Minggu, 15 Mei 2011

Hakikat Anak Usia Dini


a. Keunikan Anak Usia Dini

Setiap anak bersifat unik, tidak ada dua anak yang sama sekalipun kembar siam. Setiap anak terlahir dengan potensi yang berbeda-beda; memiliki kelebihan, bakat dan minat sendiri. Ada anak yang berbakat menyanyi, ada pula yang berbakat menari, matematika, bahasa, dan adapula yang berbakat olah raga. Kenyataan menunjukkan bahwa setiap anak tidak sama, ada yang sangat cerdas, ada yang biasa saja, dan ada yang kurang cerdas. Perilaku anak juga beragam, demikian pula langgam belajarnya. Oleh karena itu para pendidik anak usia dini perlu mengenal pembelajaran untuk anak yang berkebutuhan khusus. Dengan memahami kebutuhan khusus setiap anak diharapkan para guru mampu mengembangkan potensi anak dengan baik.

Ki Hadjar Dewantara(1957) merangkum semua potensi anak menjadi cipta, rasa, dan karsa. Teori Multiple Intelligencies (Kecerdasan Ganda) dari Gardner (1998) menyatakan ada delapan tipe kecerdasan. Biasanya seorang anak memiliki satu atau lebih kecerdasan, tetapi amat jarang yang memiliki secara sempurna delapan kecerdasan tersebut. PAUD bertujuan membimbing dan mengembangkan potensi setiap anak agar dapat berkembang secara optimal sesuai tipe kecerdasannya. Oleh karena itu guru harus memahami kebutuhan khusus dan kebutuhan individual anak. Memang disadari ada faktor-faktor pembatas, yaitu faktor-faktor yang sulit atau tidak dapat diubah dalam diri anak yaitu faktor genetis. Oleh karenanya PAUD diarahkan untuk memfasilitasi setiap anak dengan lingkungan belajar dan bimbingan belajar yang tepat agar anak dapat berkembang sesuai kapasitas genetisnya.

Anak usia dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang paling pesat. Pertumbuhan dan perkembangan telah dimulai sejak prenatal, yaitu sejak dalam kandungan. Pembentukan sel syaraf otak, sebagai modal pembentukan kecerdasan, terjadi saat anak dalam kandungan. Setelah lahir tidak terjadi lagi pembentukan sel syaraf otak, tetapi hubungan antar sel syaraf otak (sinap) terus berkembang. Begitu pentingnya usia dini, sampai ada teori yang menyatakan bahwa pada usia empat tahun 50% kecerdasan telah tercapai, dan 80% pada usia delapan tahun.

Anak usia dini juga sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang sangat pesat. Sel-sel tubuh anak tumbuh dan berkembang amat cepat. Tahap awal perkembangan janin sangat penting untuk pengembangan sel-sel otak, bahkan pada saat lahir jumlah sel otak tidak bertambah lagi. Selanjutnya setelah lahir terjadi proses mielinasi dari sel-sel syaraf dan pembentukan hubungan antar sel syaraf, dua hal yang sangat penting dalam pembentukan kecerdasan. Makanan bergizi dan seimbang serta stimulai pikiran sangat diperlukan untuk mendukung proses tersebut.

Selain pertumbuhan dan perkembangan fisik dan motorik, perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan akhlak), sosial, emosional, intelektual, dan bahasa juga berlangsung amat pesat. Oleh karena itu usia dini (usia 0-8 tahun) juga disebut tahun emas atau golden age. Oleh karena itu jika ingin mengembangkan bangsa yang cerdas, beriman dan bertaqwa, serta berbudi luhur hendaklah dimulai dari PAUD. Itulah sebabnya negara-negara maju amat serius mengembangkan PAUD, tidak dianggap sebagai pelengkap, tetapi sama pentingnya dengan pendidikan SD atau sekolah menengah.

b. Cara Belajar Anak Usia Dini

Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bermain erupakan cara belajar yang sangat penting bagi anak usia dini. Sering guru dan orangtua mengajarkan anak sesuai dengan jalan pikiran orang dewasa, seperti melarang anak untuk bermain. Akibatnya apa yang diajarkan orangtua sulit diterima anak dan banyak hal yang disukai oleh anak dilarang oleh orangtua; sebaliknya banyak hal yang disukai orangtua tidak disukai anak. Untuk itu orangtua dan guru anak usia dini perlu memahami hakikat perkembangan anak dan hakikat PAUD agar dapat memberi pendidikan yang sesuai dengan jalan pikiran anak.

Berbagai teori belajar pada anak seperti teori Piaget, Vygotsky, Montessori, Bandura, Case, Bruner, dan Smilansky menjelaskan cara belajar anak dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu teori belajar tersebut perlu dipilih dan disesuaikan dengan karakteristk anak serta materi ajarnya. Modalitas belajar anak juga berbeda-beda, sehingga cara anak belajar berbeda pula. Anak tipe auditif, misalnya, berbeda cara belajarnya dengan tipe visual dan kinestetik. Untuk itu guru dan orangtua perlu memahami karakteristik anak agar dapat memberi bantuan belajar yang paling tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar