Rabu, 09 November 2011

Memperkenalkan Agama pada Anak, Sebuah Metode


Orangtua manapun pasti akan berusaha melindungi keluarga dan anak-anaknya dari pengaruh negatif informasi atau budaya luar. Satu-satunya cara untuk melindungi memang hanya dengan pemahaman agama dan iman yang kuat. Apalagi kalau benteng iman dibangun dengan pondasi yang kuat sejak dini. Karena sekuat apapun usaha orangtua mengawasi anak tetap tidak bisa 24 jam penuh, Apalagi orang tua juga bekerja.
Metode khusus untuk mengenalkan agama pada anak sejak usia dini yang paling tepat adalah dengan cara bermain bersama ketika hendak menperkenalkan hal-hal yang lain. Perlu disadari, belajar untuk anak usia dini cara yang paling tepat adalah dengan bermain, karena dalam bermain sebenarnya terkandung proses belajar. Untuk pengenalan agama sebaiknya lebih banyak ditekankan pada masalah akhlak dan etika didahulukan. Mulai dari nilai-nilai dasar dalam kehidupan sehari-hari, seperti kejujuran, sayang sesama, sabar, memaafkan, bersyukur, dan sebagainya. Untuk syariah dan tauhid, kelak seiring dengan pertambahan usia dan perkembangan pengetahuannya bisa secara bertahap dikenalkan.
Dengan cara bermain
Memperkenalkan Allah, memperkenalkan agama Islam pada anak usia dini untuk tahap pertama, sebaiknya dilakukan dengan cara bermain, dengan cara yang menyenangkan. Game, film, buku cerita, lagu atau media lain yang di era sekarang cukup banyak tersedia bisa digunakan sebagai alat bantu. Memperkenalkan Allah pada balita harus disesuaikan dengan umurnya. Cara menyenangkan lebih mudah diterima dan dipahami oleh anak. Dalam tahap perkenalan, hal-hal yang menakutkan “bahwa kalau bohong nanti masuk neraka, disana apinya panas”, atau ” kalau mencuri nanti diakhirat tangannya dipotong” dsb sebaiknya tidak disampaikan dulu. Kenapa ? karena anak usia dini masih belum faham apa arti pahala, dosa, surga neraka, mereka berfikirnya masih dalam tahap konkret atau yang nyata-nyata belum hal-hal abstrak. Menakut-nakuti anak justru akan membuat anak punya pemahaman sejak dini bahwa Islam itu agama yang menakutkan dan penuh ancaman. Buat se-fun mungkin, biar anak semangat untuk mempelajari Islam. Misalkan mengenalkan nilai-nilai moral agama lewat permainan ular tangga dll, yang suka bukan cuma anaknya, orangtuanya juga.
Gunakan bahasa yang sederhana
Sebaiknya ketika mengenalkan agama pada anak gunakan bahasa atau kalimat yang mudah dipahami. Menggunakan bahasa yang rumit, berat, malah membuat anak sulit menangkap apa yang kita maksud. Ketika anak bertanya hal-hal yang kita memang belum mampu menjawab, sebaiknya terus terang saja dan berjanji kita akan sama-sama mencari jawabannya di buku. Menjawab dengan mengada-ada malah bikin anak tambah bingung. Misalnya anak bertanya “kok bisa terjadi banjir sih ma ?”, karena tidak tahu bagaimana menjelaskannya atau tidak punya banyak waktu, lalu orangtua menjawab ” iya itu tandanya Allah marah, abis adik nakal sih gak nurut sama mama.”jawaban yang mengada-ngada bisa ditanggapi anak dengan serius. Yang paling baik memang jujur dan katakan apa adanya saja.
Mulai dari contoh sederhana
Menggunakan contoh dari hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan bisa dilihat anak akan semakin memudahkan anak belajar tentang agama. Kita bisa mengenalkan keberadaan Allah lewat benda-benda yang ada disekitar kita seperti air, pohon, binatang, mama dan papa, tanah, hujan, matahari, pelangi, sayur, buah, beras dsb. Jelaskan pada anak bahwa semua yang ada disekitar kita ada yang menciptakan dan kita wajib berdoa, mengucapkan syukur dan berterimakasih pada Allah. “Coba kalau Allah gak menciptakan sayur, buah, beras, hewan ternak, kita makan apa?” ya dari contoh sederhana dulu biar anak mudah memahami. Lewat contoh tadi sifat-sifat Allah juga bisa dikenalkan, seperti Allah itu Maha Pemurah, Maha Penyayang, Maha Pemberi, karena Allah sayang sama adik makanya Allah menciptakan air, tanaman yang indah, binatang yang lucu-lucu, pelangi, awan, hujan dsb.
Jadi contoh
Cara yang paling efektif sebenarnya adalah dengan memberi contoh lewat perilaku kita. Anak usia dini senang mencontoh apapun yang dia lihat. Belajarnya dengan mengamati. Ketika anak mengamati orangtuanya kemasjid untuk sholat, membaca Al-Qur’an, puasa, berdoa sebelum makan, berdoa sebelum keluar rumah, berdoa sebelum tidur, mengucap salam dsb maka anak pun akan mengikuti. Bagaimana kita mau mengajarkan ibadah pada anak kalau orangtuanya sendiri tidak beribadah. Orangtua seharusnya memang tidak hanya mengajarkan dengan bicara atau nyuruh tapi yang paling penting adalah melakukan. Kalau kita ingin mengenalkan sifat-sifat Allah yang maha Pengasih dan Penyayang maka orangtua sebaiknya tidak marah-marah …, atau kalau kita ingin mengenalkan bahwa Allah itu pemaaf, sebaiknya kita juga memaafkan ketika anak melakukan kesalahan. Dari hal-hal kecil tapi konkrit, itu lebih baik dan lebih mengena.
Konsisten
Konsisten penting kalau kita ingin anak memahami apa yang kita ajarkan. Kalau kita ingin mengajarkan ketika tiba waktu sholat harus segera melaksanakan sholat maka itu tidak hanya berlaku ketika kita dirumah, di luar rumahpun, ketika sedang di mall atau ditempat wisata, harus berlaku juga. Ini akan menunjukkan pada anak bahwa ternyata diatas mama papa ada yang lebih berkuasa yaitu Allah. Kalau tidak maka anak hanya akan beranggapan bahwa ibadah sholat atau sholat tepat waktu hanya dilakukan kalau kita santai-santai dirumah atau saat punya waktu luang, “kalau lagi sibuk dilewatin juga boleh, bukan hal yang penting, mama papa aja gak sholat ketika jalan-jalan”. Jadi sangat berbahaya kalau sejak usia dini sudah tertanam pemahaman seperti itu. Walapun belum wajib tapi dengan melihat sejak dini maka ketika tiba akil baligh anak akan lebih mudah menjalankan kewajibannya karena sudah menjadi kebiasaan.
Konsisten tidak hanya soal waktu tapi juga kesamaan pemahaman. Kalau kita ingin mengenalkan agama pada anak maka tidak hanya orangtua yang terlibat atau memberi contoh, semua orang dewasa yang ada dan dekat dengan anak, seperti nenek, kakek, om, bulik, sampai pengasuh juga dilibatkan. Kalau tidak sepaham, anak justru akan bingung misalnya “mama sholat tapi bulik nggak ya”, atau “papa kemasjid tapi om kok malah nonton TV”, “sebenarnya yang harus dicontoh mana nih…”, bisa saja lalu ketika diajak untuk sholat atau ngaji jawaban anak “om aja nggak, kok aku iya sih”. Anak itu kritis….
Libatkan anak
Mengajak anak ketempat ibadah, tarawih, sholat, atau pengajian baik untuk mengenalkan agama sejak dini. Anak ribut dimasjid atau ditempat ibadah sebenarnya tidak akan terjadi kalau orangtua sudah memberi pijakan yang kuat diawal. ” nak, ikut papa ke masjid yuk, tapi disana harus tenang karena masjid tempat untuk berdoa kepada Allah. Kalau mau main boleh tapi dihalaman setelah ibadah, nanti papa temani.”Bermain juga boleh, namanya juga anak2 yang sedang dalam masa bermain, melarang bermain justru mengabaikan hak mereka, daripada melarang lebih baik jika kita memberi penjelasan kenapa kok mainnya harus ditunda setelah selesai ibadah. Untuk anak usia dini, ikut2an ketika menjalankan ibadah tidak  mengapa, kelak seiring bertambahnya usia anak akan mengerti bahwa semua itu merupakan nilai-nilai yang harus dijalani dalam hidupnya.
Di sekolah, selain menstimulasi aspek perkembangan diusia2 emasnya, anak juga diajarkan untuk bisa bersosialisasi dan mandiri. Dalam memilih sekolahpun maka sebaiknya juga selektif. Segala keputusan yang diambil sebaiknya memang adalah untuk yang terbaik buat si kecil.


http://paudanakceria.wordpress.com/2011/07/21/memperkenalkan-agama-pada-anak-sebuah-metode/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar