KEDUDUKAN ILMU JIWA ANAK
DAN SEJARAHNYA
1. Kedudukan ilmu jiwa anak dan latar belakang historisnya.
2. Sejarah singkat psikologi anak
1. KEDUDUKAN ILMU JIWA ANAK DAN LATAR BELAKANG HISTORISNYA
Ilmu jiwa anak dan ilmu jiwa masa muda. Kedua-duanya disebut sebagai ilmu JIWA GENETIS atau ILMU JIWA PERKEMBANGAN: kedua-duanya merupakan bagian dari psikologi.
Orang mengkhususkan sistematika dari proses perkembangan. Mengingat adanya (1) sifat-sifat yang karakteristik, (2) perbedaan-perbedaan tertentu, dan (3) adanya ciri-ciri khusus pada anak manusia. Hal ini disebabkan oleh karena: taraf perkembangan anak manusia itu memang selalu berlainan sifat dan ciri-cirinya seorang bayi misalnya.
Oleh adanya perbedaan sifat dan ciri-ciri setiap perkembangan tadi, orang lalu membuat sistematika dari tiga jenis psikologi, yaitu:
a) Psikologi genetis atau psikologi perkembangan (psikologi anak); dimulai dengan periode masa bayi, anak pemain, anak sekolah, masa remaja, sampai periode adolesens menjelang dewasa.
b) Psikologi umum; yaitu psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia budaya yang normal dan dewasa.
c) Gerontologi; yaitu ilmu jiwa yang mempelajari semua permasalahan yang terdapat pada usia tua.
Ilmu jiwa lama atau ilmu jiwa sebelum 1900, biasa disebut sebagai ilmu jiwa asosiasi, yang berpendapat, bahwa jiwa itu adalah pasif sifatnya. Karena itu gejala-gejala kejiwaan bisa diselidiki dengan metode-metode yang dipakai dalam penelitian ilmu alam. Khususnya mempelajari sebab dan akibat, menurut hukum-hukum kausalitas.
Ilmu jiwa asosiasi berpendirian, bahwa setiap peristiwa psikis itu merupakan akibat langsung dari perangsang-perangsang fisik yang berasal dari luar; sehingga terjadi perubahan-perubahan dalam organisme manusia dan dalam susunan urat syrafnya. Menurut prinsip ilmu jiwa kuna, keseluruhan adalah sama dengan jumlah (totalitas) dari bagian-bagiannya. Oleh karena itu proses kejiwaan yang lebih tinggi tarafnya (seperti berfikir, mengkhayal, menimbang, merasa, berkemauan, dan lain-lain) itu terbentuk karena adanya hubungan dan kombinasi dari unsur-unsur kejiwaan yang sederhana dan bertaraf lebih rendah. Maka hubungan dan kombinasi dari unsur-unsur inilah yang lazimnya disebut sebagai asosiasi. Oleh pendirian semacam ini ilmu kuna disebut pula sebagai ilmu jiwa asosiasi.
Ilmu jiwa modern/baru (yang pada dasarnya mempunyai pendirian yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu jiwa asosiasi) dengan tegas mengemukakan pendirian sebagai berikut: totalitas keseluruhan itu adalah lebih daripada jumlah bagian-bagiannya. Setiap peristiwa kejiwaan itu tidak dapat dipisahkan dari subjeknya; tidak bisa diceraikan dari pribadi seseorang (anak) yang menampilkan peristiwa kejiwaan tadi. Jiwa itu dianggap sebagai pusat tenaga batin, yang memberikan nafas kehidupan pada manusia dengan segenap tingkah lakunya.
Sampai pada abad ke-19, tujuan akhir pendidikan ialah: mengisi otak anak-anak sebanyak-banyaknya dengan pengetahuan orang dewasa dalam waktu sesingkat-singkatnya.
2. SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI ANAK
Karl Buhler menulis buku “Die geistige Endwicklung des Kindes” (perkembangan jiwani anak) pada tahun 1918. Dan Koffka menulis buku “Die Grundlagen der psychischen Entwicklung” (Azas dasar dari perkembangan psikis) pada tahun 1921.
Doktor Spranger menulis buku “psychologie des jugendalters” (Psikologi dari masa muda). Sedang sarjana-sarjana Belanda dalam ilmu pendidikan yang banyak menulis buku anatara lain: Gunning, Kohnstamm, Bigot, Palland, Sis Heyster, J. Bijl, Roels dan Lievegoed. Sarjana lainnya ialah: Meumann, Koffka dan Kroh (Jerman); Dr. Schuyten, Tobie Jonckheere, Decroly (Belgia); Sikorski, dan Pavlov (Rusia); van Wagenburg, van Ginneken, Frater Rombouts, Casimir, Waterink, Langeveld dan laain-lain (Belanda).
BAB II
MEMASUKI DUNIA KANAK-KANAK
1. Pemahaman dunia anak-anak
2. Fase pasif dan fase aktif
3. Metode pendekatan obyektif dan subyektif
4. Metode pendekatan lainnya
1. PEMAHAMAN DUNIA KANAK-KANAK
Apabila kita hendak memahami kehidupan anak bayi dan anak-anak yang masih sangat muda, maka kita harus banyak menyandarkan diri pada observasi terhadap tingkah laku anak-anak tersebut. Sebab anak-anak itu tidak bisa bercerita tentang keadaan diri sendiri, dan tidak mampu mengungkapkan kehidupan psikisnya.
Ada tiga jenjang pokok yang terdapat pada kehidupan anak manusia menuju kedewasaan:
a. Konsepsi/conceptie dirinya, ada dalam kandungan ibunya, sebagai satu wujud atau sebagai organisme yang tumbuh.
b. laKehirannya di dunia, yang memberikan kejutan-kekuatan-kesakitan, sehingga ia mengeluarkan jerit tangis melengking ketika harus meninggalkan rahim ibunya.
c. Kemampuan realisasi diri, menjadi pribadi/person.
2. FASE PASIF DAN FASE AKTIF
Pribadi anak yang pada suatu saat berusaha secara aktif untuk membangun dirinya (dalam artian: memberikan bentuk dan isi pada kehidupan sendiri) itu pada mulanya ada dalam keadaan pasif, atau bersifat pasif. Sejak saat permulaan kelahirannya, ia sudah dipastikan oleh warisan-warisan alami; yaitu pembawaan psiko-fisik yang herediter. Warisan psiko-fisik ini tidak bisa diminta tetapi diberikan oleh orang tuanya.
Fase kemudian, pada saat anak bisa menghayati diri sendiri sebagai AKU atau person, dapat disebut sebagai fase aktif. Pada saat itu, anak mulai menyadari bahwa ia mempunyai kemauan. Ia lalu mengantisipasikan satu masa mendatang (sesuatu yang belum terjadi, dan ingin dicapainya), melalui penggabungan semua pengalaman hidupnya di masa lampau, sekarang, dan dihari kemudian.
3. METODE PENDEKATAN OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF
Ada beberapa cara pendekatan guna mengadakan studi terhadap kehidupan anak-anak. Yang pertama dengan melakukan observasi secara teratur dan sistematis, dan mengukur dimensi-dimensi obyektif yang tampak pada perilaku anak. Inilah yang disebut pendekatan obyektif. Misalnya mengukur berat dan tinggi badannya, kemampuan-kemampuan jasmaniah dan tingkah laku tertentu; antara lain kemampuan menggunakan jari-jemari, kemahiran berjalan. Kemajuan bahasa, prestasi sekolah, test belajar, dan lain-lain.
Kedua menggunakan pendekatan subyektif; yaitu tidak meneliti setiap potensi yang bisa dilihat atau bisa diukur, akan tetapi berusaha mencatat dan mempermasalahkan antara lain, isi kehidupan batiniah anak, pendapat dan pandangannya, keinginan dan perasaannya yang paling dalam, dan lain-lain. Sebagai contoh kami kemukakan peristiwa sebagai berikut; dinilai secara obyektif, anak yang berumur 4 tahun itu mempunyai tinggi badan 95 cm dengan berat badan 11-12 kg. Pertumbuhan jasmaniah anak bisa diketahui dengan mengukur berat badan, panjang badan, ukuran-ukuran lingkar kepala, lingkar pinggang atau pinggul, dan lingkar dada si anak. Secara obyektif anak tersebut bisa dikatakan ia lebih besar atau lebih kecil daripada rata-rata anak umur 4 tahun.
Akan tetapi pendekatan subyektif berusaha menjelaskan perasaan dan fikiran anak menurut kriteria anak sendiri. Maka tanggapan anak mengenai diri sendiri dan orang lain (termasuk orang tuanya) hendaknya secara psikologis dinilai lebih berat dan lebih penting daripada kondisi jasmaniahnya.
Ringkasnya, pendekatan secara subyektif itu mengharuskan kita untuk menilai anak dengan kriteria anak itu sendiri. Jadi menilai dan memahami sesuai dengan perasaan dan fikiran anak; sesuai dengan daya persepsi dan motivasi-motivasinya.
Untuk memahami hakekat anak, kecuali pemahaman tentang dimensi-dimensi yang obyektif (menyajikan informasi kuantitatif yang bisa diukur secara cermat), juga diperlukan pemahaman dimensi-dimensi subyektif dari anak (yang memberikan data kualitatif). Pendekatan secara obyektif yang memberikan data obyektif dan kuantitatif itu sifatnya impersonal. Sedang pendekatan secara subyektif, yang memberikan informasi subyektif serta kualitatif yang sukar diukur dengan cermat, sifatnya personal atau pribadi.
Memang perlu bagi para pendidik dan orang tua untuk bisa mengamati tingkah laku anak secara obyektif, dan mengukurnya dengan tepat. Akan tetapi yang lebih penting lagi ialah kemampuan memahami dan menginterprestasikan kehidupan psikis anak, dilihat dari pribadi dan kepentingan anak sendiri. Sehingga dengan begitu tidak akan terjadi salah paham, dan tidak timbul relasi “kortsluiting” dengan anak.
Sebab kesalahan paling banyak, dan merupakan kesulitan paling besar yang harus dihadapi orang tua dewasa pada umumnya dalam usaha pendidikan ialah: melihat semua gejala yang tampak pada anak menurut pandangan dan pendirian orang dewasa sendiri (yang diwarnai perasaan, ide-ide, sikap stereotipis, dan prasangka tertentu). Sehingga terjadi salah paham, salah interprestasi, salah mengerti, dan salah-langkah, pada orang dewasa.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, seyogyanya kita tidak hanya berlaku sebagai seorang pengamat yang hanya melakukan observasi secara cermat; dan menghitung dengan teliti semua aktifitas karakteristik dari anak dengan cara impersonal, tetapi juga sebagai seorang partisipan yang bisa mengidentifikasi diri dengan pribadi anak, dan juga berusaha ikut merasakan dan terlibat dalam kehidupan perasaan serta kegiatan anak; mencoba memahami arti personal dari setiap gerak dan tingkah laku anak. Jadi ada proses menyatu atau “ajur ajer” dan tepa salira.
Untuk bisa lebih memahami orang lain, harus mengembangkan kemampuan memahami diri sendiri; yaitu memahami perasaan sendiri, dalam kaitan penghayatan terhadap kehidupan emosional orang lain yang tengah berkomunikasi dengan kita. Pengertian tentang diri sendiri dan ekseptasi-diri jelas akan sangat menentukan sikap kita terhadap orang lain; untuk selanjutnya mengambil sari pelajaran dari semua pengalaman. Selanjutnya, pengertian tentang diri orang lain akan memberikan saham yang berguna untuk lebih memahami diri sendiri, dan memperbaiki segala kekeliruan dan kekurangan. Maka proses pemahaman diri orang lain dan proses penemuan/pemahaman diri pribadi itu saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Pribadi yang sehat lahir batinnya dan dewasa secara emosional itu pasti mampu mengintegrasikan secara harmonis pengalaman masa lampau dengan penghayatan masa sekarang, tanpa banyak konflik dan tanpa penyesalan diri. Sehingga orang bisa menerima keadaan dirinya secara wajar. Dan dengan kewajaran ini ia akan sanggup memahami keadaan serta hakekat anaknya sendiri dan anak-didik, di dalam kewajaran kondisi dan situasinya.
4. METODE PENDEKATAN LAINNYA
Disamping metode observasi secara obyektif dan pendekatan subyektif tadi, kita juga bisa menggunakan pendekatan dengan cara lain. Antara lain dengan:
1) Eksperimen: dengan memberikan “tugas” atau kegiatan percobaan pada anak.
2) Metode klinis: dalam klinik-klinik spesial, dengan situasi kondisi khusus orang berusaha mengamati kemampuan anak-anak, untuk tujuan medis atau tujuan pedagogis.
3) Metode pengumpulan: merupakan metode pendekatan yang tidak langsung (berkontak).
4) Opname film: dengan bantuan alat-alat kinematografis orang berusaha mempelajari macam-macam tingkah laku anak.
5) Metode angket dan metode statistik: metode ini banyak dilakukan di Amerika Serikat. Peneliti mengirimkan banyak kertas angket berisikan daftar pertanyaan-pertnyaan, yang dijawab oleh orang tua.
6) Metode biografis: biografi, terutama otobiografi anak-anakusia sekolah dan anak puber, banyak memberikan informasi dan penjelasan pada taraf pengembangan psikologis anak.
7) Wawancara: orang mengumpulkan bahan-bahan studi dengan mengajak bercakap-cakap, muka berhadapan muka dengan anak-anak.
Wawancara ini bisa juga interview diagnostik, untuk menentukan jenis gangguan psikis dan gangguan batin lain-lainnya. Kadangkala wawancara juga dipakai sebagai interview treatment, yang berfungsi sebagai terapi katharsis (terapi pencucian dan pembersihan jiwa) guna penyembuhan gangguan-gangguan psikis serta konflik-konflik batin pada anak-anak.
BAB III
PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA.
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Teori mengenai dinamisme perkembangan
1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara interdependen, saling bergantung satu sama lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang murni berdiri sendiri-sendiri; akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud; lebih mudah memahaminya.
Difinisi: Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu) tertentu.
Pertumbuhan dapat diartikan pula sebagai: proses transmisi dari konstitusi fisik (resam tubuh, keadaan jasmaniah) yang harediter/turun-temurun dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan.
Hasil pertumbuhan antara lain berwujud bertambah panjangnya badan anak, tubuh bertambah berat, tulang-tulang jadi lebih besar-panjang-berat-kuat, perubahan dalam sistem persyarafan; dan perubahan-perubahan pada struktur jasmaniah lainnya. Dengan begitu, pertumbuhan bisa di sebutkan pula sebagai proses perubahan dan proses pematangan fisik.
Pertumbuhan jasmaniah berakar pada: organisme yamg selalu berproses untuk menjadi (the process of coming into being). Jelasnya, organisme merupakan sistem yang mekar secara kontinu, yang selalu “beroperasi” atau berfungsi; juga bersifat dinamis dan tidak pernah statis secara komplit (kecuali kalau sudah mati). Pertumbuhan jasmaniah ini dapat diteliti dengan mengukur (1) berat, (2) panjang dan (3) ukuran lingkaran; umpama lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar lengan, dan lain-lain.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organis ini ada bermacam-macam:
1. Faktor-faktor sebelum lahir.
2. Faktor ketika lahir, antara lain ialah: intracranial haemorrahage atau pendarahan pada bagian kepala bayi, disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan.
3. Faktor sesudah lahir, antara lain; oleh pengalaman traumatik (luka-luka) pada kepala, kepala bagian dalam terlukakarena bayi jatuh.
4. Faktor psikologis; antara lain bayi ditinggalkan ibu, ayah atau kedua orang tuanya.
Perkembangan dalam pengertian sempit bisa disebutkan sebagai:
“Proses pematangan fungsi-fungsi yang non-fisik”
Perkembangan anak tidak berlangsung secara mekanis-otomatis. Sebab perkembangan tersebut sangat bergantung pada beberapa faktor secara simultan, yaitu:
1) Fakto herediter (warisan sejak lahir, bawaan)
2) Faktor lingkungan yang menguntungkan, atau yang merugikan
3) Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis
4) Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan seleksi, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.
Definisi: Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu, menuju kedewasaan.
Perkembangan dapat diartikan pula sebagai: proses transmisi dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan, dalam perwujudan proses aktif-menjadi secara kontinu.
Setiap fenomena/gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerja-sama dan pengaruh timbal-balik antara potensialitas hereditas dengan faktor-faktor lingkungan. Jelasnya perkembangan merupakan produk dari:
1) Pertumbuhan berkat pematangan fungsi-fungsi fisik
2) Pematangan fungsi-fungsi psikis
3) Usaha “belajar” oleh subyek/anak, dalam mencobakan segenap potensialitas rokhani dan jasmaniahnya.
2. TEORI MENGENAI DINAMISME PERKEMBANGAN
Menurut teori dorongan, segenap tingkah laku anak itu dirangsang dari dalam; yaitu oleh dorongan-dorongan instink-instink tertentu guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Jika kebutuhan-kebutuhan yang vital-biologis maupun yang sosial-kultural tersebut tidak atau belum terpenuhi, maka akan timbul ketegangan, iritasi dan frustasi. Dan terjadilah keadaan tidak seimbang pada dirinya (disequilibrium). Maka, motif utama dalam kehidupan manusia ialah: usaha menghilangkan segenap ketegangan, iritasi dan frustasi, guna mencapai keseimbangan/ equilibrium kembali. Inilah yang mendorong semua kegiatan dan setiap proses perkembangan anak.
Teori lain yaitu teori dinamisme dari organisme mengatakan, bahwa dalam organisme yang hidup itu selau ada usaha (straving) yang positif. Organisme ini memiliki “mesin”, kapasitas, dan impuls-impuls tertentu yang dipakai untuk memobilisir semua kemampuan, agar berfungsi dan bisa dimanfaatkan. Dalam unsur kehidupan itu selalu ada tenaga-pendorong-maju (forward impetus) untuk bergiat, berubah dan berkembang.
Jadi tidak hanya terdapat impuls untuk:
1) Menghilangkan ketegangan
2) Membebaskan diri dari hal-hal yang tidak senang saja: akan tapi pad setiap anak justru
3) Ada juga impuls-impuls untuk mencari ketegangan, dengan jalan bereksperimen dan mencari petualangan baru.
4) Di samping itu setiap anak yang normal dan sehat senantiasa dibekali oleh ALAM dengan impuls-impuls untuk mencapai satu tujuan.
Anak merupakan agen subyek aktif yang memfungsikan segenap kemampuan dalam proses perkembangannya. Dalam perkembangan anak terdapat impuls-impuls bawaan yang mendorong segenap mekanisme dari potensialitasnya untuk berfungsi aktif, berkembang dan terus maju. Jika fungsi-fungsi psiko-fisik itu mengalami proses pematangan, maka terjadilah proses pemekaran dan pembukaan dari “lipatan” pada setiap potensi organisme. Inilah yang disebut sebagai prose perkembangan. Dalam melatih segenap kemampuan jasmani-rokhani itu anak merupakan author (pembuat, maker) bagi diri sendiri, untuk hari sekarang dan masa mendatang.
Karena itu eksistensi diri anak dipastikan oleh tiga faktor, yaitu oleh:
1) Segenap kualitas herediter
2) Pengalaman masa lampau dan masa sekarang dalam satu lingkungan sosial tertentu, dan sebagai produk proses belajar secara kontinu.
3) Oleh ideal dan tujuan yang ingin dicapainya.
BAB IV
PEMBAGIAN FASE-FASE PERKEMBANGAN
1. Perkembangan menurut Aristoteles
2. Perkembangan menurut Charlotte Buhler
3. Perkembangan menurut Khonstamm
4. Perkembangan menurut Oswald Kroh
5. Perkembangan menurut Hackel
6. Perkembangan menurut William stera
7. Perkembangan menurut Johan Amos Comenius
Untuk mendapatkan wawasan yang jelas mengenai perkembangan anak, orang membagi masa perkembangan dalam beberapa periode. Adapun sebabnya ialah sebagai berikut: pada saat-saat perkembangan tertentu, anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama.
Dalam ilmu jiwa perkembangan kita kenal beberapa pembagian masa-hidup, yang disebut sebagai fase atau perkembangan. Fase perkembangan ini mempunyai ciri-ciri yang relatif sama, berupa kesatuan-kesatuan peristiwa yang bulat. Dibawah ini kami cantumkan pembagian menurut beberapa orang ahli didik atau ahli pikir terkenal.
1. PERKEMBANGAN MENURUT ARISTOTELES
Aristoteles (384-322 S.M.) membagi masa perkembangan selama 21 tahun dalam tiga septenia (3 periode kali 7 tahun), yang dibatasi loeh 2 gejala alamiah yang penting; yaiti (1) pergantian gigi da (2) munculnya gejala-gejala pubertas. Hal ini didasarkan pada paralelitas perkembangan jasmaniah dengan perkembangan jiwani anak. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut:
0 – 7 tahun, disebut sebagai masa anak kecil, masa bermain.
7 – 14 tahun, masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah rendah.
14-21 tahun, masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa
2. PERKEMBANGAN MENURUT CHARLOTTE BUHLER
Charlotte Buhler membagi masa perkembangan sebagai berikut:
Fase pertama, 0-1 tahun: masa menghayati obyek-obyek diluar diri sendiri, dan saat melatih fungsi-fungsi. Terutama melatih fungsi motorik; yaitu fungsi yang berkaitan dengan gerakan-gerakan dari badan dan anggota badan.
Fase kedua, 2-4 tahun: masa pengenalan dunia obyektif diluar diri sendiri, disertai penghayatan subyektif. Mulai ada pengenalan pada AKU sendiri, dengan bantuan bahasa dan kemauan sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasarkan pengamatan obyektif, melainkan memindahkan keadaan batinnya pada benda-benda di luar dirinya. Karena itu ia bercakap-cakap dengan bonekanya, bergurau dan berbincang-bincang dengan kelincinya: sepertinya kedua binatang dan benda permainan itu betul-betul memiliki sifat-sifat yang dimilikinya sendiri. Fase ini disebut pula sebagai fase bermain, dengan subyektifitas yang sangat menonjol.
Fase ketiga, 5-8 tahun: masak sosoalisasi anak. Pada saat ini anak mulai memasuki masyarakat luas (misalnya taman kanak-kanak, pergaulan dengan kawan-kawan sepermainan, dan sekolah rendah). Anak mulai belajar mengenal dunia sekitar secara obyektif. Dan ia mulai belajar mengenal arti prestasi pekerjaan, dan tugas-tugas kewajiban.
Fase keempat, 9-14 tahun: masa sekolah rendah. Pada periode ini anak mencapai obyektivitas tertinggi. Masa penyelidik, kegiatan mencoba dan bereksperimen, yang distimulir oleh dorongan-dorongan meneliti dan rasa ingin tahu yang besar. Merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah dan berekplorasi. Pada akhir fase ini anak mulai “menemukan diri sendiri’ yaitu secara tidak sadar mulai berfikir tentang diri pribadi. Pada waktu itu anak seringkali mengasingkan diri.
Fase kelima, 14-19 tahun: masa tercapainya sintese antara sikap ke dalam batin sendiri dengan sikap keluar kepada dunia obyektif.
3. PERKEMBANGAN MENURUT KOHNSTAMM
Profesor kohnstamm dalam bukunya “Persoonlijkheid in wording” (kepribadian yang tengah berkembang), membagi masa perkembangan dalam beberapa fase, sebagai berikut:
1) Masa bayi atau masa vital
2) Masa anak kecil, masa estetis
3) Masa anak sekolah, masa intelektual
4) Masa pubertas dan adolesensi, masa soaial
5) Manusia yang sudah matang
Menurut kohnstamm, manusia itu selalu dalam proses pembentukan dan perkembangan, selalu “menjadi”; dan dia tidak akan kunjung selesai terbentuk. Pengertian pribadi, menurut kohnstamm, mengandung sifat-sifat normatif; artinya mengandung persyaratan dan cita-cita/harapan tertentu.
4. PERKEMBANGAN MENURUT OSWALD KROH
Oswald Kroh, membagi masa perkembangan dalam 3 fase, berdasarkan batas-batas yang tegas; dan ditandai/dibatasi oleh dua masa “Trotzalter” atau masa mendatang. Yaitu:
1) Dari lahir sampai masa-menentang pertama, 0-4 tahun. Disebut pula sebagai masa kanak-kanak pertama.
2) Dari masa-menentang pertama sampai pada masa menentang kedua, 4-14 tahun. Disebut pula sebagai masa keserasian atau masa bersekolah.
3) Masa-menentang kedua sampai akhir masa muda. Disebut pula sebagai masa kematangan, 14-19 tahun. Batas fase ketiga ini adalah akhir masa remaja.
Oswald Kroh berpendapat, bahwa perkembangan itu mengalami perubahan-perubahan penting. Apabila pada usia tertentu pada hampir setiap anak terlihat adanya perubahan-perubahan penting dalam tingkah laku/perangi serta respons-nya terhadap dunia luar, maka masa itulah dijadikan batas antara masa lampau dengan masa perkembangan baru. Perubahan tingkah laku dan tabiat pada umur yang hampir bersamaan dan terdapat pada setiap anak itu disebabkan oleh perubahan struktur jiwa anak, karena terjadinya progres/kemajuan dalam periode perkembangan. Dan perubahan-perubahan radikal serta mencolok terdapat pada kedua Trozalter atau masa-menentang tadi.
Pada masa trozalter timbul antara lain sikap-sikap melawan, memberontak, agresif, keras kepala, dorongan kuat untuk menuntu pengakuan Aku-nya, emosi-emosi yang meledak-ledak yang diselingi duka hati, rasa sunyi, kebingungan, dan gejala-gejala emosional yang kuat lainnya, dan lain-lain. Trozalter itu sering terjadi pada umur 12 tahun; dan pada anak laki-laki biasanya berlangsung pada usia 14 tahun.
5. PERKEMBANGAN MENURUT HACKEL
Hackel seorang sarjana Jerman mengemukakan hukum biogenetis, sebagai berikut: “ontogenese itu adalah rekapitulasi dari phylogenese. Artinya,perkembangan individu itu merupakan ulangan ringkas dari perkembangan jenis manusia”. Hukum biogenetis itu disebut pula sebagai teori-rekapitulasi.
Menurut teori ini, orang membedakan 4 periode dalam masa perkembangan anak, yaitu:
1) Masa perampokan/penggarongan dan masa perburuan, sampai kira-kira usia 8 tahun.
2) Masa penggembalaan, 8-10 tahun. Pada usia ini anak suka sekali memelihara ternak dan binatang jinak.
3) Masa pertanian, 11-12 tahun. Pada usia ini anak memperlihatkan kesukaan menanam macam-macam tetumbuhan dan kegiatan berkebun.
4) Masa perdagangan, 13-14 tahun. Anak gemar sekali mengumpulkan macam-macam benda.
Ada teori yang menyebut teori rekapitulasi ini sebagai teori persamaan, karena masa perkembangan anak tersebut mirip dengan perjalanan historis manusia (Claparede dari Swiss).
6. PERKEMBANGAN MENURUT WILLIAM STERN
William Stern mrnyebutkan hukum biogenetis dari Hackel tadi sebagai pararel-pararel genetis. Sebab tidak semua perkembangan psikis anak merupakan ulangan tepat dari pengalaman historis manusia. Akan tetapi memang ada banyak paralelitas atau “persamaannya”.
Pada lazimnya seorang anak muda disebut sebagai dewasa apabila ia telah mencapai umur 21 tahun. Karena pada usia ini ia dianggap sanggup berdiri sendiri, dan bisa bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas hidupnya. Sampai pada taraf sedemikian diperlukan pengembangan kemampuan:
1) Mengontrol diri sendiri
2) Kepatuhan pada disiplin yang kokoh
3) Kejujuran dan keberanian untuk melakukan introspeksi atau mawas diri.
7. PERKEMBANGAN MENURUT JOHAN AMOS COMENIUS
Johan Amos Comenius (1592-1671) dalam bukunya “Didactica Magna” membagi periode perkembangan sebagai berikut:
1) 0-6 tahun, periode Sekolah-ibu
2) 6-12 tahun, periode sekolah-Bahasa-ibu
3) 12-18 tahun, periode Sekolah-Latin
4) 18-24 tahun, periode Universitas
Tahun-tahun pertama 0-6 tahun disebut sebagai periode sekolah-ibu, karena hampir semua usaha bimbingan-pendidikan (ditambah perawatan dan pemeliharaan) berlangsung di tengah keluarga. Terutama sekali aktivitas ibu sangat menentukan kelancaran proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Usia 6-12 tahun disebut periode Sekolah-Bahas-Ibu, karena pada periode ini anak baru mampu menghayati setiap pengalaman dengan pengertian bahasa sendiri (bahasa ibu). Bahasa ibu dipakai sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan orang lain; yaitu untuk mendapatkan impresi dari luar berupa pengaruh, sugesti serta transmisi kultural (pengoperan nilai-nilai kebudayaan) dari orang dewasa. Bahasa ibu juga dipakai untuk mengekspresikan kehidupan batinnya kepada orang lain.
Pada usia 12-18 tahun anak mulai diajarkan bahasa Latin, sebagai bahasa kebudayaan yang dianggap paling kaya dan paling “tinggi” kedudukannya pada saat itu. Bahasa tersebut perlu diajarkan pada anak, agar anak bisa mencapai pada taraf “beradab” dan berbudaya.
BAB V
PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN
1. Pertumbuhan sebagai proses menjadi.
2. Paduan antara dorongan mempertahankan diri dan pengembangan diri.
3. Individualitas dan perbedaan individual.
4. Anak sebagai makhluk sosial.
5. Hukum konvergensi W. Stern.
6. Pemenuhan kebutuhan sebagai sumber dinamika.
7. Penggunaan fungsi-fungsi secara spontan.
8. Tempo dan ritme perkembangan.
9. Kematangan dan masa peka.
10. Perkembangan sebagai proses diferensiasi
11. Masa Trotzalter.
12. Perjuangan sebagai ciri dari perkembangan.
13. Pemulihan diri dan revisi kebiasaan.
Prinsip perkembangan yang aktif itu terletak di dalam diri anak sendiri. Jelasnya, perkembangan itu bukan proses yang selalu digerakkan oleh faktor/pengaruh dari luar (di luar individu anak). Tujuan setiap perkembangan adalah: menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri sendiri (mandiri).
Beberapa prinsip perkembangan kami cantumkan dibawah ini:
1. Pertumbuhan sebagai proses “menjadi”.
2. Paduan antara dorongan-dorongan mempertahankan diri dan pengembangan diri.
3. Individualitas anak dan perbedaan individual.
4. Anak sebagai makhluk sosial.
5. Hukum konvergensi.
6. Pemenuhan kebutuhan sebagai sumber dinamis dari aktivitas anak.
7. Penggunaan fungsi-fungsi secara spontan sebagai tanda kemampuan tumbuh.
8. Tempo dan ritme perkembangan yang khas.
9. Kematangan dam masa peka.
10. Perkembangan sebagai proses diferensiasi.
11. Masa Trotzalter.
12. Perjuangan sebagai ciri perkembangan.
13. Pemulihan diri dan revisi terhadap kebiasaan.
1. PERTUMBUHAN SEBAGAI PROSES “MENJADI”
Pertumbuhan dan perkembangan pada setiap organisme itu mempunyai prinsip sebagai berikut: selalu berproses untuk “menjadi”. Sehubungan dengan ini organisme tersebut merupakan sistem yang hidup; dan merupakan sistem yang terbuka, karena selalu mengalami kemajuan dan perubahan. Sifatnya tidak statis, akan tetapi dinamis. Perkembangan yang dinamis itu didasari oleh:
1) Faktor-faktor hereditas (pembawaan kodrati)
2) Dirangsang oleh pengaruh lingkungan atau alam sekitar,
3) Diperlancar oleh usaha belajar
Anak merupakan pelaku atau author yang bebas merdeka; yaitu leluasa memilih satu pola hidup tertentu, mengarah pada satu tujuan hidup tertentu pula. Namun selanjutnya anak akan memahami, bahwa kebebasannya pada hakekatnya dibatasi (ada limitasinya) oleh faktor-faktor hereditas atau pembawaan kodrati, dan dibatasi pula oleh kondisi-kondisi lingkungan hidupnya.
2. PADUAN ANTARA DORONGAN-DORONGAN MEMPERTAHANKAN DIRI DANPENGEMBANGAN DIRI.
Setiap stadium hidup yang baru saja tercapai, merupakan bentuk keseimbangan sementara (sesaat), yang dijadikan titik-tolak bagi usaha-usaha dan aktifitas baru. Jadi ada tingkat aspirasi, yaitu tingkat perjuangan mengarah pada taraf yang lebih tinggi. Orang jerman menyebutnya sebagai “Anspruensniveau” (tingkat tuntutan). Hakekat perjuangan hidup anak manusia dan manusia dewasa ialah: “Thomme passe infiniment Thomme” = manusia itu tidak habis-habisnya berusaha mengatasi kemanusiaannya.
3. INDIVIDUALITAS ANAK DAN PERBEDAAN INDIVIDUAL
Tugas Pendidikan ialah: melengkapkan martabat-manusiawi anak, sehingga lambat-laun anak sanggup mengangkat diri sendiri, dan mampu mencapai martabat-manusiawinya secara penuh (melengkapi dan menyempurnakan martabat insaninya).
Perbedaan fisik serta psikis anak yang didukung pula oleh perbedaan sistem-nilai anak mengakibatkan perbedaan respons/reaksi masing-masing anak terhadap pengaruh lingkungan, usaha bimbingan, dan upaya pendidikan.
4. ANAK SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Kondisi dan situasi sosial akan jadi menguntungkan dan positif bagi anak, apabila kombinasi dari pengaruh lingkungan sosial dan semua potensi psiko-fisik anak bisa bekerja sama secara baik, dan bisa membantu realisasi-diri serta proses sosialisasi anak sebagai manusia. Anak itu merupakan pribadi-sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Setiap tingkah laku anak merupakan tingkah laku sosial, sebab mempunyai relasi/kaitan dengan orang lain. Maka jelas bagi kita, bahwa individualitas dan sosialitas itu adalah “unsur-unsur” yang komplementer (saling mengisi dan melengkapi) dalam eksistensi anak.
Oleh sebab itu tercapainya martabat-manusiawi dan kedewasaan itu tidak berlangsung secara otomatis dengan kekuatan sendiri; akan tetapi senantiasa berkembang dengan bantuan orang dewasa. Karena itu anak manusia disebut sebagai “animal educandum” (binatang yang harus dididik); sedang manusia dewasa disebut sebagai “animal educandus” (binatang yang bisa mendidik). Sehingga usaha mendidik tersebut merupakan ciri dasar dari manusia.
5. HUKUM KONVERGENSI DARI WILLIAM STERN
Konvergensi itu artinya: kerjasama, atau bertemu pada satu titik. Hukum konvergensi menyatakan adanya kerjasama antara faktor kodrati dan faktor sosial. Jika syarat eksogin atau eksterm tidak dipenuhi, maka dorongan-dorongan batin dan semua kemampuan kodrati anak didik tidak mungkin bisa dikembangkan. Karena itu faktor intern dan faktor ekstern harus bekerja-sama secara baik. Inilah proses konvergensi dari faktor-faktor endogin dan eksogin dalam perkembangan anak.
Perkembangan yang sehat akan berlangsung, jika kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan potensialitas kodrati anak bisa mendorong berfungsinya segenap kemampuan anak. Dan kondisi sosial menjadi sangat tidak sehat, apabila segala pengaruh lingkungan sifatnya merusak, bahkan melumpuhkan potensi psiko-fisik anak.
Para teoretisiyang menganut paham environmentalism berpendapat sebagai berikut: “Tidak ada anak yang sukar; yang ada ialah orang tua yang sukar. Problem children are the product of problem parents”. Faktor ekstern yang amat penting dalam hal ini adalah: pengasuh atau pendidik yang bercakap-cakap dengan anak. Yang menjadi syarat mutlak, agar kemampuan bicara anak bisa berkembang sepenuhnya.
6. PEMENUHAN KEBUTUHAN SEBAGAI SUMBER DINAMIKA AKTIVITAS ANAK.
Menurut teori equilibrium, setiap individu selalu berusaha mencari kondisi keseimbangan dengan jalan mengatasi kesulitannya berupa iritasi, frustasi, dan barikade-barikade dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Prinsip perkembangan menyatakan: motif utama dari hidup ialah meniadakan dan melepaskan diri dari semua rintangan, rasa tegang dan disequilibrium batin, untuk mencapai kepuasan dan equilibrium batin. Keseimbangan akan tercapai, jika setiap kebutuhan sudah dipenuhi, sehingga hilang semua ketegangan dan gangguan batin.
Sebaliknya teori disequilibrium berpendapat sebagai berikut: “sehubungan dengan adanya dinamika manusia, maka anak tidak mencari keseimbangan, akan tetapi dengan sengaja mencari dan menantang timbulnya ketidakimbangan, dengan jalan mencobakan semua potensinya dalam macam-macam aktivitas dan eksperimen. Anak berusaha memasuki dunia luar dengan jalan bereksplorasi dan berekspansi, sebab didorong oleh rasa ingin tahu, sekaligus untuk mengetest kemampuan sendiri.
Maka anak yang tumbuh itu memiliki dorongan-dorongan dan impuls-impuls kuat untuk:
1) Mencapai prestasi baru, untuk
2) Bereksplorasi mencari pengalaman baru, dan
3) Meriskir diri dalam kancah perjuangan hidup baru.
Oleh karena itu unsur dinamisme merupakan ciri pokok pada individu anak yang sehat. Jadi, hidup ini berisikan usaha-usaha yang berkesinambungan dan tidak pernah berhenti, karena organisme manusia dilengkapi dengan impuls-impuls untuk memobilisir segenap potensi agar bisa berfungsi sepenuhnya.
7. PENGGUNAAN FUNGSI-FUNGSI SECARA SPONTAN SEBAGAI TANDA KEMAMPUAN TUMBUH.
Jika kapasitas-kapasitas untuk berbuat, berfikir dan merasakan pada anak sudah matang, maka anak akan di dorong oleh impuls-impuls yang kuat untuk menggunakannya. Sejak masa bayi, anak senantiasa menunjukkan usaha untuk maju dengan bantuan segenap peralatan fisik dan psikisnya, untuk mencapai kemungkinan-kemungkinan baru yang terletak di depannya. Ciri khas dari perkembangan kemampuan/kapasitas anak ialah:
1) Kecenderungan untuk menggunakan semua kapasitas, kemungkinan, kekuatan, dan kemampuannya secara spontan dan aktif.
2) Mekanisme perkembangan anak sudah sejak semula dilengkapi dengan self-starter yang dinamis.
8. TEMPO DAN RITME PERKEMBANGAN YANG KHAS.
Perkembangan setiap anak itu berlangsung menurut tempo atau kecepatan dan ritme/irama tertentu, sesuai dengan pembawaan kodrati sendiri. Jadi, pada setiap anak terdapat impuls untuk berkembang dengan caranya sendiri dalam melatih semua bakat serta kemampuannya. Segala sesuatu yang sudah dicapai oleh anak, dijadikan persiapan atau titik-tolak baru bagi pengalaman dan kemampuan berikutnya.
Ritme atau irama perkembangan akan semakin jelas tampak pada saat kematangan fungsi-fungsi. Pada saat itu terlihat adanya selingan di antara cepat dan lambatnya perkembangan, yang kurang lebih tetap konstan sifatnya. Inilah yang disebut sebagai irama perkembangan.
9. KEMATANGAN DAN MASA PEKA.
Manusia muda yang baru dilahirkan itu dalam banyak hal keadaannya lebih miskin dibandingkan dengan anak binatang yang manapun. Sebabnya ialah: semua fungsi jasmaniahnya dan rokhaniah anak baru merupakan lembaga yang belum mekar. Maka faktor waktu dan usaha belajarlah yang memupuk perkembangannya. Suatu fungsi yang baru dilatih atau baru saja berkembang, pasti belum membuahkan prestasi tinggi.
Hampir semua fungsi jiwani itu memerlukan periode berlatih atau periode belajar. Kadang kala periode tersebut berlangsung pendek; tapi ada kalanya berlaku agak lama, misalnya pada proses belajar bercakap-cakap. Yang menarik perhatian kita pada umumnya ialah:
1) Dalam melatih fungsi-fungsinya anak tidak memerlukan stimulus dari luar;
2) Juga tidak membutuhkan dorongan dari siapapun juga, bahkan juga tidak dari orang tuanya. Sebab fungsi-fungsi tersebut dilatih oleh anak sendiri secara spontan dan dengan usaha kemampuan sendiri.
Proses kematangan (maturation) itu ditandai oleh kematangan potensi-potensi dari organisme, baik yang fisik maupun yang psikis, untuk terus maju menuju pemekaran/perkembangan secara maksimal. Maka prestasi dari pengguanaan dan penggeladian ketrampilan/fungsi itu bergantung pada derajat kematangan tadi, sebab kematangan ini mempengaruhi kualitas hasil usaha belajar anak.
10. PERKEMBANGAN SEBAGAI PROSES DIFERENSIASI
Perkembangan harus diartikan sebagai proses diferensiasi, dan bukan sebagai proses asosiasi dan kombinasi dari unsur-unsur yang lebih rendah (seperti pendapat yang dikemukakan oleh para ahli ilmu jiwa kuna).
Proses diferensiasi itu artinya sebagai berikut: ada prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
11. MASA TROTZALTER
Saat-saat pemberontakan dan penentangan ini dikenal sebagai TROTZALTER (usia keras kepala, usia tegar). Ciri yang sangat menonjol pada periode Trotzalter tadi ialah sikap keras kepala dan suka menentang. Hal ini disebabkan karena anak sedang dalam fase menemukan diri sendiri atau menemukan AKU-nya, dan tengah menghayati kemampuan diri serta harga-diri.
Dalam hal ini sekali-kali bukannya dengan sadar, sengaja, dan secara obyektif anak ingin memberontak, membantah dan menentang segala sesuatu yang dirasakan sebagai kurang memuaskan; akan tetapi sikap pemberontak anak itu didorong oleh:
1) Keinginan menuntut hak-haknya, serta
2) Menuntut pengakuan atas status dan martabat dirinya.
Trotzalter juga disebut sebagai periode Sturm und Drang (= periode badai dan paksaan/desakan batin). Selain daripada itu, Trotzalter disebut pula sebagai masa peralihan (masa transisi) dalam proses perkembangan, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak pindah ke masa pubertas/remaja.
12. PEJUANGAN SEBAGAI CIRI DARI PERKEMBANGAN
Hidup ini merupakan suatu perjuangan yang tidak kunjung hentinya. Perjuangan tersebut mula-mula untuk mencapai taraf kedewasaan, kemudian untuk mencapai “penyempurnaan diri” sebagai manusia.
Di tengah semua usaha anak, baik yang berupa permainan, upaya belajar, maupun tugas-tugas kewajiban tertentu, anak dirangsang oleh kegairahan yang besar. Keterangannya adalah sebagai berikut: kecenderungan anak untuk menggunakan kemampuan dan melatih fungsi-fungsinya itu menyebabkan anak dengan spontan dan intensif terus berusaha dan berjuang.
Ringkasnya, dalam usaha mempelajari macam-macam kesanggupan baru itu anak dijiwai oleh entusiasme atau kegairahan yang amat besar. Lambat laun, dalam proses pertumbuhannya, suatu peristiwa yang dianggap baru dan mencekam segenap minat serta hatinya, lalu jadi tidak menarik perhatiannya lagi. Sebab ketrampilan baru tadi sudah jadi bagian dari totalitas pola tingkah lakunya, yang kini sudah jadi “otomatis”, bahkan kurang dihayati secara sadar.
Salah satu sukses dalam usah perjuangan seorang ondividu yang matang itu ialah: kemampuan untuk memikul duka derita dalam perjuangannya. Dan tidak ada seorangpun yang bisa merasakan pahit dan manis-madunya duka-derita, terkecuali ia yang mengalami sendiri peristiwa tersebut. “Madu” di sini kami maksudkan sebagai: manfaat pengajaran dan makna yang diberikan oleh peristiwa duka-derita itu; baik bagi anak-anak maupun bagi orang dewasa.
Ciri hidup yang sehat itu bukannya ditandai oleh absennya kemalangan dan kedudukan. Akan tetapi justru dicirikan oleh kemampuan manusia-anak orang dewasa-untuk menanggulangi/mengatasi kepedihan ketegangan, kemalangan, dan duka-derita dengan rasa tawakal, dibarengi dengan keberanian, ketabahan, dan kemauanan besar untuk mengatasi segala ujia hidup.
13. PEMULIHAN-DIRI DAN REVISI KEBIASAAN
Kemampuan lain yang ikut membantu proses perkembangan anak ialah: kemampuan anak untuk memikul kemalangan dan derita, dan kemampuannya untuk memulihkan diri atau menyembuhkan diri sendiri dari kemalangan dan duka lara.
Maka dalam perkembangan anak itu terdapat apa yang disebut sebagai saat-saat kritis, di mana bisa berlangsung titik patah/breaking point. Pada peristiwa sedemikian pengalaman-pengalaman tertentu akan meninggalkan akibat buruk berupa cedera rokhaniah yang parah pada anak, yang sukar dipulihkan.
BAB VI
MASA KEHAMILAN, PRAE-NATAL, KELAHIRAN
DAN BAYI PREMATUR
1. Wanita dan kehamilan
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pranatal
3. Genotype dan phenotype
4. Unitas organik antara ibu dan janin
5. Perkembangan pada masa pranatal
6. Kelahiran bayi
7. Bayi prematur dan keguguran
1. WANITA DAN KEHAMILAN
Wanita-wanita hamil itu pada umumnya dihinggapi keinginan-keinginan dan kebiasaan yang aneh-aneh serta irrasional, yang disebut sebagai peristiwa mengidam. Peristiwa mengidam ini biasanya disertai emosi-emosi yang kuat. Oleh sebab itu wanita yang bersangkutan jadi sangat perasa, sehingga mudah terganggu keseimbangan mentalnya.
Wanita yang tengah hamil itu melanjutkan kecenderungan-kecenderungan psikologis dan ciri-ciri tingkah laku seperti sebelum dia menjadi hamil. Namun pada umumnya kehamilan menambah intensitas emosi-emosi dan tekanan batin pada kehidupan psikis wanita.
Wanita hamil itu mempunyai kebiasaan mencela dan suka menyalahkan diri sendiri, serta tertekan batinnya oleh perasaan bersalah-berdosa, maka pada umumnya ia akan mengembangkan perasaan-perasaan berdosa-salah pula sehubungan dengan kandungannya. Emosi-emosi sedemikian ini akan jadi sangat intensif kuat, bila ibu tersebut mempunyai pra-rasa yang menakutkan mengenai kehamilannya. Lebih-lebih lagi jika dalam lubuk hatinya ia sebenarnya menolak untuk menjadi ibu dan menolak kehamilannya.
Semakin mampu seseorang menerima hakekat diri sendiri sebagai suami atau isteri (laki-laki/wanita) dengan segala konsekuensi dan tanggung-jkawabnya, maka akan semakin hangat ia menyambut kehamilan dan bayinya. Meskipun kehamilan itu sendiri banyak dibebani kecemasan dan kesusahan.
2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI PERKEMBANGAN PRAE-NATAL (SEBELUM LAHIR).
Pertumbuhan anak sebelum lahir itu terutama di-determinir oleh potensi hereditasnya. Sel-sel dengan mana kehidupan anak dimulai, disebut sebagai khromoso-khromosom, terdiri atas beribu-ribu substansi yang disebut sebagai gene-gene. Sifat-sifat gene-gene ini kemudian menentukan segenap potensialitas genetik (potensialitas hereditas) seseorang.
Sel telur yang sudah matang pada siklus menstrual terdiri atas dua set (double set) gene-gene. Yaitu satu set adalah warisan dari ayah, dan satu set lainnya merupakan warisan dari pihak ibu. Dua set gene-gene ini berpadu dan ber-interaksi dengan gene-gene sel spermatosa dalam kombinasi yang beraneka ragam. Satu ciri fisik tertentu misalnya, bisa disebabkan oleh satu faktor tunggal (single-factor); yaitu oleh beroperasinya satu gene herediter tertentu, yang disebut sebagai gene mayor. Sehingga memunculkan tipe herediter yang monogenik. Satu ciri lainnya timbul sebagai hasil interaksinya beberapa gene (ada multi-faktor, campuran gene-gene minor), sehingga menghasilakan tipe herediter yang poligenik.
3. GENOTYPE DAN PHENOTYPE.
Istilah genotype dan phenotype itu dipakai untuk membedakan apa yang jadi milik seseorang (eigen, own), dan apa yang dimanifestasikan secara lahiriah. Genotype itu terdiri atas semua elemen yang menjadi bagian dari warisan individual, yaitu segenap bakat gene-genenya. Genotype (gen = menjadikan, jadi) tersebut ialah ciri-ciri herediter yang tidak tampak. Sedang phenotype/fenotip adalah totalitas dari kualitas dan ciri-ciri karakteristik individu yang tampak; merupakan gejala lahiriah yang tampak.
Genotype mencakup potensialitas herediter. Sedang fenotype menampilkan cara-cara dan sampai batas-batas tertentu dari realisasi potensialitas-potensialitas tadi. Dengan begitu, fenotip seseorang merupakan produk dari:
1) Gene-gene khusus dan pola-pola genik hasil kombinasi pada sel yang dibuahi
2) Interaksi dari elemen-elemen; misalnya gene-gene yang dominan, yang menindih gene-gene yang resesif
3) Pengaruh dari lingkungan, sebelum dan sesudah kelahiran.
4. UNITAS ORGANIK ANTARA IBU DAN JANIN
Ibu dan janin/bakal anak itu merupakan satu unitas organik yang tunggal. Unitas ini tidak hanya meliputi proses-proses kehidupan yang positif saja, akan tetapi juga menyangkut segi-segi destruktif. Kematian dari salah seorang, yaitu ibu atau janinnya, biasanya mengakibatkan pula kematian pada pihak lainnya. Apabila mineral dan hormon-hormon yang esensiil penting bagi pertumbuhan calon bayi itu sangat kurang, maka janin akan banyak menyerap mineral dan hormon dari ibunya, dengan mengorbankan kondisi ibunya.
Jika seorang ibu mengalami gangguan-gangguan emosional yang kuat dan menolak dengan keras kehamilannya maka besar kemungkinan bayi itu juga “tidak mau hidup”. Janin yang belum lahir tadi agaknya mampu menghayati pengaruh-pengaruh psikis dari ibunya; artinya ia bisa menghayati/merasakan apakah dirinya ditolak oleh ibunya, ataupun kelahirannya diharapkan dengan perasaan cinta kasih.
5. PERKEMBANGAN JANIN PADA MASA PRANATAL
Informasi mengenai tingkah laku janin itu diperoleh dengan jalan melakukan studi mengenai janin-janin yang dikeluarkan dari rahim ibunya pada usia pertumbuhan yang berbeda-beda. Yaitu dikeluarkan karena kecelakaan, abortus, atau peristiwa gangguan lainnya.
Perkembangan janin sebelum kelahirannya berlangsung secara cephalocaudal. Artinya, progres berupa pertumbuhan dan diferensiasinya berlangsung mulai dari bagian kepala, lalu terus kebawah sampai kebagian ekor/ujung. Pararel dengan pertumbuhan bagian-bagian jasad yang cephalocaudal itu ada pertumbuhan yang bersifat proximodistal (proximo = dekat; distal = distansi = jarak). Arti pertumbuhan proximodistal ialah: bagian-bagian yang paling dekat dengan sumbu badan akan lebih cepat matang daripada bagian tubuh yang jatuh letaknya dari sumbu badan.
Pada umumnya, janin akan menampilkan aktivitas yang lebih banyak daripada biasanya apabila ibunya tengah mengalami stres dan tekanan-takanan emosional yang serius. Hal ini disebabkan oleh karena ibu yang menderita tekanan emosional itu banyak mengeluarkan skresi dari kelenjar-tiada-berpipa, yang ditampung oleh darah. Dan substansi hormonal ini diserap oleh tubuh janin melalui tali pusat. Sehingga kondisi janin menjadi terpengaruh, ikut menjadi “gelisah”, serta bergerak lebih aktif.
6. KELAHIRAN BAYI
Banyak dokter, psikolog dan seniman berspekulasi mengenai arti peristiwa kelahiran. Kelahiran merupakan satu “drama penjebolan” secara drastis, disertai dengan perubahan-perubahan kondisi/psiko-fisik secara radikal revolusioner dari seorang bayi.
Ada beberapa pendapat spekulatif mengenai peristiwa kelahiran ini. Misalnya, tangis bayi pada saat kelahirannya itu bukan merupakan suara mekanis disebabkan oleh peristiwa terhirupnya udara untuk pertama kali, akan tetapi merupakan tangis kesakitan hati, tangis protes, tangis kepedihan, tangis keengganan dan ketakutan karena dia terlempar dari rahim ibunya; dan selanjutnya terlempar ketengah dunia yang asing. Kelahiran merupakan satu bagian saja dari proses eksistensi manusia, yang kemudian dilanjutkan dengan pertumbuhan dan perkembangan fungsi-fungsi jasmani rokhani.
7. BAYI PREMATUR DAN KEGUGURAN
Jika terdapat kekurangan mineral-vitamin dan hormon-hormon, biasanya janin itu mengisap mineral dan hormon dari ibunya, dengan mengorbankan kondisi ibunya. Inilah salah satu risiko bagi ibu hamil. Dengan sendirinya ada batas-batasnya sampai di mana seorang ibu bisa memberikan zat makanan dan gizi pada janinnnya; dan jelas ada batas optimum seorang bayi bisa menyerap zat makanan tersebut dari ibunya. Selanjutnya, peristiwa:
1) Kekurangan gizi dan hormon-hormon tertentu pada ibu
2) Faktor hereditas atau sifat-sifat keturunan yang defektif
3) Kecelakaan pada saat kehamilan atau kelahiran, bisa mengakibatkan kematian bayi dan abnormalitas pada bayi.
Jika kekurangan gizi, zat makanan, mineral dan hormon-hormon tertentu itu begitu hebatnya, maka janin tidak bisa tumbuh dengan normal, sehingga terjadi keguguran; atau bayi mati dalam kandungan. Kondisi yang sangat buruk biasanya mengakibatkan kelemahan dan kerusakan-kerusakan tertentu pada bayi. Data medis juga menunjukkan, bahwa pada kehamilan-kehamilan abnormal (yang komplikatif) banyak terjadi peristiwa kematian bayi dan peristiwa luka-luka serius berupa kerusakan pada sistem otak.
Kerusakan tadi bisa langsung menimbulkan akibat serius berupa kematian sewaktu bayi masih dalam kandungan atau pada saat kelahirannya. Tapi bisa juga mengakibatkan peristiwa kerusakan yang lebih “ringan” berupa: cerebral palsy (kelumpuhan karena luka-luka pada otak), epilepsi atau ayan, deficiency mental (cacat mental) yang ringan, tidak mampu membaca, abnormalitas-abnormalitas tingkah laku, dan sulit belajar. Di samping itu, kelahiran bayi yang abnormal dan amat sulit ada kalanya mengakibatkan kesulitan-kesulitan pada anak berupa: hiperaktivitas, kekacauan emosional, dan disorganisasi kepribadian.
Bayi-bayi yang lahir selamat sebelum waktunya atau sebelum mencapai periode kandungan secara penuh, disebut sebagai bayi prematur (bayi kurang umur). Jika bayi prematur ini bisa bertahan, biasanya dia lebih lemah dan lebih banyak mengalami kesulitan/hambatan dalam pertumbuhannya. Ia harus dimasukkan dalam incubator atau couveuse (semacam mesin pengeram) untuk mendapatkan kehangatan seperti kondisi dalam rahim ibu, karena ia kekurangan lemak.
Teori ilmu kedokteran modern menyatakan, bahwa peristiwa kelahiran bayi prematur dan abortus spontan (keguguran biasa, keguguran tidak sengaja) itu antara lain disebabkan oleh:
1) Gangguan pada supply hormonal
2) Ketidakimbangan endokrin
3) Defisiensi atau kerusakan pada ovarium atau indung telur
4) Gangguan thyroid atau kelenjat gondok, hypophyse (sambungan otak) dan gangguan pada hormon-hormon
5) Keempat sebab itu diprovosir dan diperhebat oleh faktor-faktor emosional dan faktor psikis (faktor psikogenik) dari ibu yang tengah mengandung.
Kebanyakan peristiwa keguguran-tidak-sengaja itu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor psikogenik. Keterangannya sebagai berikut:
1) Faktor penyebab utamanya terletak pada psike atau jiwa wanita yang tengah hamil itu. Yaitu padanya terdapat gangguan-gangguan emosional yang serius, konflik-konflik batin, penolakan terhadap janin atau bakal bayinya, kecemasan dan keengganan untuk menjadi hamil, ketakutan dan kecemasan yang khronis, dan lain-lain.
2) Wanita yang hamil tadi secara tidak sadar “melakukan abortus dalam fikirannya” (secara tidak sadar menolak kehamilannya). Penolakan yang berlangsung di bawah sadar atau tidak disadari itu begitu kuatnya, sehingga mengakibatkan terjadinya peristiwa keguguran biasa atau abortus spontan.
Adapun abortus yang disengaja, sedikit atau banyak merupakan aktivitas volunter, yang dikehendaki sendiri secara sadar. Abortus macam ini biasanya merupakan mekanisme paling efisien untuk “menyesuaikan diri” terhadap tuntutan realitas hidup. Artinya, abortus dengan jalan sengaja membuang janin yang dianggap sebagai parasit yang merugikan bagi wanita yang bersangkutan dan mengakibatkan kehamilannya itu dirangsang oleh rasa aib, rasa berdosa, rasa devaluasi-diri, dan putus asa. Kehamilan tadi dirasakan sebagai beban yang berat atau sebagai hukuman.
BAB VII
MASA BAYI 0-2 TAHUN (PERIODE VITAL)
1. Tugas perkembangan
2. Kemampuan mental dan kontrol terhadap sikap badan
3. Pengenbangan fungsi-fungsi dan perbedaan individual
4. Kehidupan emosional dan arti indungan
5. Tangis bayi
6. Menyusu dan kebiasaan makan
7. Kesulitan pada periode menyusu
8. Relasi antara seksualitas dengan mengisap-menyusu
9. Arti tidur bagi bayi
10. Beberapa reaksi sensoris lainnya
11. Perkembangan bahasa bayi
1. TUGAS PERKEMBANGAN
Masa bayi disebut juga sebagai periode vital, karena kondisi fisik dan mental bayi menjadi fundasi kokoh bagi perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya. Karena itu peranannya sangat vital dan penting.
Sejak hari-hari pertama sesudah kelahirannya, bayi menampilkan kepegasan (veerkrachtigneid) dan gelora gairah untuk menggunakan segenap kemampuannya.
Dalam menanggapi berbagai pengaruh lingkungan, pada umumnya respons/reaksi bayi bersifat “positif”. Tingkah laku bayi yang masih sangat muda itu lebih bersifat “positif” daripada “negatif’. Sikap yang positif itu berwujud gerak menuju stimulas/perangsang, antara lain berupa: mendengarkan , meraih, menjangkau, memegang, senyum, ketawa, mendekati orang dewasa (dengan menggulingkan tubuh atau merangkak), meracau gembira, dan lain-lain.
Sedang reaksi yang “negatif”, yaitu berupa gerakan menjauhi/menghindari stimulus, antara lain berupa: gerak menolak, mundur terkejut, tangis, sedu-sedan, memberengut, mengkerutkan dahi, merengek-rengek, surut takut, menolak, dan menjauhi orang dewasa.
2. KEMAMPUAN MENTAL DAN KONTROL TERHADAP SIKAP BADANNYA.
Pada umumnya kemampuan mental bayi itu lebih cepat berkembang daripada kemampuan fisik (jasmaniah). Bayi mereaksi dengan senyum terhadap ibunya. Pada usia 3 minggu, bila ia ditelungkupkan, bayi akan berusaha mengangkat kepala dan dagunya dari atas kasur. Dan beberapa bulan kemudian (kira-kira sesudah minggu ke-8), ia sudah bisa mengembangkan kontrol postural. Yaitu kontrol terhadap sikap badan dan kepalanya, dengan menegakkan badan dan menggerak-gerakkan kepala. Dan pada minggu ke-12-16 ia mampu menegakkan kepalanya dalam posisi duduk.
3. PENGEMBANGAN FUNGSI-FUNGSI DAN PERBEDAAN INDIVIDUAL.
Anak yang baru lahir dan sehat, dengan cepat akan mengembangkan semua fungsi jasmaniah dan rokhaniahnya. Fungsi-fungsi tetentu tampil pada waktu-waktu tertentu, berupa ketrampilan-ketrampilan, yang perlu mendapatkan latihan untuk perkembangan secara penuh. Oleh karena itu setiap fungsi mempunyai masa kepekaan sendiri-sendiri. Ada anak-anak yang lebih cepat perkembangan fungsinya, dan ada yang lebih lambat, sebab:
1) Tempo/kecepatan dan irama perkembangan tersebut berbeda-beda pada setiap fase dan setiap anak.
2) Perbedaan tadi juga disebabkan pula oleh bakat pembawaan, temperamen, dan kepribadian anak yang tidak sama pula.
Ciri yang sangat mencolok dalam fase pertumbuhan bayi ialah: kemampuan mental dan daya akalnya pada umumnya berkembang lebih cepat dari kemampuan fisiknya. Keaktifan jasmaniah anak bayi itu berkembang sebagai berikut:
Bulan pertama : melihat, mendengar, mencium/membau
Dan kedua dan merasakan dengan segenap inderanya.
Bulan ketiga : pada akhir bulan ini bayi menegakkan dan menggerak-gerakkan kepala.
Bulan kelima : telungkup dan menggeser-geserkan badan.
Dan keenam
Bulan ketujuh : duduk
Bulan kedelapan : merangkak
Bulan kesembilan : mengangkat badan dan bangkit berdiri
Dan kesepuluh
Bulan kesebelas : merambat, jalan dengan berpegangan
Bulan keduabelas : berdiri sendiri dan mulai berjalan
Perkembangan fungsi-fungsi jasmaniah dapat kita bedakan dalam 5 macam perkembangan ketrampilan, yaitu:
1. perkembangan motorik dan gerak refleks.
2. kemampuan merangkak.
3. kemampuan duduk.
4. kemampuan berdiri dan berjalan.
5. ketrampilan memanipulasi tangan.
1. PERKEMBANGAN MOTORIK DAN GERAK REFLEKS
Arti motorik ialah segala faktor yang bisa menimbulkan gerakan-gerakan pada seluruh bagian tubuh. Biasanya orang membedakan 3 jenis motorik, yaitu:
a. motorik statis, seperti pada keseimbangan tubuh, sikap badan yang tegak lurus, dan gerakan-gerakan lengan serta kaki.
b. Ketangkasan/ketrampilan tangan, jari-jari dan pergelangan tangan (manipulasi tangan, jari dan pergelangan).
c. Penguasaan terhadap otot dan urat-urat pada wajah.
Gangguan motorik antara lain disebabkan oleh: kerusakan pada pusat syaraf, cerebral palsy, poliomyelitis yang menyebabkan kelumpuhan karena ada kerusakan pada sumsum tulang belakang; ataupun karena anak tidak pernah diberikan kesempatan sedikitpun untuk bermain-main dan melatih otot-ototnya dengan melakukan gerakan-gerakan, sehingga terjadi peristiwa atrofi (melisut, melemah lumpuh).
2. KEMAMPUAN MERANGKAK
Kemampuan merangkak diartikan sebagai ketrampilan bergerak maju dengan tangan dan kaki, sambil mengangkat badan dari dasar tempat menelungkup. Kira-kira pada minggu ke 12-16, ia mulai bisa telungkup sambil mengangkat kepala; sedang tubuh masih melekat pada dasar, sambil bertelekan pada kedua lengan dan siku-sikunya. Pada minggu ke 24-28, dia tidak memakai tumpuan kedua lengannya lagi, akan tetapi sekarang bertumpu pada kedua telapak tangan dan jari-jarinya; sedang kepala dan tubuh seluruhnya bisa ditegakkan.
3. KEMAMPUAN DUDUK
Kemampuan duduk itu bertujuan untuk mendapatkan kebebasan bergerak bagi kepala, tubuh dan kedua belah lengan.
4. KEMAMPUAN BERDIRI DAN BERJALAN
Tegak berdiri dan berjalan pada dua kaki itu merupakan ketrampilan khas manusiawi. Pada usia 6-7 bulan, bayi mulai mereaksi aktif lagi bila kakinya disentuhkan pada satu alas. Ia akan berusaha meluruskan kaki, dan mengangkat tubuhnya untuk beberapa saat. Pada akhir bulan ke-9 dan permulaan ke-10, ia dapat berdiri tegak pada kedua telapak kakinya sambil berpegangan dengan kedua belah tangannya.
5. KETRAMPILAN MEMANIPULASI TANGAN DAN JARI-JARI
Gerak-gerak tangan itu mulanya berupa refleks Umklammerung, yaitu gerak merangkul dan mencengkeram yang tidak terkoordinasi; akan tetapi lambat laun bisa dikuasai dan dikontrol lebih baik. Pada kira-kira usia 4 bulan dia bisa memanipulasikan pergelangan tangan dan jari-jarinya. Dan baru pada usia 6 bulan ia mampu menindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya, atau memegangnya dengan kedua belah tangannya. Dan kira-kira pada usia 12 bulan, bayi tidak lagi mencengkeram benda-benda yang bisa dijangkaunya, akan tetapi memegangnya dengan ibu jari dan telunjuknya; jadi ada penghalusan dan penyederhanaan gerak jari-jari.
4. KEHIDUPAN EMOSIONAL DAN ARTI INDUNGAN
Perkembangan kehidupan emosional bayi itu sudah terbina sejak ia masih berupa janin dalam kandungan ibunya. Yaitu berlangsung melalui unitas kehidupan psikis di antara ibu dan janinnya.
Sarjana Harry Stack Sullivan (1953) menyebut kaitan emosional ini sebagai empati (empathy), yang berkembang sejak janin ada dalam rahim ibunya; dan empati tersebut akan mewarnai segenap kehidupan emosional bayi sepanjang perkembangannya. Jika ibu itu menyesali dan membenci sekali bayinya, biasanya akan muncul banyak kesulitan; antara lain berupa: kesukaran menyusu (bayi sulit sekali mengisap), ada gangguan pencernaan, bayi menderita kolik, dan ia tidak mau lagi hidup. Dengan berlalunya waktu, kontak penuh kasih sayang dengan orang tua itu bukan hanya merupakan:
1) Sumber kepuasan dan kebahagiaan saja, akan tetapi juga bisa
2) Memperkuat kepribadian anak dalam menanggung semua bentuk duka derita, luka dan kememaran, sebagai akibat dari macam-macam deraan hidup
3) Juga penting sekali perkembangan karakter/watak dan kehidupan emosionalnya, yang akan mewarnai sikap hidup serta relasinya dengan individu lain.
5. TANGIS BAYI
Tangis bayi dan anak-anak yang masih amat muda itu mempunyai fungsi dan arti yang kompleks. Melalui tangisnya bayi menampilkan keinginan, kebutuhan, rasa tidak senang, kesakitan, kemarahan, ketidaksabaran, kekhawatiran, dan semua bentuk duka-cita atau rasa-rasa negatif.
Tangis dijadikan alat pengekspresi perasaan dan kemauan bayi; juga sebagai pengganti bahasa yang belum berkembang. Oleh karena itu bisa difahami, mengapa bayi dan anak kecil itu suka menangis dalam mengungkapkan perasaan dan kemauannya.
6. MENYUSU DAN KEBIASAN MAKAN
Jika bayi merasa lapar, ia akan jadi gelisah, yang tampak pada gerakan-gerakannya penuh keresahan. Akhirnya dia akan menangis minta disusui ibunya atau diberi susu botol. Jika bayi itu sudah disusui, ia akan menjadi tenang kembali. Pada umumnya, bayi-bayi sehat membutuhkan minum air susu setiap 3 jam sekali. Kebiasaan menyusu dan makan itu hendaknya lebih ditandaskan pada kebutuhan kodrati anak; jangan dititik-beratkan pada kepatuhan terhadap aturan-aturan ketat, foemula-formula menu, dan tata cara makan tertentu.
7. KESULITAN-KESULITAN PADA PERIODE MENYUSU
Ada bayi yang mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari, tangan atau jari-jarinya; khususnya pada saat tumbuhnya gigi-gigi. Seorang bayi mungkin untuk sementara waktu menghentikan kebiasaan mengisap ibu jari dan tangannya, untuk kemudian melakukan hal yang sama selama beberapa tahun.
Kesulitan menyusu bisa berbentuk (1) penolakan terhadap air susu, (2) agresi oral dengan jalan sering menggigit putting payudara ibunya, (3) keengganan menyusu, (4) kecenderungan untuk tidur lelap jika disusui, (5) kegelisahan diwaktu tidur karena kurang kenyang, (6) rewel khronis, dan (7) tangis bayi yang terus-menerus; terutama sekali disebabkan oleh: faktor psiko genis. Yang disebabkan oleh kondisi psikis/kejiwaan ibunya yang kurang mapan. Sebab, gangguan psikis ibu itu pasti mengait kondisi anak bayinya.
Memang ada juga ibu-ibu yang tidak mau atau enggan menyusui bayinya dengan air susu sendiri; walaupun air susunya keluar dengan berlimpah-limpah. Hal ini disebabkan oleh sikap hidupnya yang tidak mapan. Umpama saja:
1) Dia merasa sebagai “seekor sapi perahan” yang dieksploiter oleh bayinya,
2) Bayinya dianggap sebagai parasit yang “membahayakan” sekuritas dirinya,
3) Ia merasa takut kehilangan kemontokan bentuk payudaranya kalau menyusui anaknya,
4) Wanita yang bersangkutan cenderung mengingkari fungsi keibuannya
5) Fungsi keibuannya dikalahkan oleh ambisi-ambisi profesional yang ekstrim, sehingga dia tidak mau atau todak sempat menyusui bayinya.
Dengan munculnya keseganan untuk menyusui sendiri bayinya itu mulailah timbul sederetan keulitan pada periode menyusui. Kesulitan lingkaran vicious itu berupa:
a) Bayinya menjadi sering rewel, suka menangis,
b) Tidak mau menyusui;
c) Tidak bisa tidur nyenyak dan mudah terkejut karena tidak puas menyusu ibuny, atau karena masih merasa lapar,
d) Bayi tersebut suka menggigit putting ibunya,
e) Bayi menderita kolic, dan lain-lain. Sedang ibunya menjadi semakin agresif, makin tidak sabaran, semakin membenci anaknya; lalu enggan atau tidak mau sama sekali menyusui anak bayinya.
8. RELASI ANTARA SEKSUALITAS DENGAN MENGISAP-MENYUSU
Kegiatan terpenting dari bayi dan kanak-kanak yang sangat muda ialah: penggunaan lidah, bibir dan mulutnya untuk menyusu serta menelan makanan. Menurut sarjana Freud bermanipulasi dengan mulut dan kegiatan mengisap (sebagai usaha mengurangi rasa lapar) itu merupakan kegiatan yang mengasikkan, dan memberikan kepuasan pada anak dan bayi.
Kepuasan oral (oral = didalam mulut) yang ditimbulkan oleh stimulasi dalam daerah-mulut anak itu menurut Freud merupakan tanda seksualitas. Kepuasan oral ini desebutkan pula sebagai erotisisme oral; dan periode dimana anak banyak menghayati pengalaman tersebut dinamakan fase oral atau stdium perkembangan seksual.
9. ARTI TIDUR PADA BAYI
Perumbuhan dan perkembangan bayi yang amat muda itu berlangsung dalam kondisi tidur. Sebab bayi yang baru lahir menggunakan sebagian besar dari waktunya untuk tidur. Pada usia 0-5 bulan, 2/3 bagian dari hari (kurang lebih 16 jam, bahkan sering lebih) dipakai oleh bayi untuk tidur. Akan tetapi pada usia 2-3 tahun, waktu tidur tinggal kurang lebih ½ hari atau 12 jam saja. Sedang manusia dewasa menggunakan waktu kurang lebih 8 jam atau Cuma 1/3 hari untuk beristirahat dan tidur.
Tidur itu bagi seorang bayi berarti cara paling nyaman untuk beristirahat dan memperbaharui segenap energinya guna melakukan kegiatan-kegiatan di waktu jaga. Kesulitan-kesulitan melakukan regulasi-kodrati untuk tidur yaitu sulit sekali tidur, dan tidurnya tidak nyenyak pada umumnya disebabkan oleh faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik umpamanya berupa:
1) Karena malnutrisia/kurang gizi bayi jadi rewel dan banyak menangis, lalu tidak bisa tidur nyenyak
2) Gangguan disebabkan oleh macam-macam penyakit
3) Ada gangguan pada alat pencernaan
4) Oleh luka-luka atau terdapat gangguan jasmaniah lainnya
Sedang penyebab psikologis antara lain adalah:
1) Bayi/anak mengalami ketegangan batin
2) Hatinya sangat terangsang dan “gempar bergolak”/excited
3) Ia merasa gelisah resah, gundah gulana, cemas dan takut.
10. BEBERAPA REAKSI SENSORIS LAINNYA
Daya penglihatan bayi itu mula-mula juga belum berfungsi dengan baik dan belum terkoordinasi. Pada umumnya perkembangan penglihatan itu berlangsung sebagai berikut:
1) Usia 5 hari : bayi mampu mengikuti gerak seberkas cahaya
2) Usia 3 minggu : mampu mengikuti sejenak gerak suatu benda
3) Usia 5 minggu : mampu mengikuti benda yang bergerak secara horisontal
4) Usia 9 minngu : mampu mengikuti benda yang bergerak secara vertikal
5) Usia 2 tahun : anak mampu menggunakan matanya sama trampilnya dengan kemampuan orang dewasa. Dengan sendirinya anak baru mampu melihat dengan “sudut pandangan sendiri”, dan dengan pengertian yang masih sederhana.
Bayi berusia 9-11 minggu yang mampu mengenal ayah dan bundanya. Dan pada usia kurang lebih 14-15 minggu, bayi tersebut sudah bisa membedakan anggota keluarga sendiri dari orang-orang asing.
11. PERKEMBANGAN “BAHASA” BAYI
Perkembangan mental lainnya pada bayi ialah kemampuan menggunakan kata-kata permulaan; ada pengembangan bahasa. Ia mulai bersuara untuk mengingatkan kehadirannya pada orang dewasa dan ibunya. Mula-mula bayi meracau dengan menggunakan suara dan lafal tertentu sebagai alat berkomunikasi dengan orang dewasa.
Pada usia 9-10 bulan bayi mulai menggunakan suku kata yang diulang, seperti “ma-ma, pa-pa, mam-mam, wawa, ik-ik, uk-uk” sebagai usaha pertama untuk menunjukkan benda. Jadi perkembangan bahasanya berjalan searah dengan perkembangan inteligensinya.
BAB VIII
MASA KANAK-KANAK 1-5 TAHUN
(periode estetis)
1) Naluri dan pengenalan pertama
2) Sifat egosentrisme naif
3) Relasi sosial yang primitif
4) Kesatuan susunan rokhani yang hampir tak terpisahkan
5) Anak bersikap fisiognomis
6) Masa kritis dan Trotzalter pertama
7) Seksualitas awal pada anak
8) Arti bermain bagi anak
9) Arti bahasa bagi anak
1. NALURI DAN PENGENALAN PERTAMA
Anak dilahirkan di dunia dalam kondisi serba kurang lengkap; sebab semua naluri, fungsi jasmaniah, serta rokhaniahnya belum berkembang dengan sempurna. Sarjana william Stern menyatakan kemampuan pengenalan bayi dan anak-anak itu sebagai berikut:
1) Mula-mula anak bayi hidup dalam milieu yang sangat sempit, yaitu dibatasi oleh kebesaran/sosok badan sendiri. Lingkungan ini disebut sebagai URRAUM (ruang lingkup asal).
2) Sesudah beberapa minggu usianya, ruang-lingkup ini meluas sampai lingkungan yang dekat; disebut sebagai NAHRAUM (ruang lingkup dekat).
3) Dan sesudah beberapa bulan kemudian, ruang lingkup tersebut lebih melebar luas sampai lingkungan yang jatuh; disebut sebagai FERNRAUM (ruang lingkup jauh).
Beberapa ciri khas pada masa kanak-kanak yang dapat disebutkan, berdasarkan pendirian ilmu jiwa modern ialah:
a. Bersifat egosentris-naif
b. Mempunyai relasi sosial dengan benda-benda dan manusia yang sifatnya sederhana dan primitif
c. Ada kesatuan jasmani dan rokhani yang hampir-hampir tidak terpisahkan sebagai satu totalitas
d. Sikap hidup yang fisiognomis
2. SIFAT EGOSENTRIS NAIF
Egosentris atau paham mementingkan diri sendiri itu adalah sifat yang buruk, dan dimiliki seseorang karena atribut tersebut dikehendaki dan disadari benar, karena selalu mengutamakan kepentingan sendiri.
Sikap egosentris yang naif ini bersifat temporer atau sementara; senantiasa dialami oleh setiap anak dalam proses perkembangannya. Oleh karena itu setiap anak di bawah usia 3 tahun hampir selalu bersikap egosentris naif, betapapun beragamnya sifat pembawaan masing-masing. Dia belum bisa memahami, bahwa suatu peristiwa tertentu itu bagi orang lain mempunyai arti yang lain sekali, berbeda dengan pengertian anak tersebut.
3. RELASI SOSIAL YANG PRIMITIF
Ikatan sosialnya masih bersifat simple dan primitif; sebab masih belum muncul kesadaran dan pengertian akan adanya orang lain dan benda-benda lain di luar dirinya, yang sifatnya berbeda dengan dia. Anak-anak tersebut berkeyakinan, bahwa orang lain itu menghayati dan merasakan setiap peristiwa seperti penghayatan sendiri.
Ringkasnya, kehidupan individual dan kehidupan sosial masih belum terpisakan oleh anak. Anak Cuma bisa meminati benda-benda dan peristiwa sesuai dengan dunia-fantasi dan dunia keinginannya. Boleh diakatakan anak tersebut membangun dunianya sesuai dengan khayalan dan keinginannya.
4. KESATUAN JASMANI-ROKHANI YANG HAMPIR TIDAK TERPISAHKAN
Dalam fase kehidupan pertama ini, dunia lahiriah dan dunia batiniah anak masih belum terpisahkan. Artinya, anak belum dapat memahami perbedaannya. Isi lahiriah dan isi batiniah masih merupakan kesatuan yang bulat. Oleh karena itu penghayatan anak dikeluarkan/di-ekspresikan secara bebas, spontan, dan jujur dalam setiap mimik gerak, tingkah laku, dan bahasanya.
Lambat laun dengan bertambahnya umur, anak akan menjadi sadar akan perbedaan di antara kehidupan lahir dan kehidupan batinnya. Secara berangsur-angsur ia akan belajar menahan diri untuk tidak berteriak-teriak gusar dan tidak bergulung-gulung sambil menangis. Ia belajar menahan kemarahan serta mengendalikan emosinya. Pendeknya, anak mulai belajar mengendalikan dan mengontrol ledakan-ledakan kehidupan jiwanya.
5. ANAK BERSIKAP FISIOGNOMIS TERHADAP DUNIA SEKITARNYA
Anak bersikap fisiognomis itu artinya; anak secara langsung memberikan atribut/sifat lahiriah atau materiil (sifat, konkrit, nyata, seperti sifatnya benda-benda) pada setiap penghatannya. Perkenalan dan komunikasinya dengan dunia luar bercorak sangat afektif, karena diwarnai dengan emosi-emosi yang kuat.
6. MASA KRITIS DAN TROTZALTER PERTAMA
Perkembangan bayi dan anak-anak yang masih muda itu sangat bergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa. Masa menentang atau Trotzalter pertama disebut pula sebagai fase negatif, fase beraja-raja (kemraja-raja), atau periode Verneinung.
Lama fase ini berlangsung kira-kira 2-10 bulan. Timbulnya tanpa sebab-sebab tertentu, dan akan hilang atau mereda dengan sendirinya. Masa menentang ini disebut pula sebagai masa transisi; yaitu masa peralihan dari satu masa-pertumbuhan melompat pada masa-perkembangan lainnya; dan pada umumnya ditandai oleh ledakan-ledakan tingkah laku yang “kuat” dan revolusioner sifatnya.
Masa menentang ini disebut pula sebagai periode-rebelli (rebellion-pemberontakan) atau periode pra-oedipul. Dengan munculnya tingkah laku menentang, keras kepala, dan “semau gue” itu sekali-kali anak bukannya secara sadar mau menentang terhadap kewibawaan dan bantuan ibunya. Masa menentang ini disebut pula sebagai masa kritis/genting, karena mengundang bahaya berupa:
1) Salah-tingkah dari orang tua yang kurang bijaksana serta tidak sabaran, serta
2) Salah-bentuk dari kebiasaan-kebiaaan anak yang buruk, (misalnya menjadi terlalu manja, bengal yang berkepanjangan, dan lain-lain).
7. SEKSUALITAS AWAL PADA ANAK
Sigmund Freud menyebutkan fase pertama dari perkembangan anak-anak sebagai masa pragenital, 0-2 tahun; yang dibagi atas masa-oral (dengan tujuan erotisme oral) dan masa-anal (dengan erotisme anal). Disebut sebagai masa pragenital (prae = sebelum mendahului; genitalia = alat kelamin), karena pada masa tersebut anak belum menyadari benar akan arti dan perbedaan alat kelamin.
8. ARTI BERMAIN BAGI ANAK BEBERAPA TOERI TENTANG BERMAIN
Pada usia kanak-kanak fungsi bermain mempunyai pengaruh besar sekali bagi perkembangan anak. Jika pada orang dewasa sebagian besar dari perbuatannya diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan KERJA, maka kegiatan anak sebagian besar berbentuk aktivitas BERMAIN. Gerak-gerak permainan anak itu disebabkan oleh:
1) Kelebihan tenaga yang terdapat pada dirinya; dan dikemudian hari digerakkan oleh
2) Dorongan belajar guna melatih semua fungsi jasmani dan rokhani.
Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta nilai permainan. Yaitu sebagai berikut:
1) Teori rekreasi
2) Teori pemunggahan
3) Teori atavistis
4) Teori biologos
5) Teori psikologi dalam
6) Teori fenomenologis
1. Teori rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Lazarus, dua orang sarjana Jerman di antara tahun 1841 dan 1884. mereka menyatakan permainan itu sebagai kesibukan rekreatif, sebagai lawan dari KERJA dan keseriusan hidup. Orang dewasa mencari kegiatan bermain-main, apabila ia merasa capai sesudah bekerja atau sesudah melakukan tugas-tugas tertentu. Dengan begitu permainan tadi bisa “me-rekriir” kembali kesegaran tubuh yang tengah lelah.
2. Teori pemunggahan (ontladingstheorie)
Menurut sarjana Inggris Herbert Spencer, permainan itu disebabkan oleh mengalir-keluarnya energi, yaitu tenaga yang belum dipakai dan menumpuk pada diri anak itu menuntut dimanfaatkan atau dipekerjakan. Teori ini disebut pula sebagai teori “kelebihan tenaga” (krachtoverschot-theorie). Maka permainan merupakan katup pengaman bagi energi vital yang berlebih-lebihan.
3. Teori atavistis
Sarjana Amerika Stanley Hall dengan pandangannya yang biogenetis menyatakan, bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua fase kemanusiaan. Permainan itu merupakan penampilan dari semua faktor hereditas (waris, sifat keturunan); yaitu, segala pemgalaman jenis manusia sepanjang sejarah akan diwariskan kepada anak keturunannya.
4. Teori biologis
Karl groos, sarjana Jerman (di kemudian hari Maria Montessori juga bergabung pada paham ini) menyatakan: permainan itu mempunyai tugas biologis, yaitu melatih macam-macam fungsi jasmani dan rokhani. Waktu-waktu bermain merupakan kesempatan baik bagi anak untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup dan terhadap HIDUP itu sendiri.
5. Teori psikologi dalam
Menurut teori ini, permainan merupakan penampilan dorongan-dorongan yang tidak disadari pada anak-anak dan orang dewasa. Ada dua dorongan yang paling penting pada diri manusia. Menurut Adler ialah: dorongan berkuasa; dan menurut Freud ialah: dorongan seksual atau libido sexualis. Adler berpendapat, bahwa permaianan memberikan pemuasan atau kompensasi terhadap perasaan-perasaan diri-lebih (superieuriteits-gevoelens, meerwaardig-heidsgevoelens) yang fiktif. Dalam permainan tadi juga bisa disalurkan perasaan-perasaan yang lemah dan perasaan-peraaan rendah hati (minderwaardigheidsheidsgevoelens, perasaan minder atau inferior).
6. Teori fenomenologis
Profesor Kohnstamm, seorang saejana Belanda yang mengembangkan teori fenomenologis dalam pedagogik teoretisnya menyatakan, bahwa permainan merupakan satu fenomena/gejala yang nyata, yang mengandung unsur suasana permaianan (spelsfeer). Dorongan bermain merupakan dorongan untuk menghayati suasana bermain itu. Yakni tidak khusus bertujuan untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu, akan tetapi anak bermain untuk permainan itu sendiri. Jadi tujuan permainan ialah permainan itu sendiri. Dalam suasana permainan itu terdapat faktor:
1. kebebasan
2. harapan dan
3. kegembiraan
4. unsur ikhtiar dan
5. siasat untuk mengatasi hambatan serta perlawanan
Ringkasnya, menurut teori fenomenologis permainan mempunyai arti dan nilai bagi anak sebagai berikut:
1. Permaianan merupakan sarana penting untuk mensosialisasikan anak. Yaitu sarana untuk mengintrodusir anak jadi anggota suatu masyarakat, agar anak bisa mengenal dan menghargai masyarakat manusia. Dalam suasana permainan itu tumbuhlah rasa kerukunan yang sangat besar artinya bagi pembentukan sosial sebagai manusia budaya.
2. Dengan permainan dan situasi bermain anak bisa mengetest dan mengukur kemampuan serta potensi sendiri. Ia belajar menguaai macam-macam benda; juga belajar memahami sifat-sifat benda dan peristiwa yang berlangsung dalam lingkungannya.
3. Dalam situasi bermain anak bisa menampilkan fantasi, bakat-bakat, dan kecenderungannya. Anak laki bermain-main dengan mobil-mobilan, dana anak perempuan dengan boneka-bonekanya. Jika kita menberikan kertas dan gunting pada sekelompok anak-anak kecil, masing-masing akan menghasilkan “karya” yang berbeda, sesuai dengan bakat dan kemampuan.
4. Di tengah permainan itu setiap anak menghayati macam-macam emosi. Dia merasakan kegairahan dan kegembiraan; dan tidak secara khusus mengharapkan prestasi-prestasi. Dengan demikian, permainan mempunyai nilai yang sama besarnya dengan nilai seni bagi orang dewasa.
5. Permainan itu menjadi alat-pendidikan, karena permainan bisa memberikan rasa kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan kepada diri anak.
6. Permainan memberikan kesempatan pra-latihan untuk mengenal aturan-aturan permainan, mematuhi norma-norma dan larangan, dan bertindak secara jujur sreta loyal. Semua ini untuk persiapan bagi penghayatan “fair play” dalam pertarungan hidup di kemudian harinya.
7. Dalam bermain anak belajar menggunakan semua fungsi kejiwaan dan fungsi jasmaniah dengan suasana-hati kesungguhan. Hal ini penting guna memupuk sikap serius dan bersungguh-sumgguh pada usia dewasa untuk mengatasi setiap kesulitan hidup yang dihadapi sehari-harinya.
Bentuk permainan bisa kita bagikan dalam 3 kelompok yaitu: permainan gerakan, memberi bentuk, dan ilusi.
a. Permainan gerakan. Pada mulanya bayi bermain-main sendirian, untuk “melatih” gerakan-gerakan badan dan anggota tubuh dengan melakukan macam-macam manipulasi. Pada usia 3-4 tahun timbul kebutuhan untuk bermain-main dengan kawan-kawan. Selanjutnya anak melakukan kerjasama dengan teman sepermainannya dengan beraneka ragam gerak dan ulah tubuhnya.
b. Permainan memberi bentuk. Alat permainan dan bahan permainan yang paling baik ialah: materi tanpa bentuk; misalnya lilin/malam, kertas, air, tanah liat, balok-balok kayu, pasir dan lain-lain. Dan tempat bermain yang paling ideal bagi anak ialah: pantai yang tenang dan teduh.
c. Permainan ilusi. Pada jenis permainan ini unsur fantasi memegang peranan paling menonjol. Misalnya sebuah sapu menjadi “kuda tunggangan”, kursi menjadi sebuah mobil atau kereta api.
Frobel berpendapat, bahwa permainan bisa memberikan pada anak kesempatan bergiat untuk memuaskan dorongan sibuk dan melaksanakan/merealisir fantasinya. Frobel mementingkan unsur-unsur fantasi, kegembiraan dan kebebasan, untuk waktu “sekarang”, di dalam setiap permainan.
Maria montessori paling mengutamakan kegiatan melatih pancaindera dan semua fungsi-fungsi. Jika frobel lebih menekankan perkembangan anak pada saat sekarang dengan jalan bergembira, berfantasi dan main dalam kebebasan, maka montessori lebih menekankan kegiatan melatih fungsi-fungsi untuk persiapan KERJA di masa mendatang.
Langkah-langkah utama yang bisa diambil setiap pendidik dan orang tua dalam aktivitas bermain adalah:
1) Jangan mengganggu anak-anak yang tengah bermain dengan keasyikannya. Jika terpaksa sekali, usiklah sesedikit mungkin.
2) Yang penting ialah bukannya jenis dan mahalnya alat permainan, akan tetapi berikan kesempatan bermain yang cukup kepada anak untuk bergembira dan melatih diri.
3) Memberikan ruang bermain yang cukup luas.
4) Dengan memberikan kesempatan bermain yang kreatif, secara tidak langsung kita bisa mencegah dorongan untuk merusak dan berbuat kriminil.
5) Bentuk permainan yang paling ideal, terutama sekali bagi anak-anak yang masih sangat muda.
6) Dengan bertambahnya usia anak hendaknya disamping unsur suasana permainan yang menyenangkan ditambahkan pula dimensi kerja/kesibukan yang bermanfaat.
9. ARTI BAHASA BAGI ANAK
Jika bunyi-bunyi itu mempunyai artikulasi tertentu, yaitu diucapkan dengan jelas dan mengandung intensi/maksud tertentu, bunyi-bunyi ini disebut sebagai bahasa. Bahasa menjadi:
1) Alat untuk mengungkapkan fikiran dan maksud tertentu
2) Untuk alat berkomunikasi dengan orang lain
3) Dan di pakai untuk membuka lapangan rokhaniah yang lebih tinggi tarafnya
4) Bahasa juga dipakai untuk mengembangkan fungsi-fungsi tanggapan, perasaan, fantasi, intelek dan kemauan.
Bahasa dalam artian yang sempit berarti; pemisahan di antara obyek dengan subyek; yaitu ada kesadaran pada Aku sebagai subyek yang berdiri berhadapan dengan obyek (benda, dan orang lain). Bahwa tangis bayi dan anak juga merupakan bentuk bahasa; yaitu bahasa yang pertama-tama dipakai untuk menyampaikan isi kehidupan batiniahnya.
Menurut Karl Buhler, di dalam penggunaan bahasa itu terdapat 3 dorongan utama, yaitu: Kundgabe, Auslosung dan Darstellung.
1) Kundgabe (= pengumuman, maklumat, pemberitahuan): ada dorongan yang merangsang anak untuk memberi tahukan isi kehidupan batiniahnya, yaitu fikiran, perasaan, kemauan, harapan, fantasi sendiri, dan lain-lain.
2) Auslosung (= pelepasan): pada dorongan yang kuat pada anak untuk melepaskan kata-kata dan kalimat-kalimat, sebagai hasil dari peniruan.
3) Darstellung (= pengungkapan, penyampaian, pemaparan): anak ingin mengungkapkan keluar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat perhatiannya.
Suami istri Clara dan William Stern membagi perkembangan bahasa anak yang normal dalam 4 periode perkembangan yaitu:
1) Prastadium. Pada tahun pertama: meraban, kemudian menirukan bunyi-bunyi.
2) Masa pertama k.l 12-18 bulan. Stadium kalimat-satu-kata. Satu perkataan dimaksudkan untuk mengungkapkan satu perasaan atau satu keinginan.
3) Masa kedua: 18-24 bulan. Mengalami stadium-nama. Pada saat ini timbul kesadaran bahwa setiap benda mempunyai nama. Jadi ada kesadaran tentang bahasa.
4) Masa ketiga: 24-30 bulan. Mengalami stadium-flexi, (flexi, flexico = menafsirkan, mengikrabkan kata-kata).
5) Masa keempat. Mulai usia 30 bulan keatas, stadium anak kalimat.
Anak-anak yang kidal, apabila ia dipaksakan untuk menggunakan tangan kanannya, bisa mengalami trauma psikis dan menjadi gagap.
BAB IX
MASA ANAK SEKOLAH DASAR 6-12 TAHUN
(PERIODE INTELEKTUAL)
1. Memasuki masyarakat di luar keluarga
2. Pengamatan anak
3. Pikiran, ingatan dan fantasi anak
4. Kehidupan perasaan anak
5. kehidupan volutif/kemauan
1. MEMASUKI MASYARAKAT DI LUAR KELUARGA
Waktu bayi itu lahir, dia merupakan “subyek dengan dunianya sendiri” yang melingkupi DIRI sendiri saja. Mengingat perkembangan anak yang amat pesat pada usia sekolah, dan mengingat bahwa lingkungan keluarga sekarang tidak lagi mampu memberikan seluruh fasilitas untuk mengembangkan fungsi-fungsi anak terutama fungsi intelektual dalam mengejar kemajuan zaman modern maka anak memerlukan satu lingkungan sosial yang baru yang lebih luas; berupa sekolahan, untuk mengembangkan semua potensinya.
2. PENGAMATAN ANAK BEBERAPA TEORI PENGAMATAN
Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat yang sangat penting. Beberapa teori mengenai fungsi pengamatan ini dipaparkan oleh Meumann, Stern dan Oswald Kroh.
a) Teori Meumann: ia membedakan tiga fase perkembangan fungsi pengamatan, yaitu:
Fase sintese fantastis: periode ini berlangsung pada usia 7-8 tahun
Fase analisa, 8-9 tahun.
Fase sintese logis 12 tahun keatas.
b) Teori Stern menampilkan 4 stadium dalam perkembangan fungsi pengamatan anak yaitu:
Stadium keadaan: 0-8 tahun
Stadium perbuatan: 8-9 tahun
Stadium hubungan: 9-10 tahun dan selanjutnya
Stadium perihal (sifat) anak mulai menganalisa hasil pengamatannya, dengan mengkonstatir ciri-ciri/sifat dari benda-benda, orang dan peristiwa
c) Teori Oswald Kroh dalam bukunya: “Die Psychologie des Grundschulkindes” (Psikologi anak Sekolah Dasar) menyatakan adanya 4 periode dalam perkembangan fungsi pengamatan anak; yaitu:
Periode sintese fantastis, 7-8 tahun. Artinya segala hasil pengamatan merupakan kesan totalitas/global, sedang sifatnya masih samar-samar.
Periode relisme naif, 8-10 tahun
Periode realisme kritis, 10-12 tahun
Fase subyektif, 12-14 tahun
Ringkasnya pengamatan anak selama periode sekolah rendah itu berlangsung sebagai berikut:
1) Dimulai dari pengalamatan kompleks totalitas, menuju pada bagian-bagian/onderdil
2) Berangkat dari sikap pasif menerima, menuju pada sikap pamahaman: aktif, mendekati, dan mencoba mengerti
3) Bertitik tolak dari AKU, menuju kepada obyek-obyek dunia sekitar dan milieunya
4) Dari dunia fantasi menuju ke dunia realitas
3. FIKIRAN, INGATAN DAN FANTASI ANAK
Anak pada usia ini sangat aktif dinamis. Segala sesuatu yang aktif dan bergerak akan sangat menarik minat perhatian anak. Ingatan anak pada usia 8-12 tahun ini mencapai intensitas paling besar, dan paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi (= dengan sengaja memasukkan dan melekatkan pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat. Dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak.
4. KEHIDUPAN PERASAAN ANAK RASA TAKUT
Perasaan intelektual anak pada periode ini sangat besar. Teka-teki silang, soal-saol matematik dan perhitungan yang pelik-pelik (terutama kalau hasilnya berupa angka-angka yang utuh) merupakan daya tarik besar untuk dipecahkan oleh anak; baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Mengenai perasaan religius pada anak dapat dinyatakan bahwa gambaran-gambaran fantasi anak mengenai sorga, neraka dan Tuhan jadi makin menipis, bersamaan dengan menghilangnya cerita dongeng-dongeng fantasi “Jaka Kendil” dan “Abu Nawas”.
Mengenai perasaan takut pada anak dapat kami nyatakan sebagai berikut: perasaan takut dan cemas itu adalah unsur utama dari kehidupan perasaan yang latent: dan merupakan naluri yang memperingatkan manusia akan adanya bahaya, agar ia siap sedia melindungi dan mempertahankan diri dari ancaman bahaya.
Rasa takut dan cemas ini bukan gejala abnormal pada anak. Sebab anak secara instinktif memang merasa takut pada hal-hal yang belum dikenalnya, yang masih samar-samar, dan hal-hal yang sandi atau mengandung rahasia. Hal ini disebabkan oleh:
1) Kurangnya pengetahuan dan pengertian anak, serta
2) Kurang adanya kepercayaan diri; juga oleh
3) Kesadaran diri anak, bahwa dia masih lemah dan bodoh
4) Lagi pula fantasi anak sering memutar balikkan dan memperbesar-besarkan realitas
Untuk memberikan rasa tenang, tanpa ketegangan dan ketakutan, dapat digunakan cara-cara sebagai berikut:
1) Memberikan kebebasan terpimpin pada saat bermain-main
2) Makan malam tidak terlalu kekenyangan
3) Menyibukkan anak dengan permainan yang tenang
4) Menyelasaikan pekerjaan tangan yang ringan sebelum tidur
5) Mendengarkan cerita-cerita kepahlawanan penuh keberanian, kejujuran dan keindahan
5. KEHIDUPAN VOLUTIF (KONATIF, KEMAUAN) ANAK
Fungsi kemauan pada masa ini belum berkembang dengan penuh. Anak belum mempunyai kekuasaan atas diri sendiri. Artinya; anak belum bisa mengatur diri sendiri; belum ada proses regulasi diri.
Dalam keadaan normal, pada usia k. l. 12 tahun anak Sekolah Dasar tersebut merupakan individu yang tenang dan seimbang. Oleh karena itu anak disebut sebagai “I’ enfant fait”, yaitu anak yang komplit lengkap anak yang sudah “mapan besarnya” atau “een volgroeid kind”. Ciri-ciri “I’ enfant fait” ialah:
1) Rokhani dan jasmani anak dalam kondisi baik, disertai
2) Saat ketenangan dan pengendapan perasaan-perasaan
3) Minat yang besar dan segar terhadap macam-macam peristiwa
4) Ingatan yang sangat kuat
5) Dorongan ingin tahu yang besar
6) Semngat belajar yang tinggi
BAB X
MASA REMAJA
PERIODE PUERAL (PRA-PUBERTAS, AWAL PUBERTAS),
12-14 TAHUN
1. Masa remaja
2. Periode pueral
3. Ciri-ciri khas anak puer
4. Rasa diri yang positif kuat
5. Masalah identifikasi anal puer
6. Relasi anak puer
7. Instink-instink seksual pada anak puer
1. MASA REMAJA, 13-19 TAHUN
Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terdapat kematangan fungsi jasmaniah yang biologis, berupa: kematangan kelenjar kelamin, yaitu testes (buah zakar, kelepir) untuk anak laki-laki; dan ovarium atau indung telur pada anak gadis. Kedua-duanya merupakan tanda-tanda kelamin primer.
Tanda kelamin sekunder antara lain berupa: gangguan peredaran darah, sering berdebar-debar, menggigil; pertumbuhan rambut pada alat kelamin, ketiak, kumis, cambang, dan perubahan suara. Di samping ini kita lihat gejala-gejala khusus pada anak-anak gadis, yaitu meluasnya dada dan tumbuhnya payudara; juga menebalnya lapisan lemak sekitar pinggul, paha dan perut.
Pada saat pertumbuhan ini anak muda atau pubescens (12-17 tahun) pada umumnya mengalami satu bentuk krisis, berupa kehilangan keseimbangan jasmani dan rokhani. Pada saar tersebut muncul juga gejala heliogene acceleratie (akselerasi heliogen). Yaitu proses percepatan tumbuh, disebabkan oleh pengaruh cahaya matahari, karena anak-anak muda pada periode remaja ini banyak ada di udara terbuka. Masa remaja atau maa pubertas bisa di bagi dalam empat fase yaitu:
1) Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pueral atau pra-pubertas.
2) Masa menentang kedua, fase negatif, Trotzalter kedua, periode Verneinung.
3) Masa pubertas sebenarnya; mulai k. l. 14 tahun. Masa pubertas anak wanita pada umumnya berlangsung lebih awal daripada pubertas anak laki-laki.
4) Fase adolesensi, mulai usia k. l. 17 tahun sampai sekitar 19-21 tahun.
2. PERIODE PUERAL (PRA-PUBERTAS ATAU PUBERTAS ATAU PUBERTAS AWAL) 12-14 TAHUN
Usia 5-11 tahun disebut pula sebagai masa latensi (latensi latens, latere = tersembunyi, belum muncul, masih terikat). Pada periode ini macam-macam potensi dan kemampuan anak masih bersifat “tersimpan”, belum mekar, belum terpakai. Maka akhir masa latensi itu disebut sebagai masa pueral atau pra-pubertas.
Masa pueral atau pra-pubertas ini ditandai oleh perkembangannya tenaga fisik yang melimpah-limpah. Keadaan tersebut menyebabkan tingkah laku anak kelihatan kasar, canggung, brandalan, kurang sopan, liar dan lain-lain. Periode percepatan tumbuh dengan bertambahnya berat badan dan panjang tubuh dengan ukuran tidak konstan ini pada umumnya berlangsung pada usia 11-15 tahun pada anak-anak gadis, dan umur 13-18 tahun pada anak-anak laki.
Peningkatan aktivitas tersebut bukannya berarti peningkatan agresivitas anak; akan tetapi merupakan:
1) Proses intensifikasi dari daya adaptasi anak terhadap realitas dunia,
2) Merupakan usaha untuk lebih menguasai lingkungannya, dan mengatasi kesulitan-kesulitan hidup.
Semua kegiatan itu dimungkinkan oleh adanya prinsip perkembangan yang aktif –dinamis pada anak. Sumber semua aktivitas tersebut ialah:
1) Dorongan tumbuh atau kemampuan menjadi, dan
2) Dorongan mandiri (dorongan berdiri sendiri)
3. CIRI-CIRI KHAS ANAK PUER
Anak puer disebut pula sebagai Anak Besar, yang tidak mau dianggap “kanak-kanak dan kecil” lagi; namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Sikap hidup anak puer itu realistis dan sadar “nuchter”. Ia belum memperdalam isi kejiwaan sendiri, tapi lebih aktif menengok kedunia luar. Ciri paling menonjol pada usia ini ialah: rasa harga diri yang makin menguat. Ciri khas nak-anak puer ini ialah: paling suka bermulut besar, “ngibul”, menyombongkan diri, bereaksi/berlagak dan sesumbar, memamerkan kekuatan sendiri.
4. RASA DIRI YANG POSITIF KUAT
Pada fase pra-pubertas/pueral itu terdapat pula gejala melemahnya ikatan-ikatan afektif dengan orang tua, (gejala afektif tersebut sangat kuat pada masa kanak-kanak, 1-10 tahun). Maka pada anak puer ini timbul peningkatan dari:
1) Rasa tanggung jawab
2) Rasa kebebasan/independensi, dan
3) Rasa AKU/EGO-nya.
Semua kejadian tadi menumbuhka rasa diri atau “zelfgevoel” yang kuat. Anak mulai menyadari kekuatan sendiri, dan harga dirinya sebagai seorang individu atau sebagai AKU yang mandiri.
Pada usia pueral ini juga timbul kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang hebat-hebat atau yang spectaculaire. Namun perasaan hidup yang positif kuat ini juga sering membawa anak muda pada aktivitas mengasingkan diri. Yaitu, mengasingkan diri dalam artian; menjauhkan diri dari kekuasaan orang tua, lalu menggerombol dengan kawan-kawa “senasib” dan seumur, dalam usahanya mendapatkan pengakuan terhadap AKU-nya. Akhir periode pueral disebut sebagai Masa/menentang atau Trotzalter kedua.
5. MASALAH IDENTIFIKASI ANAK PUER (IDENTIFIKASI = USAHA MEMPERSAMAKAN DIRI)
Satu ciri lain yang menonjol pada anak puer/pra-pubertas ialah: kecenderungan untuk melepaskan diri dari identifikasi lama. Perbuatan identifikasi ini diharapkan untuk memberikan rasa aman atau rasa kehangatan pada diri anak yang masih labil mentalnya itu.
6. RELASI ANAK PUER
Kontak sosial anak puer dengan kawan-kawannya sifatnya masih primitif dan masih longgar. Relasi anak puer dengan sahabat-sahabat ataupun dengan salah seorang kawan karibnya pada umumnya sifatnya “monogam” (mono = satu; gameoo = kawin; monogam = kawin hanya dengan satu orang saja) dan “homoseksual” (cinta kawin sejenis). Relasi tersebut bersifat eksklusif.
Anak-anak laki-laki dan anak perempuan yang berkumpul bersama-sama pada usia ini lebih banyak didorong loleh faktor rasa-ingin-tahu (curiousity); dan bukan oleh masalah-masalah seksual. Aktifitas mereka bersifat netral. Bahkan ada kalanya bersifat “ofensif”; yaitu saling mengganggu , saling berolok-olok, bahkan kadang-kadang juga melakukan perkelahian. Kejadian sedemikian ini disebabkan oleh timbulnya:
1) Dorongan untuk merealisasi diri
2) Dorongan mempertahankan AKU-nya; di tambah dengan
3) Keinginan menjadi dewasa, dan
4) Hasrat berprestasi
Otoritas dan kewibawaan orang tua serta guru sangat diharapkan oleh anak-anak puer, karena anak masih sering merasa cemas., bersikap ragu-ragu dan kurang pengalaman.
7. INSTINK-INSTINK SEKSUAL PADA MASA PUER
Pada masa pra-pubertas ini instink-instink seksual anak dalam keadaan paling lemah; sedang proses perkembangan AKU-nya dalam keadaan paling kuat (progresif). Masalah erotik pada seks, yaitu totalitas kompleks afeksi-afeksi yang berkaitan dengan CINTA, belum akut/accute; karena memang belum terdapat kematangan seksual.
BAB XI
MASA MENENTANG KEDUA (FASE NEGATIF),
TROTZALTER KEDUA, PERIODE VERNEINUNG
Pada akhir periode pueral timbul kecenderungan-kecenderungan untuk menentang dan memberontak, yang didorong oleh perasaan hidup positif, kuat dan kesadaran AKU anak. Karena itu periode ini disebut sebagai Masa-menentang atau Trotzalter kedua; dan dicirikan dengan ekspresi-ekspresi khas, seperti: suka mogok, tidak patuh (dengar-dengaran, ongehoorzaam), keras kepala, suka memprotes, melancarkan banyak kritik, sombong, merasa sudah dewasa, acuh tak acuh, sembrono, suka berlagak, agresif, cepat marah, dan besar mulut.
Anak suka melanggar dan menentang peraturan-peraturan pedagogis, disiplin dan tucht/ketertiban di rumah maupun di sekolah, karena dia merasa sudah “dewasa” dan benar sendiri. Masa menentang ini disebut pula sebagai fase negatif, karena tindakan anak- seakan-akan menjurus pada hal-hal negatif, yaitu dengan sengaja melanggar aturan dan menentang kewibawaan. Juga disebut sebagai periode Verneinung (nein = tidak, emoh; verneinung = ketidakmauan, keemohan). Lama fase menentang ini berlangsung kira-kira selama 2-10 bulan.
Uasaha perjuangan anak pra-pubertas untuk memerdekakan diri dari kewibawaan orang tua dan identifikasi lama, khususnya identifikasi dengan ibu, bisa disamakan dengan periode rebeli/pemberontak pada usia 1 ½ -3 tahun yang dsebut sebagai periode pra-oedipal.
Gejala-gejala neuritas ini antara lain berupa: macam-macam gangguan pada fungsi pencernaan (perut dan lambung), rasa-rasa muak-mual/sedikit-sedikit sampai pada gejala anorexia (menolak sama sekali gejala macam makanan), gangguan pada menstruasi, macam-macam fobia (= ketakutan tidak riil terhadap sesuatu; misalnya haematophobia = takut melihat darah, monophobia = takut terhadap kesunyian dan berada seorang diri; claustrophobia = takut pada tempat terbuka; zoophobia = takut pada beberapa jenis binatang tertentu, dan lain-lain).
Kesulitan-kesulitan neurotis pada masa pra-pubertas itu pada umumnya merupakan kelanjutan dari gejala neurotis pada masa kanak-kanak yang disebabkan oleh pengalaman traumatis, (trauma = luka, luka jiwa, shock/kejutan emosional sangat kuat). Gangguan neurotis anak puer itu kebanyakan sekali berupa: kecemasan, katakutan, rasa rendah diri atau minder waardgheidscomplexen, dan rasa tidak mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu.
BAB XII
MASA PUBERTAS AWAL
(PERIODE PUBERTAS), 14-17 TAHUN
1. Ciri-ciri umum anak puber
2. Minat anak puber
3. Proses identifikasi anak puber
4. Kematangan seksual anak puber
5. Homoseksualitas perkembangan dan heteroseksualitas
6. Bahaya-bahaya sehubungan dengan kematangan seksual
7. Beberapa saran bagi para pembimbing dan pendidik
1. CIRI-CIRI UMUM ANAK PUBER
Masa pubertas awal atau disingkat saja dengan nama masa pubertas itu merupakan satu periode yang segera akan dilanjutka oleh masa adolesensi yang disebut pula sebagai masa pubertas lanjut. Masa pubertas ini tidak dapat dipastikan kapan dimulainya, dan bila mana akan berakhir; sama juga halnya dengan masa pra-pubertas. Ada beberapa sarjana yang menyatakan; masa pubertas sebenarnya dimulai pada usia kurang lebih 14 tahun, dan akan berakhir pada usia k. l. 17 tahun. Namun pubertas anak gadis pada umumnya berlangsung lebih awal daripada anak laki-laki. Sedang fase adolesensi diperkirakan mulai pada usia 17 tahun, dan berakhir sekitar umur 19-21 tahun.
Masa pubertas awal atau disingkat saja dengan masa pubertas itu merupakan periode tergugahnya kepribadian anak. Pubertas itu merupakan fase, di mana nilai-nilai hidup baru mulai dicobakan oleh anak. Pada usia puber ini mulai muncul sifat-sifat khas wanita dan laki-laki. Yaitu sifat pasif menerima pada wanita, dan sifat aktif berbuat pada anak laki-laki.
Masa pubertas ini merupakan periode STURM UND DRANG (masa penuh badai taufan dan gelora nafsu). Ringkasnya, anak muda pada usia ini tengah mengalami:
1) Pertentangan-pertentangan batin yang paling memuncak dalam kehidupannya,
2) Karena itu masa pubertas ini benar-benar merupakan periode penuh kontras-kontras, badai-badai permasalahan, dan gelora-gelora jiwa yang sering berlawanan,
3) Yang mengakibatkan tumbuhnya banyak kecemasan dan kebingungan pada anak muda.
Pada usia pubertas tersebut muncul pula aspirasi-aspirasi (peranan, usaha peningkatan), impian-impian hidup, dan cita-cita paling mulia tinggi. Tapi sebaliknya mungkin pula dibarengi timbulnya nafsu-nafsu rendah dan fikiran-fikiran yang paling inferior pada anak puber.
2. MINAT ANAK PUBER
Seperti dikemukakan di bagian depan, masa penemuan diri anak puber itu didahului oleh perasaan-perasaan yang polymorf (banyak bentuk dan ragam), antara lain berupa merasa diri kuat perkasa dan “dewasa”; diselingi dengan rasa kecil, rendah hati, gelisah resah, cemas, memberontak, kesukaan mengritik, keinginan menentang, konflik, duka hati, dan lain-lain.
3. PROSES IDENTIFIKASI ANAK PUBER
Identifikasi bisa bermanfaat, karena bisa memperkokoh perkembangan AKU dan kepribadian anak, serta memberikan spirit kegairahan. Sedang tanpa identifikasi sama sekali, pribadi menjadi lemah, bisa jadi inferior, dan akan timbul banyak kecemasan serta macam-macam gejala neurotis (neuron = syaraf; neurotis = gangguan pada syaraf). Oleh karena itu proses identifikasi memainkan peranan besar bagi lancar tidaknya relasi anak muda terhadap orang tua, dan komunikasinya dengan lingkungan sosial yang lebih luas.
4. KEMATANGAN SEKSUAL ANAK PUBER
Proses organis paling penting pada masa pubertas ini ialah: kematangan seksual. Kematangan seksual yang normal berlangsung pada usia k. l. 12 sampai 18 tahun. Namun ada kalanya kematangan seksual ini berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari usia 12-18 tahun. Sebab-musabab percepatan atau kelambatan itu belum dapat diterangka dengan jelas. Ada pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa tadi disebabkan oleh pengaruh-pengaruh sebagai berikut:
1) Konstitusi jasmaniah dan rokhaniah , dari ras (suku bangsa)
2) Perbedaan iklim setempat
3) Perbedaan dalam cara hidup serta milieu
4) Situasi-situasi gawat penuh ancaman dan bahaya
Kematangan seksual atau kematangan fungsi jasmaniah yang biologis ini berupa kematangan kelenjar kelamin, yakni testes (buah zakar, kelepir) untuk anak laki-laki, dan ovarium (indung telur) pada anak-anak gadis; beserta membesarnya alat-alat kelamin. Sebelumnya peristiwa tadi didahului oleh tanda-tanda kelamin sekunder. Tanda-tanda kelamin sekunder antara lain berupa: gangguan peredaran darah, jantung sering berdebar-debar, cepat menggigil, mudah capai, kepekaan pada susunan syaraf; juga pertumbuhan rambut pada alat kelamin dan ketiak, tumbuhnya cambang dan kumis pada anak laki-laki, dan perubahan suara. Sedang pada anak-anak gadis berlangsung meluasnya/melebarnya dada, tumbuhnya payudara, penebalan lapisan lemak disekitar pinggul, paha dan perut.
5. HOMOSEKSUALITAS PERKEMBANGAN DAN KETEROSEKSUALITAS
Sehubungan dengan kematangan seksual ini, perasaan-perasaan heteroseksual yaitu perasaan tertarik pada jenis kelamin lainnya juga mulai tumbuh. Anak-anak gadis mulai tertarik pada pemuda, dan pemuda-pemuda mulai berminat pada anak gadis. Relasi “homoseksual” itu mempunyai nilai dan arti bagi pembentukan keprobadian anak, karena:
1) Bisa memperkaya kehidupan efektif/perasaan, sekaligus.
2) Menumbuhkan kepercayaan diri
Orang menamakan homoseksualitas pada usia pra-pubertas itu sebagai homoseksual perkembangan, untuk membedakan dengan homoseksualitas sebenarnya. Ekspresi yang sering tampak antara lain ialah: saling mencium (terutama pada anak-anak gadis), merangkul, berdekapan, jalan bergandengan tangan, duduk bersanding, saling membelai, saling menghibur dan memberikan semangat. Maka unsur yang mencolok sekali pada homoseksualitas perkembangan ini ialah:
1) Sikap ragu-ragu, yang oleh Alfred Adler disebut sebagai “Zogernde Attitude”, dibarengi dengan
2) Kurangnya kepercayaan diri, serta
3) Kecemasan
Selanjutnya, pada masa pubertas ini juga timbul minat dan emosi heteroseksual, yaitu tertarik pada jenis kelamin lainnya, disamping perasaan “homoseksual” terhadap ayah/ibu dan kawan sejenis. Namun yang typis pada usia pubertas ini ialah: ada terjalin relasi segitiga atau relasi triangulaire. Bagi seorang anak gadis:
1) Ada unsur cinta diri atau selflove,
2) Ada obyek cinta “homoseksual” dalam wujud pribadi IBU sendiri atau seorang kawan gadis, dan
3) Obyek cinta heteroseksual dalam wujud seorang pria/pemuda.
Untuk seorang pemuda:
1) Ada unsur selflove/cinta diri
2) Ada obyek cinta “homoseksual” dalam wujud pribadi AYAH atau seorang kawan pemuda cilik, dan
3) Obyek cinta heteroseksual dengan seorang gadis.
6. BAHAYA-BAHAYA SEHUBUNGAN DENGAN KEMATANGAN SEKSUAL
Pada umumnya, usaha melarikan diri dari rumah itu disebabkan oleh:
1) Kerisauan seksual pada diri anak, tanpa disertai perasaan heteroseksual yang sejati.
2) Kurangnya kemampuan untuk mengontrol dan mengendalikan diri, terutama emosi-emosinya.
3) Oleh ketidakstabilan psikis.
4) Oleh konflik-konflik intern/batin yang sangat intens kuat.
5) Dan oleh kebimbangan-kebimbangan karena belum menemukan norma yang mantap.
Sedang anak-anak gadis yang mengadakan eksperimen seksual untuk merealisasikan fantasi-fantasi seksual, bertingkah laku sebagai berikut:
1) Mula-mula anak bertingkah laku meniru-nirukan lagak genit seorang “tante girang”; atau berpose ala peragawati.
2) Namun, tingkah laku “genit-dewasa” itu sering merangsang betul-betul kaum pria. Dalam artian: tanpa sengja bisa memberikan perangsang yang kuat pada kaum pria.
3) Reaksi orang laki-laki terhadap gadis cilik yang ber-lipstick, genit, dan berparfum itu sifatnya bisa serius; dan bisa menggugah kebuasan/birahinya.
4) Ditambah dengan tingkah laku sigadis yang provokatif untuk mengetest “kedewasaan”, sering menimbulakan dampak yang menggiurkan, dan merangsang nafsu birahi laki-laki dewasa.
5) Sebaliknya, sebagai akibat dari rangsangan, rayuan dan atensi kaum pria secara terus menerus, baik dari pria yang sudah dewasa maupun pemuda-pemuda puber, kepekaan seksual dan nafsu erotik anak gadis akan timbul, dan menjadi semakin bergelora; bahkan sering tidak terkendali.
Akhirnya, tingkah laku gadis puber tadi menjurus pada free sex and free love (seks bebas dan cinta bebas), yang secara berangsur-angsur mengarah pada tingkah laku tuna susila dan a-moral lainnya. Sebagai akibat lebih jauh dari tingkah laku anak gadis tadi berkembanglah:
1) Prostitusi/pelacuran oleh gadis-gadis remaja
2) Meluasnya penyakit veneris sipilis dan bubo
3) Bertambahnya kelahiran anak-anak jadah/haram di kota-kota besar seperti jakarta dan kota-kota di Bali
4) Penggunaan ganja, morfin dan heroin secara intensif
5) Berkembang pula praktek “bagong lieur” (celeng mabuk), yaitu membesarnya jumlah gerombolan gadis-gadis tanggung yang melacurkan diri tanpa bayaran, dan melakukan promiscuity (= praktek hubungan seksual bebas tanpa aturan dan tanpa kendali dengan sembarang laki-laki)
6) Timbul bencana sosial lainnya sebagai akibat dari tingkah laku para gadis puber yang tidak bisa mengendalikan diri itu, misalnya kriminalitas, dan
7) Peristiwa bunuh diri secara massal, dasn lain-lain.
Mengenai tugas seksualitas anak anak puber itu, secara ringkas dapat dikatakan sebagai berikut:
1) Masa pubertas awal ditandai dengan tendens beseksualitas yaitu tertarik pada pribadi dari sekse sendiri, dan sekaligus juga pada jenis kelamin lain.
2) Sedang masa pubertas akhir dan adolesensi (adolescence) yang mengikuti kemudian, dicirikan dengan tendens heteroseksualitas yang semakin intens dan meningkat. Namun demikian, kedua periode ini masih dimuati dimensi-dimensi infantil.
7. BEBERAPA SARAN BAGI PARA PEMBIMBING DAN PENDIDIK
Masa pra-pubertas dan pubertas sebenarnya itu penuh dengan titik-titik kritis dan banyak kesulitan. Sehingga usaha bimbingan dan pendidikan bagi anak-anak puber itu jadi berat, sulit, dan memerlukan kebijaksanaan. Untuk ini pasti dituntut pengertian dan pengorbanan yang cukup banyak dari para guru, orang tua, dan konsulatan. Pendidikan pada usia puber ini betul-betul menuntut pada orang tua, guru-guru dan pemimpin-pemimpin pemuda adanya Besinnung (kesadaran yang terang, pemawasan diri bersungguh-sungguh) dan KEBIJAKSANAAN; agar tidak terjadi salah tindak dan salah langkah, sehingga membuat anak muda menjadi lebih bingung dan lebih sengsara.
BAB XIII
MASA ADOLESENSI (ADOLESCENCE, PASCA-REMAJA)
1. Pengaruh masa adolesensi pada proses pendewasaan
2. Perkembangan biologis dan psikologis
3. Unsur progresif kontra unsur regresif
4. Aktivitas anak adolesensi
5. Narsisme dan aku-narsistis
6. Bahaya identifikasi total
7. Dorongan seksual dan unsur erotik
8. Reaksi yang bervariasi terhadap dorongan seksual
9. Obyek cinta dan fantasi cinta
10. Penemuan nilai-nilai hidup
11. Memilih arah dan tujuan hidup sendiri
1. PENGARUH MASA ADOLESENSI PADA PROSES PENDEWASAAN
Masa adolesensi ini oleh Sigmund Freud disebut sebagai “Edisi kedua dari situasi Oedipus”. Sebab relasi anak muda pada usia ini masih mengandung banyak unsur yang rumit dan belum terselasaikan; yaitu ada banyak konflik antara isi psikis yang kontradiktif , terutama sekali konflik pada relasi anak muda dengan orang tua dan obyek cintanya. Pada masa adolesensi ini terjadi proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik, yang berlangsung secara berangsur-angsur dan teratur.
Menurut banyak ahli ilmu jiwa, batas waktu adolesensi iti ialah 17-19 tahun, atau 17-21 tahun. Perbedaan karakteristik antara tiga fase yaitu pra-pubertas/pueral, pubertas (awal), dan adolesensi atau pubertas akhir itu antara lain ialah sebagai berikut:
1) Pada masa pra-pubertas (masa negatif, Verneinung, Trotzalter kedua), anak sering merasakan: bingung, cemas, takut, gelisah, gelap hati, bimbang ragu, risau, sedih hati; rasa-rasa minder, melawan rasa-rasa “besar-dewasa-super”, dan lain-lain.
2) Pada masa pubertas: anak muda menginginkan/mendambakan sesuatu dan mencari sesuatu.
3) Pada masa adolesensi: anak muda mulai merasa mantap, stabil.
2. PERKEMBNGAN BIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS
Perkembangan biologis menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan tertentu, baik secara kualitatif maupun kuantitatif; baik bersifat fisiologis maupun psikologis (jiwani). Oleh perkembangan tersebut anak adolesens dihadapkan pada banyak masalah baru dan kesulitan yang maha kompleks. Antara lain berupa:
1) Anak muda belajar berdiri sendirir dalam suasana kebebasan.
2) Ia berusaha melepaskan ikatan-ikatan afektif lama dengan orang tua dan obyek-obyek cintanya.
3) Ia lalu berusaha membangun relasi-relasi perasaan/afektif yang baru.
3. UNSUR PROGRESIF KONTRA UNSUR REGRESIF
Tugas utama anak adolesens ialah: mengatasi benturan-benturan batin tadi dengan tabah, dan menciptakan harmoni di antara dua “dunia” yang bertentangan itu. Sedang tugas orang tua serta pendidik yang terutama ialah: ikut meringankan beban anak adolesens yang dipenuhi dengan pergolakan batin itu; memberanikan hati anak muda, dan tidak terlampau banyak menuntut pada anak asuhnya.
Maka demi pertumbuhan jiwa anak adolsens, juga agar bisa memenuhi kriteria mental yang sehat, sebaiknyalah kalau:
1) Gadis adolesens mampu memutuskan identifikasi total dengan ibunya. Dan pemuda adolesens sanggup memutuskan identifikasi akrab dengan ayahnya.
2) Anak adolesen mampu menundukkan kompleks Oedipusnya, lalu menjalin obyek cinta kasih sayang mantap. Juga merangkai relasi identifikasi yang lebih dewasa.
3) Mampu menghapus keragu-raguan biseksual, untuk mengarah pada proses heteroseksual yang definitif dan positif.
4. AKTIVITAS ANAK ADOLESENSI
Salah satu ciri yang menonjol pada masa pra-pubertas ialah: aktivitas yang sifatnya agresif-ofensif, sehingga periode ini disebut sebagai masa menentang dan Verneinung. Pemuda-pemuda yang kurang kuat pertahanan imannya, berusaha memuaskan dorongan seksualnya secara konkrit, dengan jalan: pergi ke kompleks wanita tuna susila atau melakukan relasi seks bebas dengan wanita-wanita binal. Perilaku sedemikian ini bertujuan:
1) Untuk mengadakan “eksperimen baru” di bidang seks;
2) Mengetest kelaki-lakiannya;
3) Dan sekaligus mau memuaskan instink seksualnya.
5. NARSISIME DAN AKU-NARSISITIS
Pada masa pra-pubertas dan pubertas, yang kemudian dilanjutkan pada masa adolesensi, relasi emosionalnya atau obyek cintanya banyak ditujukan pada seorang kawan sejenis (jenis kelaminnya sama), dan sifatnya lebih narsisitis. Narsistis itu adalah sifatcinta diri (cinta pada diri sendiri) yang mementingkan diri sendiri. Secara ringkas bisa dinyatakan disini, bahwa sebab utama yang mengakibatkan badai-badai emosi pada masa adolesensi itu ialah: intensifikasi dan jumlah yang terlalu banyak dari unsur-unsur narsisitis. Sehingga emosi-emosi yang meledak-ledak itu bisa mempersukar kelancaran kontak sosial dengan sesama manusia.
6. BAHAYA IDENTIFIKASI TOTAL
Identifikasi itu bisa dipakai oleh anak sebagai berikut:
1) Sebagai sarana untuk mengembangkan kepribadian sendiri, karena anak belum mampu menemukan pola hidup sendiri.
2) Anak ingin membuktikan kepada dunia luar, bahwa dia juga mampu memerankan kedewasaan, dan mewujudkan sifat-sifat yang baik seperti ayahnya atau bundanya, melalui aktivitas identifikasi.
3) Identifikasi itu merupakan pencerminan dari kesulitan anak muda untuk mengatasi kompleks Oedipusnya.
4) Identifikasi yang ekstrim merupakan pelekatan infantil pada ibunya bagi anak gadis.
Jika anak muda tidak mampu mengatasi semua kesulitan identifikasi pada masa adolesensi, maka sepanjang periode keremajaan dan kedewasaannya dia akan tetap bersifat infantil seperti anak-anak pra-pubertas. Bahaya dari identifikasi yang terlalu melekat pekat ialah:
1) Tipisnya kepercayaan diri,
2) Lemahnya kemauan anak muda, dan
3) Semakin besarnya depedensi/ketergantungan pada pribadi yang dilekatinya;
4) Identifikasi total jelas akan merampas kemampuan anak muda untuk memiliki kedewasaan dan kepribadiannya sendiri (dia tidak bisa menjadi dewasa penuh).
7. DORONGAN SEKSUAL DAN UNSUR EROTIK ANAK ADOLESENS
Kesulitan paling besar bagi orang-orang muda ialah:
a. Memutuskan relasi-relasi emosional dengan obyek identifikasi lama (dengan orang tua dan obyek cintanya) yang indantil sifatnya, dan
b. Mengalahkan kepasifannya, lalu menemukan relasi emosional dan obyek identifikasi baru yang lebih mantap.
c. Maka benturan-benturan antara elemen-elemen progresif melawan elemen regresif sering memanifestasikan diri dalam bentuk masturbasi (onani, pencemaran diri sendiri)
Anak-anak adolesens dan puber ini benar-benar tidak menyadari, bahwa perbuatan-perbuatan seksual bebas tanpa norma susila itu justru merupakan perbudakan dan pembelengguan diri oleh hawa nafsu seksual primitif yang tidak terkendali dan oleh fantasi-fantasi seksual yang fiktif. Akibat jauh dari perbuatan-perbuatan tersebut ialah:
1) Berkembangnya dunia pelacuran, yang dihuni penuh padat oleh gadis-gadis puber dan adolesens,
2) Peristiwa kecanduan narkotik dan obat bius;
3) Kriminalitas;
4) Munculnya “pasukan wanita ekstrim” yang ikut melakukan teror, pembunuhan dan penculikan;
5) Juga muncul kelompok “wanita bebas” yang sangat menderita batinnya, sebab didera oleh rasa depresi, melankholi, neurosa dan psikosa yang terdiri atas anak-anak muda (juvenile psikosa).
Intelektualisasi yang ekstrim bisa menghambat perkembangan psikis yang wajar dari anak gadis. Sebab perasaan kewanitaan dan kehidupan fantasinya bisa terdesak, dan mengalami proses atrofi (melisut, mundur, merana, lumpuh tidak berfungsi). Potensi neuritas tadi jadi lebih intensif/kuat pada masa adolesens. Peristiwa ini disebabkan oleh:
1) Pengaruh pendidikan orang tua yang keras
2) Pengaruh dogma-dogma religius yang keras dari guru-guru agama yang fanatik
3) Ditambah dengan kumulasi (bertimbunnya) macam-macam konflik batin pada periode pubertas dan adolesensi
8. REAKSI YANG BERVARIASI TERHADAP DORONGAN SEKSUAL
Pada hampir semua anak adolesens senantiasa ada kecenderungan untuk melarikan diri dari realitas hidup yang dianggap sulit-musykil penuh derita ini, lalu membenamkan diri dalam dunia fantasi. Tampaknya, seksualitas yang lebih aktif pada diri anaklaki-laki/pemuda itu mendorong mereka untuk bertindak lebih tegas dan lebih aktif mengarahkan diri keluar, yaitu pada dunia realitas. Asosiasi dengan ini, orang muda dan kaum pria cenderung lebih berambisi untuk menguasai DUNIA daripada kaum Hawa.
Aktivitas observasi intensit dan kritis ke dalam diri sendiri yang menjadi ciri typis dari anak adolesensi, pada umumnya lebih kuat dan lebih lama berlangsung pada anak-anak gadis daripada anak laki-laki. Sehubungan dengan hal ini, orang mesenantiasa sibuk dengan diri sendiri secara intensif itu akan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan wanita. Faktor ini pulalah yang menjadi sebab timbulnya duaciri khas kewanitaan, yaitu:
1) Intuisi yang halus tajam, dan
2) Subyektivitas yang lebih besar dalam menanggapi dan menilai kehidupan. Pengikat dari kedua ciri khas tersebut ialah unsur pasivitas.
9. OBYEK CINTA DAN FANTASI CINTA ANAK ADOLESENS
Cinta kasih orang muda yang semula banyak tercurah pada ayah bunda dan kawan sejenis (jenis kelamin saya), kini mulai dialihkan/diberikan kepada obyek cinta atau kekasih yang sebenarnya. Jadi ada perasaan heteroseksual tulen. Jika fantasi-fantasi cinta anak muda sifatnya tidak sosial atau tidak ideologis, akan tetapi murni egosentris, maka realisasi dari fantasi tadi akan menumbuhkan banyak kekecewaan pada dirinya.
10. PENEMUAN NILAI-NILAI HIDUP
Anak adolesens mulai menemukan nilai-nilai hidup baru yang lebih mantap; lalu dia mencoba berpegang teguh pada pendirian sendiri. Ia berusaha secara konsekuen mencapai satu tujuan yang bernilai. Selanjutnya dia memilih pola hidup baru, dan bersikap kritis. Oleh semua kejadian itu anak muda lalu menerapkan cara respons baru terhadap lingkungannya; antara lain berupa:
1) Ia mulai mengabaikan kewibawaan orang tua, melawan otoritas pendidik, dan bertindak menurut kemauan sendiri.
2) Oleh dinamik penuh elan (tenaga hidup, kodrat pendorong) dan badai pergolakan jiw atau “Sturn und Drang” justru diperkuat ciri-ciri penberontakan dan individualisme.
3) Muncullah kemudian ambisi-ambisi yang besar untuk menuntut pengakuan AKU-nya.
4) Dia ingin menghayati HIDUP-nya menurut pola dan cita rasa sendiri.
Kecapaian psikis dan fisis tersebut jika khronis dan ekstrim, bisa mengakibatkan timbulnya gejala neurose adolesensi yang ditandai dengan banyak konflik batin , rasa depresi, dan kompleks rendah diri (minderwaardigheidscomplexen). Pada beberapa orang anak gadis adolesens, suasana depresi/murung itu diselingi eksplosi-ekksplosi emosi ekstatis (jiwa hanyut, hilang tenggelam, lupa diri) dan emosi euphoris (gembira, rasa pisitif) bahagia.
11. MEMILIH ARAH DAN TUJUAN HIDUP SENDIRI
Masa adolesensi adalah kunci penutup dari perkembangan anak. Mula-mula, pubescens (anak puber) itu memandang dan mencari-cari sesuatu kedalam diri sendiri. Akhirnya dia menemukan AKU/DIRI sendiri pada masa adolesensi; yaitu menemukan harmoni baru di antara sikap ke dalam diri sendiri, dan dengan sikap ke luar pada dunia obyektif. Menurut banyak ahli jiwa, waktu adolesensi ialah usia 17-21/24 tahun.
Perbedaan karakteristik dari ketiga fase perkembangan menjelang usia kedewasaan adalah sebagai berikut:
1) Pada usia akhir puer yaitu masa negatif atau Trotzalter kedua;
2) Pada masa pubertas: anak mudah menginginkan sesuatu, dan mencari sesuatu. Namun apa sebenarnya “sesuatu” itu , anak remaja belum mengetahuinya;
3) Pada masa adolesensi: orang muda mulai merasa mantap, dan menemukan AKU sendiri; ia mulai memahami arah dan tujuan hidupnya.
Pada usia ini yang sangat diperlukan oleh anak muda ialah: pendidik yang berkepribadian tegas, sederhana dan jujur, yang tidak menuntut terlalu banyak pada anak didiknya. Dan membiarkan anak muda tumbuh berkembang sesuai denga irama perkembangan dan kodratnya sendiri.
BAB XIV
MENSTRUASI DAN OANI
1. Kematangan seksual dan menstruasi
2. Menstruasi sebagai pengalaman psikis
3. Gejala patologis yang menyertai menstruasi
4. Haid dan kesadaran akan dwifungsi
5. Masalah onani/masturbasi
6. Saran pedagogis untuk menanggapi onani
1. KEMATANGAN SEKSUAL DAN MENSTRUASI (HAID)
Peristiwa paling penting pada masa pubertas dan adolesensi ialah gejala menstruasi atau haid, sebagai pertanda biologis dari kematangan seksual pada anak gadis. Peristiwa haid ini berlangsung sebagai berikut: ada kematangan hormonal dan reaksi biologis, yang dibarengi dengan reaksi psikis. Kematangan hormon seks tersebut berupa proses somatis yang berlangsung secara eyelis, dan ada pengulangan pada periodik proses menstruasi.
Secara normal, menstruasi itu berlangsung sejak usia 11-16 tahun. Cepat dan lambatnya kematangan seksual (kematangan fisik) ini, kecuali ditentukan oleh konstitusi fisik individu, juga dipengaruhi oleh faktor ras/suku bangsa , iklim, cara hidup individu (yang teratur atau yang lepas binal), dan milieu lingkungan anak.
2. MENSTRUASI SEBGAI PENGALAMAN PSIKIS
Periode antisipasi yang disebut pula sebagai periode penantian itu segera diakhiri oleh masa kematangan, dengan tibanya haid atau menstruasi. Peristiwa haid pada seorang gadis itu menyatakan, bahwa anak gadis kini benar-benar sudah siap secara biologis untuk melakukan fungsi kewanitaannya. Pemahaman masalah haid itu bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1) Usia anak gadis
2) Tingkat perkembangan psikenya
3) Milieu/lingkungannya, dan
4) Pendidikannya
3. GEJALA-GEJALA PATOLOGIS YANG MEMBARENGI MENSTRUASI
Senyatanya, haid itu merupakan gejala biologis yang alami, yang progresif dan positif sifatnya, yaitu sebagai pertanda biologis dari kematangan seksual. Sehingga peristiwa haid seharusnya diterima dengan sikap yang wajar oleh setiap anak gadis dan wanita. Memang reaksi anak gadis pada saat menstruasi pertama itu berbeda-beda; bergantung pada:
1) Kondisi psikis
2) Usia, dan
3) Pengaruh milieunya
Jika peristiwa haid itu menimbulkan shock hebat disertai iritasi (rangsangan yang mengganggu), maka biasanya anak gadis ini lalu merasa “sakit” atau tidak enak badan. Kemudian disertai dengan rasa menyenak mual mau muntah, jadi cepat lelah, dan degenangi oleh emosi-emosi depresif atau perasaan sedih tertekan.
Jika reaksi anak gadis pada haidnya yang pertama merupakan satu penolakan yang defensif sifatnya, hal ini bisa mengakibatkan pengereman fungsional. Artinya, oleh penolakan tadi ada beberapa fungsi psikis dan fisik yang mengalami hambatan atau pengereman. Bahkan hambatan itu bisa berupa retensi menstruasi, yaitu keberhentian haid; khususnya disebabkan oleh reaksi kejutan atau shock reaction ketika ia mendapatkan haid pertama.
Selanjutnya, gadis tadi lalu menampilkan motif-motif naif tentang kesakitan yang dihubungkan dengan cyclus/siklus menstruasinya. Jelasnya sebagai berikut:
1) Menstruasi itu di identikkan dengan satu “penyakit”
2) Penyakit ini lalu dikaitkan dengan “special care” atau pelayanan istimewa dan kasih sayang ekstra dari lingkungan, khususnya atensi dari ibu
3) Maka sakit pada masa menstruasi tadi dipakai sebagai olah-gerak-penyesatan atau “afleidings-manoevers” bagi kekerdilan batinnya.
4. HAID DAN KESADARAN AKAN DWIFUNGSI
Pada peristiwa menstruasi pertama kali itu biasanya muncul pengertian pada anak gadis akan dwifungsinya; yaitu:
1) Wanita sebagai makhluk seksual, dan
2) Wanita sebagai pengabdi jenisnya (penerus generasi)
Jelaslah, bahwa haid merupakan peristiwa penting bagi anak gadis puber dan adolesens, sebagai jadi tanda dari kematangan seksual, dan erat berkaitan dengan fungsi reproduksi. Oleh karena itu haid biasanya menjadi pusat minat gadis pubertas dan adolesens. Maka dapat dimengerti bahwa jika peristiwa “pendarahan/menstruasi” itu tidak disertai dengan pemberian informasi-informasi yang jelas, benar, dan bisa memberikan ketentraman hati akan mengakibatkan munculnya gejala-gejala patologis.
5. MASALAH ONANI ATAU MASTURBASI
Onani disebut pula sebagai maturbasi atau “zelfbevlekking” (penodaan diri), adalah aktivitas penyalah gunaan seksual, dengan memanipulasikan alat kelamin sendiri sedemikian rupa, sehingga orang mendapatkan “kepuasan seksual” yang sebenarnya adalah kepuasan semu belaka.
Onani juga bisa disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang buruk atau kurang menguntungkan. Onani lebih banyak terjadi pada masa pubertas dan adolesens. Terutama onani merupakan gejala umum yang seering terjadi pada pemuda-pemudanya. Pada umunya anak-anak muda yang tidak mampu mengendalikan diri itu menyadari, bahwa melakukan masturbasi jelas tidak baik dan tidak sehat. Akan tetapi mereka tidak mampu melawan dorongan untuk melakukan onani secara eksesif. Onani pada stadium lebih lanjut/tuaan akan jadi sangat kompleks. Karena pelaksanaan onani itu bukan hanya berupa pemuasan kebutuhan-kebutuhan fisik/genital belaka, akan tetapi sudah ditimbuni oleh konflik-konflik batin.
Persentase total dari anak laki-laki pubertas dan adolesens yang melakukan onani sangat tinggi; diperkirakan berkisar antara 70-90%. Atas dasar inilah gejala onani bisa dianggap sebagai: peristiwa perkembangan yang normal pada usia pubertas dan adilesensi. Persentase yang tinggi tersebut khususunya terdapat pada anak laki-laki. Akan tetapi jika onani tersebut berubah sifatnya menjadi patologis atau gejala penyakit, maka peristiwa tersebut pastilah disebabkan oleh gangguan psikis yang lebih serius, yang bersarang dalam ketidaksadaran atau pada kehidupan di bawah sadar anak muda.
Masalah onani dalam batas-batas normal hendaknya dianggap sebagai satu jalan pemuasan terhadap kebutuhan yang alami. Yaitu kebutuhan kodrati, yang beralaskan pertimbangan-pertimbangan psikologis-biologis-sosial-moril tidak bisa dipuaskan secara wajar, terkecuali dengan melakukan onani.
6. BEBERAPA SARAN PEDAGOGIS UNTUK MENANGGAPI MASALAH ONANI
Sekali perkembangannya sifat atau karakter dari onani itu akan berubah tiga kali yaitu sebagai berikut:
Pertama: onani pada usia kanak-kanak yang amat muda, secara definitif merupakan gejala abnormal. Dan bisa dianggap sebagai gejala kematangan seksual yang terlampau dini/pagi.
Kedua: onani pada usiadi antara masa kanak-kanak dan usia dewasa, yaitu pada periode pubertas dan adolesensi, merupakan gejala perkembangan yang normal.
Ketiga: onani pada umur sesudah usia adolesensi, yaitu usia dewasa, secara definitif juga merupakan gejala abnormal. Bisa disebutkan pula sebagai kematangan seksual yang terlambat.
Adapun kriteria pertimbangan paling tepat dalam penentuan eksesif tidaknya onani adalah sebagai berikut: melakukan onani yang terlalu intensif pada usia berapaun juga, merupakam simptom kondisi psikis yang abnormal, yang mengarah pada sifat neurotis. Juga bisa dianggap sebagai “zucht” atau nafsu ketagihan yang berlebih-lebihan dan patologis, yang bisa disamakan dengan nafsu ketagihan pada morfine dan alkohol. Hendaknya orangtua, guru-guru, para pendidik dan dokter memberikan informasi dan bimbingan yang baik, agar anak:
1) Mampu mengendalikan diri dan mengurangi kebiasaan beronani, yaitu dengan jalan
2) Menyalurjan secara konkrit dan sehat pada bentuk aktivitas-aktivitas positif seperti: sport, kegiatan kesenian, musik, karawitan, bertamasya, berdiskusi dengan kawan-kawan, melakukan eksperimen-eksperimen ilmiah, dan seterusnya.
BAB XV
KRIMINALITAS, KECANDUAN BAHAN NARKOTIKA.
IMMORALITAS PADA USIA PUBERTAS DAN ADOLESENSI
1. Tingkah laku kriminil dan pengaruh orang tua
2. Sebab-sebab deliquency
3. Kriminalitas dan kecanduan bahan narkotika
4. Efek dan bahaya penggunaan bahan narkotika
5. Tindak immoril anak puber dan adolesensi
6. Akibat tindak immoril homoseksualitas dan masturbasi eksesif
1. TINGKAH LAKU KRIMINIL DAN PENGARUH ORANG TUA
Sebenarnyalah bahwa keluarga dan milieu itu memberikan pengaru yang sangat menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak. Kelurga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan stempel dan fundasi primer bagi perkembangan anak. Selanjutnya, lingkungan alam sekitar dan sekolahan ikut menentukan nuansa pertumbuhan anak. Baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat memberikan efek yang baik atau yang buruk pada pertumbuhan anak.
Tingkah laku kriminil dari orang tua atau salah satu anggota keluarga itu memberikan pengaruh yang menular dan infeksius pada lingkungannya. Anak seorang pencuri biasanya juga akan menjadi pencuri. Tingkah laku kriminil orang tua itu mudah sekali menular pada anak-anaknya, terutama mudah sekali ditransmisikan/dioperkan kepada anak puber dan adolesens yang belum stabil jiwanya, karena merka tengah mengalami banyak konflik batin dan kebingungan.
Pengaruh luar lainnya yang ikut menstimulir tingkah laku kriminil ialah: teman-teman sebaya yang mempunyai kecenderungan keiminil. Kelompok anak-anak muda brandalan dan kriminil ini biasanya terdiri atas anak-anak pubertas dan adolesens yang tengah:
1) Diabaikan oleh orang tuanya (tidak mendapatkan kasih sayang, perhatian, tuntunan dan pendidikan) dan
2) Sedang kebingungan dan mengalami banyak konflik batin yang tidak terpecahkan
3) Ataupun terdiri atas anak-anak muda yang ditolak orang tuanya, yang merasa terpojok dan terlupakan oleh masyarakat.
Dorongan yang menstimulir aktivitas keberandalan mereka ialah:
1) Impuls bergiat atau dinamisme anak muda
2) Keinginan mengetest kemampuan dan kekuatan sendiri
3) Dan nafsu untuk mendapatkan pengakuan atas AKU-nya anak muda
4) Juga ada keinginan kuat untuk kelihatan menonjol, lain daripada lain atau eksklusif, supaya dilihat dan diakui kehebatannya.
2. SEBAB-SEBAB DELINQUENCY
Kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak puber dan adolesens itu disebut pula sebagai delinquency (= kejahatan. Kedurjanaa, kedursilaan, pelanggaran). Kriminalitas itu pada umumnya merupakan kegagalan dari sistem pengontrol diri terhadap aksi-aksi instinktif; juga menampilkan ketidakmampuan seseorang mengendalikan emosi-emosi primitif untuk disalurkan pada perbuatan yang bermanfaat.
Perkosaan seksual oleh anak puber dan anak-anak adolesens sering juga distimulir oleh:
1) Depresi mental yang hebat
2) Oleh rasa kesunyian, dan
3) Di dorong oleh kekecewaan-kekecewaan karena ditolak oleh seorang wanita (kekasih atau ibunya)
3. KRIMINALITAS DAN KECANDUAN BAHAN NARKOTIKA
Banyak anak puber dan adolesens yang melakukan kejahatan karena mereka kecanduan/ketagihan bahan narkotika atau obat-obat bius, yang disebut pula sebagai drugs. Drugs ini terdiri atas hard drugs dan soft drugs.
Dalam kategori hard drugs dimasukkan antara lain: candu, morphine, codeine, papaverine, dicolid, heroine, LSD atau Lysergyc Acid Diethylamide, hydromorphine, coca, cassaine, methadoze, codom, ogozine, amvitamine, pethidine, dan bahan sintetis lainnya. Jenis narkotika ini bisa mempengaruhi syaraf dan jiwa penderita secara cepat dan keras. Waktu ketagiha berlangsung relatif pendek. Jika sipemakai tidak mendapatkan iatah obat dia bisa mati karenanya.
Termasuk soft grugs ialah:ganja atau marihuana(mariyuana), yang disebut pula sebagai daun surga atau canabis sativa; yaitu merupakan narkotika alami yang mempengaruhi syaraf dan jiwa penderita tidak terlalu keras. Cara pemakaian obat-obat bius bisa berupa:
1) Dicampur, sebagai bahan pencampur rokok, lalu diisap
2) Dimakan dengan dikunyah
3) Dihirup melalui hidung (snuiven)
4) Diminum
5) Dan disuntikkan
Gejala-gejala umum dari anak-anak muda/orang yang kecanduan ganja dan bahan narkotik antara lain:
Jasmaniah: badan jadi tidak terurus dan semakin lemah, kurus ceking, kumal dan berbau. Tidak suka makan, matanya sayu dan jadi merah.
Rokhaniah: menjadi pembohong, pemalas, daya tangkap otaknya makin melemah, jika biasanya mudah mengerti dengan diberikan uraian sekali, sekarang harus diterangkan 3-5 kali.
4. DAMPAK BURUK DAN BAHAYA PENGGUNAAN BAHAN NARKOTIKA
Sekalipun dunia kedokteran bisa menuai manfaat dari penggunaan bahan narkotika, namun efek dan bahaya yang disebarkan (jika tidak terkendali) adlah cukup acute. Yaitu:
1) Fisik: badan jadi ketagihan, sistem syaraf jadi lemah atau rusak secara total. Lalu menimbulkan komplikasi kerusakan pada lever dan jantung. Kondisi tubuh jadi rusak karena muncul macam-macam penyakit lainnya.
2) Psikis: ketergantungan psikis; kemauan melemah atau musnah sama sekali. Daya pikir dan perasaan jadi rusak.jiwanya jadi murung depresif. Aktivitas dan kreativitas intelektualnya hilang sama sekali.
3) Ekonomis: ganja dan bahan-bahan narkotika harganya sangat mahal. Sedang untuk kebutuhan rutin diperlukan supply yang kontinu/terus-menerus, dan harus dipenuhi.
4) Sosioligis: bila para pecandu tidak berduit, namun badan dan jiwanya terus-menerus ketagihan bahan narkotika, sedang minta uang kepada orang tua tidak diberi lagi, atau harta milik sudal ludes bersih, maka para pecandu lalu melakukan macam-macam tindak pidana dan tindan amoral.
5. TINDAK-TINDAK IMMORIL ANAK PUBER DAN ADOLELSENS
Immoralitas atau tindak immoril itu khususnya berkaitan dengan tingkah laku seksual yang begitu a-susila dan sangat mencolok mata, sehingga ditolak oleh masyarakat. Individu-individu yang immoril dan orang-orang kriminil itu mempunyai beberapa ciri yang sama yaitu:
1) Kurang terkendalinya rem-rem psikis oleh hati nurani, dan tidak berfungsi atau melemahnya sistem pengontrolan diri oleh lembeknya kemauan
2) Kurang adanya pembentukan karakter
Immoralitas seksual itu berupa: tindak seksual secara terang-terangan, tanpa tedeng aling-aling, tidak ada rasa malu, dan caranya amat kasar sekali. Biasanya berupa seksualitas bebas dengan banyak partner, dan berlanhsung acak-acakan tanpa kendali (bentuk promiscuity). Perasaan-perasaan tidak mapan tersebut antara lain disebabkan oleh:
1) Kegagalan disekolah, tidak bisa berprestasi, konflik dengan kawan sekolah dan guru-gurunya.
2) Konflik dengan ibu, menentang kewibawaan orang tua atau pendidik: berengsek dengan saudara-saudara atau beberapa anggota keluarga.
3) Merasa kecewa dan tidak puas terhadap nasib sendiri, sebagai produk dari broken home; punya ibu/ayah tiri yang kejam.
4) Disharmoni dan desintegrasi dalam konstitusi kepribadian, hingga banyak muncul konflik batin dan ketegangan emosional yang tidak tertahankan.
5) Lingkungan keluarga penuh konflik dan ketegangan tinggi, yang eksplosif sifatnya. Lingkungan yang tidak memberikan kehangatan cinta kasih, sebab dipenuhi dengan kekejaman dan tidak sewenang-wenang.
6) Berontak terhadap semua bentuk otoritas; mengikuti kemauan sendiri (semau gue) sebab sudah merasa gede dan dewasa.
Sekumpulan anak-anak muda lainnya melakukan tindak immoril karena didorong oleh Geltungstrieb (dorongan menuntut hak) dan usaha kompensansi, karena orang-orang muda ini tidak pernah merasakan /mendapatkan cinta kasih dari orang tua atau lingkungannya.
6. AKIBAT TINDAK IMMORIL. HOMOSEKSUALITAS DAN MASTURBASI EKSESIF
Perbuatan seksual pada anak puber dan adolesens itu kebanyakan sekali ditimbulkan oleh adanya; disharmoni dalam kehidupan psikisnya, yang ditandai oleh:
1) Menumpuknya konflik-konflik batin
2) Tidak danya pengereman nafsu-nafsu hewani/rendah
3) Kurang kuatnya iman dan kemauan
4) Juga oleh kurang tajamnya intelek seseorang dalam mengendalikan nafsu-nafsu seksual yang primitif
Sehubungan dengan terganggunya proses pembentukan karakter dan kepribadian tadi, dapat dinyatakan bahwa diantara orang immoril dan person kriminil itu ada persamaan-persamaan tertentu yaitu:
1) Kurang adanya pembentukan karakter dan kepribadiannya. Kepribadiannya ternyata primitif, naif rendah.
2) Memiliki sistem pengontrol dan pengendalian diri yang sangat lemah (weekling).
Gejala lain yang sering juga dianggap sebagai immoril oleh umum pada usia pubertas dan adolesens ialah:
1) Homoseksualitas (lewat anal erotisme melalui dubur, dan oral erotisme melalui mulut).
2) Kebiasaan erotik dalam bentuk masturbasi/onani.
Ringkasnya kesulitan-kesulitan emosional dan konflik-konflik batin serius pada masa pubertas dan adolesens itu banyak diwarnai oleh motif-motif sosial ( pengaruh ekstern) dan oleh motif-motif seksual (pengaruh intern). Bila gangguan tadi khronis dan ekstrim sifatnya, bisa menimbulkan banyak deviasi psikis antara lain: depresi, rasa soliter, autisme (ingin hidup menyendiri), rasa devaluasi diri, histeria, timbulnya delusi-delusi, hilangnya kepercayaan diri, irritabilitas, kecemasan dan ketakutan, fobia dan neurosa. Juga tindak-tindak kompulsif (paksaan), kriminalitas, dan macam-macam tingkah laku immoril lainnya.
BAB XVI
PENUTUP
PERKEMBANGAN DAN KEDEWASAAN
1. Tujuan perkembangan
2. Unsur-unsur komplementer. Individualitas dan sosialitas anak
3. Kedewasaan
4. Tugas perkembangan
5. Penutup
1. TUJUAN PERKEMBANGAN: MENJADI MANUSIA DEWASA
Sejak lahir sampai saat kematian, manusia itu tumbuh mekar, mengalami banyak proses perubahan dan perkembangan. Karena itu prinsip perkembangan itu sifatnya progresif. Lagi pula prinsip perkembangan tersebut ada di dalam diri anak itu sendiri. Proses perkembangan dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1) Herditas/warisan sejak lahir, misalnya; bakat, pembawaan, konstitusi, potensi-potensi psikis dan fisik, dan
2) Faktor-faktor lingkungan. Ada hukum konvergensi. Di mana faktor intern dan ekstern saling bertemu dan pengaruh mempengaruhi.
Tujuan dari perkembangan ialah: menjadi manusia dewasa yang sanggup bertanggung jawab sendiri dan berdiri sendiri/mandiri. Maka tugas utama setiap orang tua dan pendidik ialah:
1) Memberikan fasilitas bagi perkembangan anak, dan
2) Membantu memperlancar perkembangan anak menurut irama dan temponya sendiri-sendiri.
2. UNSUR-UNSUR KOMPLEMENTER: INDIVIDUALITAS DAN SOSIALITAS ANAK
Individualitas dan sosialitas merupakan unsur-unsur yang komplementer (saling melengkapi) dari ekstensi anak; yaitu Cuma bisa dibedakan, akan tetapi tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain. Berasosiasi hal ini, anak manusia hanya bisa memasuki dunia manusia, jika dia dibawa atau dimasukkan oleh manusia dewasa. Oleh sebab itu diperlukan pendidikan, khususnya bagi anak-anak dan orang-orang muda. Salah satu sukses dalam usaha/perjuangan manusia dewasa yang matang ialah:
1) Kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan hidup, dan
2) Mampu memikul duka derita serta segala cobaan hidup
Sesudah melampaui periode adolesens, sampailah orang muda pada kedewasaannya, di mana dia diharapkan bisa mendidik diri sendiri. Dalam pengertian:
a. Mampu menentukan sikap
b. Bisa memilih arah dan tujuan hidupnya
c. Secara konsekuen mencapai tujuan final itu
3. KEDEWASAAN
Dengan berakhirnya masa adolesensi, tibalah orang muda pada masa kedewasaan. Secara ringkas dapat dinyatakan, bahwa ciri utama dari adolesensi ialah:
1) Mampu mengaitkan realitas dunia luar yang obyektif dengan AKU-nya (kehidupan jiwanya) sendiri, dan
2) Mampu mengendalikan dorongan-dorongan dari alam, untuk diarahkan pada tujuan yang berarti.
KEDEWASAAN itu bisa diartikan sebagai: satu pertanggungjawaban penuh terhadap diri sendiri, bertanggung jawab atas nasib sendiri dan pembentukan diri sendiri. Bertanggung jawab bisa diartikan sebagai: memahami arti norma-norma susila dan nilai-nilai etis, dan berusaha hidup sesuai dengan norma-norma tadi. Dalam dinamika kedewasaan itu termuat:
1) Tugas membuat rencana hidup
2) Membuat pnggarisan tujuan final yang dikaitkan dengan dengan prinsip-prinsip dan norma-norma etis tertentu.
Kedewasaan dicirikan pula dengan: secara konsekuen melakukan identifikasi terhadap norma-norma susila yang dipilih sendiri.
4. TUGAS PERKEMBANGAN
Tugas perkembangan ialah tugas-tugas khusus yang harus dilakukan oleh individu sebab didorong oleh kemasakan pribadi, dan didorong oleh tekanan sosial (norma-norma sosial), agar individu yang bersangkutan bisa mempertahankan perkembangan yang normal sebagai makhluk sosial ditengah masyarakat.
James C. Coleman dalam bukunya “Abnormal Psycology and Modern Life” (1956, hlm, 67-70) membagi tugas-tugas perkembangan dalam perkembangan yang normal dalam tujuh kegiatan atau periode yaitu:
1) Dari dependensi ke arah independensi (kebebasan)
2) Dari prinsip kenikmatan ke arah prinsip kenyataan
3) Dari inkompetensi menjadi kompetensi
4) Dari otoplastik ke arah aloplastik
5) Dari non-produktif menjadi produktif
6) Dari non-diferensiasi ke arah diferensiasi
7) Dari serba tidak sadar ke arah serba sadar
1. Dari dependensi/ketergantungan ke arah independensi/ kebebasan
Semakin menipisnya kekuasaan dan kontrol dari luar itu menstimulir kesempatan untuk merealisasikan/mengaktualisasikan segenap kemampuan sendiri secara bebas dalam bentuk:
Pengambilan seleksi/pilihan
Pengambilan keputusan, dan
Pengorganisasian tingkah laku
2. Dari prinsip kenikmatan ke arah prinsip kenyataan
Prinsip kenikmatan, seperti yang dipostulasikan (diharapkan/dibayangkan) oleh FREUD adalah: tendensi mencari kenikmatan, dan menghindari rasa sakit serta rasa diskomfort (tidak nyaman).
3. Dari inkompetensi ke arah kompetensi
Kompetensi dalam pengertian psikologis menunjuk pada kemampuan untuk melakukan adaptasi. Kemampuan ini meliputi potensi untuk menilai pribadi sendiri dan menilai dunia luar, lalu menilai pertimbangan dan keharmonisannya.
4. Dari otoplastik ke arah aloplastik
Otoplastik atau egosentrik (egosentrisme) itu merupakan proses yang berlangsung secara tidak sadar pada diri anak-anak. Otoplastik ini mencapai titik puncaknya dalam bentuk Trotzalter pertama, di mana anak merasa menjadi RAJA di tengah keluarganya (saat kemraja-raja), yang ingin “menguasai) lingkungannya.
5. Dari non-produktif menjadi produktif
Lambat laun prestasi anak bisa menjangkau atau memenuhi kebutuhan orang lain, karena anak sudah mulai bersifat produktif, dengan jalan:
a. menolong orang tua dengan pekerjaan-pekerjaan ringan (pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh orang lain), dan
b. memberikan jasa pada kawan-kawan serta orang luar
6. Dari non-diferensiasi ke arah diferensiasi
Psikologi GESTALT memberikan pengertian pada kita, bahwa baik pengamatan, perasaan, maupun kamauan dan kehidupan psikis lainnya itu berkembang secara global. Artinya mula-mula anak bisa menghayati dunia sekitar dengan bantuan alat dria dan jiwanya secara keseluruhan , secara global dan total.
7. Dari serba tidak sadar ke arah serba sadar
Proses mengalami kemunduran dan kerusakan total. Peristiwa ini disebut sebagai:
1. regresi (kemunduran)
2. peristiwa atrofi (merana atau melisut)
3. defek mental (kerusakan mental)
Ringkasnya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan tersebut denga sebaik-baiknya, perlulah diperhatikan tiga faktor, yaitu:
1. faktor pembawaan genetis anak dan remaja sebagai faktor biologis (faktor endogin)
2. segala pengaruh dari luar (pengaruh alam sekitar) sebagai faktor eksogin atau faktor sosial/sosiologis, dan
3. faktor internalisasi diri dan pembentukan struktur kepribadian sebagai faktor psikologis (faktor sndogin)
5. PENUTUP
Tugas utama pendidikan dan orang tua dalam proses humanisasi dan sivilisasi anak manusia ialah: membawa anak muda yang belum dewasa kepada kedewasaan penuh. Kedewasaan juga mengandung pengertian: mampu memberikan bentuk konkrit pada segenap kapasitas dan potensi sndiri.
Menurut Prof. Langeveld, kedewasaan dapat diartikan pula sebagai: zelfverantwoordelijke zelfbepaling. Artinya kedewasaan itu merupakan penentuan diri sendiri berlandaskan pada:
1) pertanggungan jawab sendiri
2) sebab, hidupnya mempunyai garis tuntunan (Leitlinie) yang jelas
3) punya rencana konkrit
4) menuju tujuan hidup konkrit yang gamblang
5) mengikuti disiplin dan norma-norma susila tertentu
Ringkasnya kedewasaan memanifestasikan diri dalam dua bentuk, yaitu:
1) sebagai individuasi: yaitu mandiri sebagai individu yang konkrit, yang membentuk diri atas pertanggung-jawaban sendiri
2) sebagai pendukung norma susila, yang berusaha secara terus-menerus mengangkat harkatnya dalam merealisasikan diri sebagai makhluk sosial yang susila, di tengah satu masyarakat.
Gambaran pribadi manusia dewasa secara karakterologis dan normatif ialah: sudah berbentuk, dan relatif stabil sifatnya. Dengan kestabilan ini dimungkinkan usaha untuk:
1) memilih relasi sosial (kawan bergaul, dan kelak memilih suami/isteri)
2) memilih bidang studi
3) memilih profesi/pekerjaan, yang semuanya sifatnya stabil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar