2009
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Depdiknas. 2007. Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas Negeri Jakarta: Jakarta.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Kemdiknas. 2010. Pedoman Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak. Jakarta: Kemdiknas.
Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. 2002. Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Menu Pembelajaran Generik). Depdiknas:Jakarta.
Pusat Kurikulum, Depdiknas. 2007. Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Non-Formal. Jakarta:Depdiknas.
M. Hariwijaya dan Bertiani Eka Sukaca. 2007. PAUD Melejitkan Potensi Anak dengan Pendidikan Sejak Dini. Bandung

















DAFTAR PUSTAKA

Andi Yudianto. 2009. Perkembangan Intelektual. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2007. Undang-undang No.20 Tahun 2009 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas:Jakarta.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Depdiknas. 2007. Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas Negeri Jakarta: Jakarta.
M. Hariwijaya dan Bertiani Eka Sukaca. 2007. PAUD Melejitkan Potensi Anak dengan Pendidikan Sejak Dini. Bandung
M. Solehuddin, 1997. Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. IKIP Bandung:Bandung.

_________. 2008. Psikologi Pendidikan, Makalah. Universitas Gunadarma:Jakarta.
Suyatman. 2008. Pengembangan Kecerdasan Spritial, emosional dan Intelektual, sebuah makalah. Jakarta.
























2.1 Landasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
            Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.  Pendidikan yang dilaksanakan merupakan proses sepanjang hayat, di mana proses pendidikan harus dilakukan secara terus menerus dari usia 0 tahun sampai manusia itu meninggalkan dunia.
Karena pendidikan harus dilakukan di semua usia, maka pemikiran-pemikiran terhadap pendidikan harus mencakup semua golongan usia tersebut. Begitu pula dengan  berbagai pemikiran dan kebijakan terhadap PAUD, harus merunut pada kebutuhan anak usia dini dalam proses perkembangannya. Berikut adalah beberapa landasan pendidikan anak usia dini berdasarkan aspek-aspek yang dikembangkan dalam PAUD.

2.1.1 Landasan Hukum
            Penyelenggaraan program PAUD di Indonesia mengacu pada aturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sebagai berikut.
  1. UUD 1945
  2. UU. No. 4 Tahun 1974 mengenai Kesejahteraan Anak
  3. UU. No. 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak
  4. UU. No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.
  5. PP. No. 19 Tahun 2005 mengenai Standar Pendidikan Nasional
  6. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009.
  7. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 13 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional.
  8. Rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009.
(M. Hariwijaya dan Bertiani ES, 2007:20-21).

2.1.2 Landasan Filosofis
            Anak usia dini, yakni anak dengan usia pra-sekolah (0-6 tahun) berdasarkan berbagai penelitian merupakan masa keemasan manusia (golden age), di mana kecerdasan manusia ditentukan pada masa-masa ini (Hariwijaya, 2007:32). Dengan adanya pendidikan anak usia dini diharapkan anak dapat tumbuh dengan segala potensinya, sehingga ia mampu membangun dirinya, lingkungan dan bangsanya.
            Berikut adalah beberapa pemikiran para ahli pendidikan anak terhadap proses pendidikan anak usia dini.
  1. Pandangan Pestalozzi
Menurutnya, anak dilahirkan dalam keadaan bersih. Perkembangan manusia terjadi dalam desain alam dan terbentuk oleh kekuatan-kekuatan luar. Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa keberhasilan belajar dalam satu tahap perkembangan merupakan kunci dalam mencapai keberhasilan belajar di tahap berikutnya. Oleh karena itu, ia berkesimpulan bahwa pendidikan anak merupakan hal penting yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa depannya.
  1. Pandangan Froebel
Froebel mewujudkan ide-idenya dalam pendidikan anak dengan mendirikan lembaga pendidikan Froebel. Ia lebih menfokuskanpada konsep pendidikan anak sebagai alat reformasi sosial. Ia menyiapkan program pendidikan pra-sekolah sebagai sarana untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Anak dilahirkan dengan pembawaan yang baik, sehingga tugas lembaga pendidikan untuk mengarahkan anak pada kehidupan masa depan yang lebih baik, dengan mendorong kemampuan untuk mencipta dan berkreasi.
  1. Pandangan Montesori
Menurutnya, pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk membantu perkembangan anak secara menyeluruh. Anak dalam proses perkembangannya merupakan kutub yang berbeda dengan orang dewasa, namun saling mempengaruhi. Kualitas pengalaman anak di usia dini sangat mempengaruhi kehidupannya di masa dewasa.
  1. Pandangan Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh pendidikan dan bapak pendidikan Indonesia. Pandangannya terhadap anak sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ketimuran dan pendidikan barat yang dia lalui. Menurutnya, anak lahir dalam kodrat dan pembawaannya masing-masing. Kodrat anak bias baik dan juga buruk, dengan paham inilah

2.1.3 Landasan Pengetahuan
            Landasan pengetahuan penting bagi pendidikan anak usia dini. Landasan ini mengacu pada pendapat beberapa ahli pendidikan yang memandang betapa pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), antara lain :
  1. Nabi Muhammad Saw
Lebih dari 1500 tahun yang lalu (abad ke-6 M), Nabi Muhammad Saw telah mengemukan bahwa kewajiban menuntut ilmu adalah mulai dari anak dalam kandungan sampai ia meninggal. Hal itu menegaskan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menuntut ilmu.
  1. Marthin Luther (1483-1546)
Menurutnya landasan adanya proses pendidikan adalah agama. Selain itu keluarga juga merupakan faktor utama dalam menghadapi pendidikan anak.
  1. Jean – Jacues Rouseau (1712-1718)
Menurutnya, pendidikan harus bersifat alamiah, yakni pendidikan harus kembali ke alam. Menurutnya, manusia dilahirkan dalam keadaan baik, manusialah yang menentukan baik atau jahatnya manusia.
  1. John Dewey (1859-1952)
Teorinya dikenal dengan teori ”progressivism) yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya terhadap sesuatu daripada mata pelajarannya sendiri. Menurutnya, pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang.
  1. Benjamin Bloom (1964)
Bloom mengamati kecerdasan anak dalam rentang waktu tertentu. Ia menghasilkan taksonomi Bloom. Menurutnya kecerdasan anak pada usia 15 tahun merupakan hasil pendidikan anak usia dini.
  1. Jean Piaget (1972)
Jean Piaget mengemukakan tentang bagaimana anak belajar. Anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak dituntun untuk melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Agar anak dapat memahami sesuatu, maka ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus menemukannya sendiri.
  1. Lev Vigostsky
Ia berpendapat bahwa pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan berproses anak. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika ia dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya.
(M. Hariwijaya dan Bertiani ES, 2007:21-23) dan (Pusat Kurikulum Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2007).

2.2 Hakekat Pendidikan Anak Usia Dini
            Dalam perkembangan dewasa ini, pendidikan anak usia dini merupakan program pendidikan yang diarahkan pada upaya pembelajaran yang sesuai dengan usia anak dan mampu menggali potensi anak, sehingga dapat menjadi bekal dalam kehidupannya di masa depan.

2.2.1 Pengertian
            Banyak batasan yang diberikan terhadap program PAUD, namun dalam hal ini UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan anak usia sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
            Dalam hal ini M. Hariwijaya (2007:14), mengemukakan bahwa PAUD dapat diartikan sebagai salah satu bentuk jalur pendidikan dari usia 0-6 tahun, yang diselenggarakan secara terpadu dalam satu program pembelajaran agar anak dapat mengembangkan segala guna dan kreativitasnya sesuai dengan karakteristik perkembangannya.

2.2.2 Tujuan
            Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan anak usia dini adalah:
  1. Merangsang dan membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
  2. Mengembangkan segala potensi dan kreativitas anak sesuai dengan karakteristik perkembangannya agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.2.3 Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
            Dalam mengembangkan pendidikan anak usia dini terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:
  1. Berorientasi pada kebutuhan Anak (Children Oriented)
Kegiatan pembelajaran harus berpusat kepada kebutuhan anak melalui upaya-upaya pendidikan dalam mencapai perkembangan fisik dan fsikis  yang optimal.
  1. Merangsang kreativitas dan Potensi Anak
Kegiatan PAUD harus mampu merangsang potensi dan kreativitas anak sehingga anak mempunyai kemampuan dalam menjalani kehidupannya di masa depan.
  1. Belajar melalui Bermain
Kegiatan bermain merupakan sarana belajar bagi anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan dan mengambil kesimpulan terhadap sesuatu yang dipelajarinya.
  1. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
Dalam hal ini, pendidikan di usia dini memerlukan pengkondisian lingkungan yang mendorong munculnya kreativitas anak. Lingkungan harus diciptakan agar lebih menyenangkan dan memberi kenyamanan belajar anak.
  1. Pembelajaran Terpadu
Proses pembelajaran pada anak usia dini harus memadukan berbagai aspek pembelajaran, yakni dengan penggunaan tema yang menarik dan dapat mengembangkan minat siswa dan bersifat kontekstual.
  1. Dilaksanakan secara Bertahap, Berulang-ulang dan Terus Menerus
Kegiatan pembelajaran harus dilakukan secara bertahap, di mulai dengan konsep yang sederhana dan sesuai dengan lingkungan yang dikenal anak. Juga harus dilaksanakan berulang-ulang dan terus menerus sehingga apa yang dipelajari dapat menjadi bagian dari kehidupan anak.
  1. Mengembangkan Berbagai Kecakapan Hidup (Life Skills)
Memberikan berbagai kecakapan hidupa dapat melalui proses pembiasaan, hal tersebut bertujuan agar anak mampu mandiri, disiplin, menolong dirinya sendiri dan bertanggung jawab.
  1. Menggunakan berbagai Media Edukatif dan Sumber Belajar
Diutamakan menggunakan media dan sumber pembelajaran yang berasal dari lingkungan alam di sekitar anak. Dalam hal ini kreativitas dan inovasi guru diperlukan dalam merancang dan membuat media dan sumber belajar tersebut

BERMAIN PADA ANAK USIA DINI

Tak dapat dipungkiri kalau bermain sangat identik dengan keseharian anak. Tiap harinya sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk melakukan berbagai permainan. Dan bermain ini ternyata mempunyai arti yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Melalui bermain anak-anak bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya, sehingga dengan begitu anak sebetulnnya juga tengah belajar.

Arti bermain bagi anak menurut B.E.F Montolalu:
1. Anak memperoleh kesempatan mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.
2. Anak akan menemukan dirinya, yakni kekuatan dan kelemahannya, kemampuan serta minat dan kebutuhannya.
3. Memberi peluang bagi anak untuk berkembang seutuhnya bai fisik, intelektual, bahasa, dan perilaku (psikososial serta emosional)
4. Membiasakan anak untuk menggunakan seluruh panca indranya sehingga dapat terlatih dengan baik.
5. Secara alamiah memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu secara lebih mendalam lagi.

Bermain selain penting bagi perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan sosial emosional anak, juga bermanfaat untuk:
1. Menimbulkan kegembiraan (Karl Buhler & Schank Danziger). Kegembiraan itu menjadi rangsangan bagi terbitnya perilaku lainnya. Misalnya perilaku senang berkreasi. 2. Memicu kreativitas anak.
Dalam lingkungan bermain yang aman dan menyenangkan, bermain memacu anak untuk menemukan ide-ide serta menggunakan daya khayalnya. Saat anak menggunakan daya khayalnya saat bermain, menjadikan mereka lebih kreatif.
3. Mencerdaskan otak anak. Bermain memberi kontribusi pada perkembangan intelektual atau kecerdasan berpikir dengan membukakan jalan menuju berbagai pengalaman yang tentu saja memperkaya cara berpikir mereka.
4. Meningkatkan respons anak terhadap hal-hal baru.
5. Sarana untuk bersosialisasi dan melatih fungsi mental (berpikir, berkhayal, mengingat, atau menegakkan disiplin dengan mentaati peraturan-peraturan dalam permainan)
6. Sarana mengekspresikan perasaan.
7. Membentuk kepribadian anak.
8. Mengembangakan rasa percaya diri. Hal tersebut diperoleh anak manakala dia berhasil menyelesaikan suatu permainan.
9. Bermanfaat menanggulangi konflik. Pada anak usia dini seringkali muncul perilaku seperti tingkah laku menolak, agresif, bertengkar, suka meniru, kerja sama, egois, simpatik, marah, ngambeg, mau menang sendiri, serta keinginan untuk dapat diterima oleh lingkungan sosial di mana mereka berada. Namun pada usia ini ternyata erilaku asosial lebih sering muncul sehingga seringkali terjadi konflik. Dengan bermain, anak-anak yang memiliki perilaku asosial dapat diarahkan untuk menjadi lebih prososial. Permainan sandiwara boneka, dramatisasi bebas, dan bercerita cocok untuk diterapkan dalam menanggulangi konflik yang biasa terjadi.
10. Bermanfaat untuk melatih empati. Empati adalah pengenalan perasaan, pikiran, dan sikap orang lain, atau dapat juga dikatakan pengenalan jiwa orang lain. Empati merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan sosial anak karena dengan empati anak akan dapat merasakan penderitaan orang lain.
11. Sebagai sarana hiburan. Dengan bermain anak-anak akan memperoleh kegembiraan.
12. Bermanfaat mengasah panca indra. Tujuannya adalah agar anak menjadi lebih tanggap dan lebih peka pada kejadian disekitarnya.


13. Sebagai media terapi (pengobatan). Sigmund Freud, seorang psikoanalis menggunakan bermain sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah konflik dan kecemasan.
14. Melakukan penemuan. Bermain membuat anak dapat menghasilkan ciptaan baru. Peneuan itu bisa saja sesuatu yang kebetulan atau memang sudah dirancang agar anak dapat menemukan sesuatu sendiri.
15. Menyalurkan energi. Terutama bagi anak-anak yang hiperaktif.

Karakteristik bermain pada anak usia dini:
1. Bermain adalah sukarela. Dikatakan sukarela karena kegiatan ini di dorong oleh motivasi dalam diri anak sehingga akan dilakukan anak kalau dia betul-betul menginginkannya sehingga bermain itu dapat memuaskan diri anak.
2. Bermain adalah pilihan anak. Seorang anak tidak dapat dipaksa untuk bermain sekalipun dengan cara yang halus. Bila itu terjadi maka itu bukan lagi merupakan aktivitas bermain.
3. Bermain adalah kegiatan yang menyenangkan. Itu merupakan syarat mutlak sehingga karenanya anak mau melakukan permainan.
4. Bermain adalah simbolik. Dalam bermain anak tidak selalu harus menggambarkan hal yang sebenaranya.
5. Bermain adalah aktif melakukan kegiatan. Dalam bermain anak-anak bereksplorasi, bereksperimen, menyelidiki dan bertanya tentang manusia, benda-benda, dan kejadian seputar mereka.

Jadi biarkan anak-anak usia dini bermain sesuai dengan perkembangannya. Sebab kalau dunia itu (bermain) dirampas dari mereka dengan cepat maka kelak mereka akan menjadi manusia-manusia dewasa yang kekanak-kanakan.

Referensi:
B.E.F. Montolalu, dkk (2005). Bermain dan Permainan Anak. Jakarta:Universitas Terbuka.