Sabtu, 13 Agustus 2011

Pukulan vs Time-out. Manakah yang lebih efektif ?







Dalam menghadapi sikap anak yang 'nakal' dan tidak disiplin atau melanggar peraturan keluarga, para ahli perkembangan anak menyarankan untuk memberikan TIME-OUT kepada anak. Bagaimana caranya ?
Akhir-akhir ini berita tentang kekerasan yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya banyak muncul di media TV maupun koran di Jepang. Hampir setiap hari, ada saja berita yang memuat tentang anak yang dibawa ke rumah sakit dengan luka berat, bahkan sampai meninggal gara-gara 'dihukum' oleh orangtuanya. Dari bayi yang berusia beberapa bulan sampai anak SD harus mengalami 'hukuman' dari orangtuanya.
Bayangkan, ada seorang bayi berusia 7 bulan meninggal karena tidak diberi makan oleh orangtuanya selama beberapa hari.
Uniknya, pada saat ditangkap polisi dan diinterogasi, alasan para orangtua tersebut semua SAMA, yaitu memberikan hukuman karena anaknya tidak mau mengikuti apa yang dikatakan orangtua. Atau menurut mereka, MENGAJARKAN DISIPLIN kepada anaknya.
Di negara maju seperti Jepang saja (dimana telah diterapkan Undang-Undang Perlindungan Anak) masih banyak kejadian penyiksaan terhadap anak. Bagaimana dengan kita di Indonesia ? ...atau, dengan lingkungan kecil di sekitar kita sendiri ?
Dari hal-hal diatas tersebut, kita semua semakin menyadari bahwa masih banyak orangtua yang salah dalam menerapkan atau mengajarkan disiplin kepada anaknya. Sayangnya, para orangtua tersebut tidak pernah menyadarinya, dan bahkan tidak pernah berusaha untuk mempelajarinya.
Jika melihat hal ini, saya begitu salut dan hormat kepada anda yang sangat peduli terhadap perkembangan buah hati anda.
Saya dan anda tentunya sudah menyadari sekali bahwa betapa sulitnya menjadi orangtua yang baik itu. Hal yang paling sulit adalah bagaimana kita sebagai orangtua bisa mengendalikan emosi kita dalam mengasuh anak. Mungkin secara teori kita sudah banyak belajar melalui buku-buku ataupun seminar tentang perkembangan
anak, tetapi begitu menghadapi anak kita yang 'nakal', hilanglah semua teori itu dari kepala kita.
Apakah anda pernah mengalaminya ? Saya masih mengalaminya, apalagi dengan semakin meningkatnya usia anak.
Ketidakmampuan kita mengendalikan emosi ini akhirnya muncul dalam bentuk pukulan atau tindakan fisik terhadap anak kita.
Semua buku/informasi tentang cara mengajar disiplin kepada anak selalu menekankan untuk tidak boleh memukul atau memberikan hukuman fisik dalam melakukannya.
Memang, mudah dikatakan, tapi cukup sulit untuk diterapkan. Jika anda sudah membaca eBook kami 3 Tahun Pertama yang Menentukan, tentunya tahu bagaimana pengalaman saya terhadap anak saya dalam hal hukuman fisik ini. Hukuman fisik justru bisa menjadi 'permainan menarik' bagi anak, dan tidak mampu
mendisiplinkan anak.
Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa anak balita masih belum bisa memahami hubungan antara tindakannya yang 'nakal' (menurut orangtua) dengan pukulan yang diterimanya. Anak HANYA merasakan sakit karena dipukul tanpa tahu kenapa kok dipukul. Kalaupun si anak tidak lagi melakukan tindakan 'nakal'-nya itu, hal ini bukan karena dia menyadari kenakalannya, tetapi lebih pada rasa takut akan dipukul lagi. Artinya, pukulan tersebut sama sekali tidak bisa mendisiplinkan anak atas kesadarannya sendiri !
Jadi, JANGAN PERNAH MEMUKUL !!!
Memukul tidak ada gunanya sama sekali bagi anak, KECUALI hanya memuaskan emosi orangtua. Anda setuju ?
Dalam menghadapi sikap anak yang 'nakal' dan tidak disiplin atau melanggar peraturan keluarga, para ahli perkembangan anak menyarankan untuk memberikan TIME-OUT kepada anak. Time-out disini sebenarnya kata halus untuk sebuah hukuman tetapi BUKAN hukuman fisik.
Time-out ini biasanya dalam bentuk menyuruh anak untuk duduk di sebuah kursi atau masuk ruangan tertentu dalam waktu tertentu. Panjang waktu yang paling efektif adalah disesuaikan dengan usia anak. Misalnya, waktu time-out untuk anak usia 2 tahun adalah 2 menit, untuk anak usia 3 tahun adalah 3 menit.
Jangan terlalu lama !
Time-out ini sangat efektif untuk menghukum anak yang suka memukul, merusak barang atau berkelakuan di luar batas sopan santun yang telah ditentukan oleh orangtua.
Setelah waktu time-out selesai, orangtua harus menjelaskan kenapa dia dikenai time-out, dan kemudian menasehati tentang perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh anak.
Menasehati pada saat anak sudah tenang ini akan memberikan hasil yang sangat efektif, dibandingkan dengan nasehat pada saat setelah anak dipukul, apalagi pada saat anak menangis. Jadi, untuk menasehati anak yang efektif itu memang perlu waktu yang tepat, yaitu pada saat emosi anak sedang tenang. Menasehati (memarahi?) anak sambil berteriak, ditambah lagi pada saat emosi anak tinggi (mis. sedang menangis), sama sekali TIDAK akan membuahkan hasil apapun !
Kembali lagi ke masalah time-out, yang perlu diingat adalah bahwa time-out menjadi tidak efektif bila dilakukan terlalu sering atau untuk kelakuan anak seperti misalnya hanya karena anak tidak mau membereskan mainannya, dan sejenisnya.
Untuk mengajarkan disiplin tentang kelakuan anak seperti hal diatas, atau mencegah ledakan kemarahan (temper tantrum) dan sejenisnya, pemberian 'signal awal' kepada anak merupakan cara yang paling efektif dari berbagai cara yang ada.
Hal inilah yang selalu kami terapkan kepada anak kami.
(Untuk detail masalah 'signal awal' dan permasalahan disiplin ini dapat anda baca lebih lanjut di eBook 3 Tahun Pertama yang Menentukan)
Untuk orangtua yang terlanjur mempunyai kebiasaan memukul, cara yang cukup efektif untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini adalah dengan sesering mungkin membaca tulisan tentang tidak baiknya memukul anak itu. Saya sendiri seminggu sekali selalu membaca
artikel yang sama tentang hal ini tanpa bosan-bosannya. Untuk yang tidak punya artikel khusus, mungkin artikel ini bisa dimanfaatkan :)
Dengan membaca artikel seperti itu, kita akan diingatkan terus akan keburukan memberikan hukuman fisik. Letakkan saja buku/artikel tentang hal ini di atas meja kerja anda, dan pada saat waklu luang, lihat-lihat sebentar sambil refreshing :)
Mudah 'kan ?
Terakhir kali,
Mari kita galakkan upaya untuk selalu menghindari kekerasan di dalam rumah tangga, demi masa depan buah hati kita tercinta dan masa depan bangsa Indonesia !
Sebuah penelitian di Jepang menunjukkan bahwa remaja yang nakal dan sering mengganggu orang lain ternyata sebagian besar mempunyai latar belakang dimana pada masa kecilnya mereka sering mendapatkan hukuman fisik dari orangtuanya.
oleh : Taufan Surana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar